Penelusuran google

Rabu, 20 Februari 2008

Trilogi TUP Ep 2 - Bank

Dengan langkah mantap kumelangkah menuju ruangan Pak Eko. Kali ini tidak akan salah orang lagi karena kedelai tidak akan terperosok dua kali di lubang yang sama.

Prof. Dr. Mangkurodjo, seorang ilmuwan, nekat melakukan penelitian di pedalaman hutan Kalimantan. Selama berhari-hari dia mengamati komunitas manusia kanibal yang hidup di tengah hutan. Tentunya observasi tersebut dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.

Suatu hari, dia mengalami kejadiaan naas. Pada saat melakukan pengamatan dari balik semak-semak, kakinya mengenai perangkap yang telah disiapkan oleh penduduk lokal yang sudah mencium kedatangan makhluk asing sejak kedatangan Prof. Dr. Mangkurodjo.

"Ternyata ini sumber bau-bau kecut yang selama ini mengganggu kita," kata kepala suku dengan bahasa pedalaman. Prof. Dr. Mangkurodjo diikat di tiang eksekusi khas penghuni pedalaman. Kakinya berpijak pada tumpukan kayu yang disiapkan untuk membakar korban di atasnya menjadi daging pangang yang lezat. Mulutnya disumpal dan bajunya dilepas meninggalkan adegan bugil yang menyedihkan. Warga suku berbaris mengelilingi tanah lapang tersebut, bersiap untuk pesta.

"Pongkah atau mati," kalimat yang terucap dari mulut kepala suku. Bau mulutnya penuh bakteri dan menusuk hidung, Profesor memalingkan muka berusaha menjauhi sumber bencana itu.

"Pongkah atau mati," ulang kepala suku sambil semakin mendekatkan muka baunya ke wajah Profesor. Bau mulutnya semakin menjadi-jadi.

Semua warga suku diam menunggu keputusan dari sang ilmuwan. Kepala suku melotot menunggu dengan tidak sabar setiap jawaban yang keluar dari mulut sang ilmuwan.

"Pongkah," lirih sang ilmuwan. Baginya, pongkah, apapun itu, terlihat lebih baik daripada mati.

"Pongkah!" jerit sang kepala suku kepada segenap rakyatnya.

"pongkaaah!" sambut para kanibal tersebut dengan antusias kemudian menari a la suku pedalaman mengitari sang korban.

Beberapa hari kemudian sang profesor diselamatkan tim penyelamat yang dikirim oleh universitas karena beberapa hari terakhir tidak menerima laporan dari sang profesor; menandakan ada sesuatu yang tidak beres. Kecurigaan mereka tepat sehingga tim penyelamat datang tepat waktu mendapati sang profesor sedang terbaring di pantai; menderita karena telah menjadi korban sodomi orang sekampung.

Setelah menjalani perawatan intensif fisik maupun mental, prof. Mangkurodjo memberikan wejangan kepada prof. Mangkurondho, penerusnya, yang sedang menjenguknya sebelum berangkat melanjutkan penelitian yang terhenti.

"Mangkurondho," katanya lemah, "kalo kamu ditangkap orang pedalaman kanibal itu,apapun tawaran mereka, mending kamu pilih mati."

Dengan persiapan yang matang dan sedikit wejangan dari pendahulunya, Mangkurondho berangkat menuju hutan Kalimantan.

Singkat kata, singkat cerita, Mangkurondho mengalami nasib yang sama, dia tertangkap dan dihadapkan pada pilihan yang sama juga.

"Pongkah atau mati," kalimat yang terucap dari mulut kepala suku. Bau mulutnya penuh bakteri dan menusuk hidung, Profesor memalingkan muka berusaha menjauhi sumber bencana itu.

"Pongkah atau mati," ulang kepala suku sambil semakin mendekatkan muka baunya ke wajah Profesor. Bau mulutnya semakin menjadi-jadi.

Semua warga suku diam menunggu keputusan dari sang ilmuwan. Kepala suku melotot menunggu dengan tidak sabar setiap jawaban yang keluar dari mulut sang ilmuwan.

"Mati," lirih sang ilmuwan. Mengingat cerita Prof. Mangkurodjo, lebih baik mati daripada dipongkah.

"Mati!" jerit sang kepala suku kepada segenap rakyatnya.

"Matii!" sambut para kanibal tersebut dengan antusias kemudian menari a la suku pedalaman mengitari sang korban.

Akhirnya, Prof. Mangkurondhopun dipongkah sampai mati.

(sumber: cerita dari mulut ke telinga, otak, mulut, dan telinga lagi)


Kali ini, semua menjadi lancar. Surat dispensasi dari Kanwil telah diperoleh, SPM dibuat dan diajukan ke KPPN beberapa hari kemudian, dan SP2D dari KPPN terbit di hari berikutnya. Next stage, ngambil uang.

"Bisa nanya saldo ngga', Bu?" tanyaku
kepada seorang petugas bank.

"Nomor rekeningnya, Pak?"

"081575796xxx."


"satu juta sekian sekian."

"Serius?"

Akhirnya dengan sedikit malas diriku masuk ke dalam (salah satu ruangan yang terletak di belakang teller, melalui pintu di sebelah area teller) dan menemui pegawai bank dengan jabatan yang lebih tinggi.

"selamat siang, Pak," sapaku (mencoba) ramah kemudian memperkenalkan diri, basa-basi, serta mengutarakan keluhan "... tapi kayaknya belum masuk rekening, padahal SP2D dari KPPN sudah terbit..."

Setelah melalui percakapan singkat dan sedikit bertanya kepada stafnya, Pak Bejo (sebut saja begitu) mengatakan bahwa memang transfer uang ke rekening bendahara belum dapat dilakukan dan menjanjikan masalah ini akan diselesaikan hari ini juga dan besok pagi uang sudah dapat diambil.

Keesokan harinya....

Hari ini adalah hari yang langka karena seluruh planet-planet terletak dalam kedudukan yang sejajar. Tidak, itu tidaklah benar tetapi hari ini adalah hari yang sungguh penuh kebetulan karena dengan kedatangan tamu penting dari kantor pusat, seluruh prajurit pemeriksa yang sedang berpencar di daerah penugasan masing-masing diinstruksikan oleh Bos Besar untuk kembali dan menyambut Sang Tamu. Dengan demikian, jika hari ini saya berhasil mencairkan uang untuk biaya pemeriksaan, dana tersebut dapat segera didistribusikan langsung kepada tim-tim bersangkutan tanpa harus melakukan ritual transfer antarrekening yang ribet dan melelahkan.

Dengan persiapan doa seadanya, dua lembar cek (nominal pengambilan separuh dari nilai yang diperlukan telah terlanjur tertulis di satu lembar sehingga diperlukan satu lembar lagi untuk menutup separuhnya), serta seorang bodyguard (satpam) yang sangar (tapi ramah), diriku berangkat pagi-pagi ke bank.

Dengan sedikit basa-basi dan verifikasi cek yang prosedural, jumlah uang yang diperlukan dapat diambil walaupun sedikit menunggu.

"Tunggu sebentar, ya, Pak," kata Pak Untung (teller bank dengan nama samaran) sambil masuk ke ruangan lain yang aku perkirakan adalah tempat penyimpanan uang.

Kemudian beliau kembali dengan tergopoh-gopoh, "Pak ceknya belum diberi tanggal," sambil menyodorkan cek yang dimaksud.

Dengan sedikit gerakan diriku membubuhkan tanggal di sebelah kanan atas cek kemudian Pak Untung kembali kedalam.

Kedua kalinya dia datang dengan kecepatan yang tidak biasa (sebut saja agak terburu-buru), "Yang ini juga belum diberi tanggal, Pak," sambil menyodorkan lembaran cek kedua.

Arrrg (frase standar untuk mengungkapkan kekesalan), kenapa tidak dicek dari awal..., harusnya petugas bank memeriksa kelengkapan dokumen (tanda tangan, tanggal, nama, dsb.) dari awal. Tapi diriku maklum dengan usianya yang kemungkinan besar mendekati kepala lima, diriku yang masih belia saja suka ngeblank.

Suatu pagi, diriku hendak berangkat ke kantor dengan penuh semangat a la Spongebob. Semua persiapan sudah dilakukan; absen pagi (boker), pake baju (ya iya lah), menyisir rambut, memakai minyak wangi (dengan harga semurah itu, wangi yang timbul hanya sebatas sugesti aja), memakai hand-body lotion (sedikit metroseksual gapapa kan), bawa laptop (pinjeman kantor), bawa kunci laci kantor dan kunci motor, serta mematikan lampu kamar.

Keluar kamar, menutup pintu.

Arrrg, kunci kamar tertinggal di dalam. Bagaimana mengunci pintu tanpa kuncinya?

Membuka pintu yang susahnya bukan main (knopnya sudah agak rusak), mengambil kunci pintu, keluar kamar, mengunci pintu, segera hendak menstater motor.

Arrrrrrrrg, kunci motor tertinggal di dalam kamar ketika mengambil kunci kamar.

Membuka pintu yang susahnya bukan main (knopnya sudah agak rusak), mengambil kunci motor, keluar kamar, mengunci pintu, segera menstater motor.

Akhirnya diriku berangkat kantor a la semangat Squidword.



Akhirnya,uang yang diperlukan dapat segera dibawa pulang.

=============

Yang dimaksud TUP di sini bukanlah Tante-tante Unjuk Paha, Tukang Ukur Pinggang, Topi Untuk Pajangan, dan istilah ngga' mutu lainnya tetapi Tambahan Uang Persediaan.

Jadi begini ceritanya, setiap instansi pemerintah (sebut saja satuan kerja - satker) memiliki anggaran untuk digunakan selama satu periode (yang lamanya satu tahun). Dari sekian rupiah anggaran tersebut, ada sepersekian (sesuai ketentuan) yang boleh dicairkan (ditransfer dari rekening negara) ke rekening bendahara satker tersebut. Uang tersebut digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang jumlahnya kecil (seperti pembelian peralatan kebersihan, perbaikan mobil dinas dan apapun yang nilainya kecil yang sudah teranggarkan) dan disebut Uang Persediaan (UP). Jika UP sudah hampir habis, bendahara satker dapat mengajukan reimburst ke KPPN dengan melampirkan rincian pembelanjaan yang sudah dilakukan. Pengelolaan UP mirip petty cash - istilah yang lebih familiar bagi para akuntan - dalam lingkup yang lebih luas.

Ada kalanya, bendahara memerlukan uang yang sangat banyak untuk membiayai kegiatan yang sudah

dianggarkan tapi sifatnya mendesak seperti kegiatan pmeriksaan laporan keuangan yang dilakukan serentak oleh beberapa tim sekaligus (terhadap beberapa laporan keuangan pemerintah daerah sekaligus) dan menuntut biaya yang tidak sedikit. Untuk itulah Tambahan Uang Persediaan (TUP) diperlukan. Kegiatan yang dibiayai dengan TUP harus sudah selesai dalam waktu satu bulan sejak SP2D diterbitkan dan sisa dana harus ditransfer ke rekening negara.

1 komentar:

Tulislah apa yang ingin ditulis dan dan klik "Poskan Komentar" bila Anda sudah siap.

Konten Lainnya