Penelusuran google

Sabtu, 06 Desember 2008

Cape, Deh...


Saya merasa tidak nyaman membaca tulisan ini.
Lokasi: Bandara Soekarno Hatta

Rabu, 19 November 2008

Senin, 20 Oktober 2008

Mutasi

Pernah rasanya bermutasi? Tiba-tiba jadi kuat setelah digigit laba-laba beracun hasil rekayasa genetik? Itu namanya Spiderman. Tiba-tiba jadi idola wanita setelah disepak buaya lumpur lapindo? Itu namanya Buaya Darat.

Mutasi yang saya alami memang sedikit berbeda; tidak melibatkan perubahan DNA ataupun peningkatan hormon yang luar biasa, hanya mutasi pegawai. Garing yah...

Rumput tetangga memang salalu terlihat lebih hijau, begitulah pepatah yang sering kita dengar. Bintang film terlihat lebih ganteng, Presiden terlihat lebih kaya, Orang Jepang terlihat lebih pintar, orang Cina terlihat lebih pelit, Wordpress pun terlihat lebih menjanjikan dengan fitur template yang lebih lengkap.

Para maniak blogspot jangan marah dulu, saya hanya singgah sebentar di titikn0l.wordpress.com. Antara menetap atau sekedar mampir itu diputuskan nanti. Siapa tahu saya kepincut sama anak gadisnya barulah bisa diputuskan menetap untuk waktu yang lama dan melepas blogspot sendiri. Kejam ya, namanya juga mekanisme pasar, ada persaingan sempurna, ada yang berhasil, ada juga yang tidak laku dan ditinggalkan.

Siapa bilang cuma PNS yang bisa mutasi, blog pun bisa berubah. Sayang, tidak ada tempat mangkal yang lebih "lokal", kedua-duanya sama produk Barat. yak, setelah pita digunting, kendi dipecahkan, gong dipukul, dan tombol "enter" ditekan resmilah titikn0l pindah (sementara dan mungkin selamanya) dari Blogspot ke Wordpress. Kres... prakk... gooooong... klik.

Minggu, 19 Oktober 2008

Sepuluh itu Sembilan Ditambah Satu

Ribuan orang menulis blog ribuan pula pemikiran dan kisah yang ditulis. Setiap blogger memiliki gaya penulisan dan tema cerita sendiri. Tentu saja titikn0l juga memiliki warna tersendiri (dengan gaya pembawa acara Silet).

Puisi, tidak pernah tuh masuk postingan saya, bukan karena saya membenci puisi tetapi saya buta puisi; hanya memandang puisi sebagai kumpulan kata dengan akhiran yang seragam (biasanya disebut serima). Padahal kata orang puisi sangat diperlukan dalam urusan gaet-menggaet cewek. Terserahlah, nanti kalau dipaksa puitis malah bukannya romantis tapi jadi kisah cinta tragis gara-gara ditolak gadis. Memang miris. Mending cari cewek yang kebal puisi juga, he...he.... Mending dicap ngga keren daripada dituduh cuma ikut-ikutan tren, lihat saja banyak artius yang jadi mendadak religius pas bulan puasa rame-rame rilis album bertema agama, tak ketinggalan juga Si inul Daratista.

Cerita seputar pekerjaan..., sudah saya coba hindari postingan semacam ini tetapi dalam beberapa kesempatan saya tidak dapat membendung hasrat untuk menceritakannya. Tentu saja postingan saya tidak dapat sepenuhnya dicerna oleh orang awam ibarat seorang Akuntan baca buku Kalkulus I, kalkulus II, Kalkulus III, dst. ya tidak nyambung. Maksudnya teknis banget gitu, blogger yang pingin blognya laku sangat tidak disarankan untuk meniru yang satu ini.

Kisah-kisah pribadi..., maksud saya yang benar-benar untuk konsumsi pribadi tidaklah cocok dimuat dalam media yang ditujukan untuk konsumsi publik. Seperti misalnya:
Gue lagi sedih ni. Gue baru aje mutusin cewek gue. Gile aje, masa gue ngegep die lagi jalan ame cowok lain, bla...blas...blas...blas...bablas angine....

atau
Setelah tiga bulan pencarian di Hongkong akhirnya ketemu juga, warung yang menyediakan daging wanita muda. Sebagai kamuflase, warung itu juga jual macem-macem makanan, ada ayam, babi, bebek, anjing, tikus, belalang. Menu daging perawan muda tentu saja tidak masuk dalam daftar menu, harus ngomong langsung dengan pemilik warung. Itupun harus meyakinkan dia kalo kita bukan polisi. Akhirnya kelaparanku selama ini dapat terobati... dst.

Bukannya apa-apa, selain tidak penting, posting-posting semacam itu dapat merugikan kita seperti misalnya, saingan dalam cinta langsung mengambil langkah setelah mendengar cewek incarannya menjomblo. Tentu saja sang saingan yang melek internet sudah lama memantau perkembangan blog saya. Coba saja cari di Google dengan kata kunci "Azhar firdaus" pasti akan keluar blog saya dan blog yang pernah saya tinggali komentar. Polisi yang sudah lama memburu para kanibal pasti akan sering cari "daging manusia", "daging wanita muda", dll. di Google.

Nah, kali ini saya dipaksa membuat postingan bertajuk "10 Fakta tentang Saya" oleh seorang berinisial D (pernah dengar komik/anime berjudul "Initial D"? Itu tidak ada hubungannya dengan posting ini). Sebuah posting yang sangat menyentuh daerah pribadi (Apa maksudnya...?).

Sebelumnya, sedikit kilas balik ke zaman saya SD dulu. Sewaktu masih kelas 3 atau 4 (lupa....) karena sindrom-pengen-terkenal yang menggebu-gebu akhirnya saya secara iseng-iseng saya mengirimkan biodata beserta pas foto ke sebuah majalah yang sangat terkenal di kalangan anak muda pada zaman itu, majalah MOP namanya. Alhasil, foto beserta biodata saya terpampang dalam rubrik sahabat MOP, rubrik yang paling jarang dibaca setelah Pengantar Redaksi. Memang tidak banyak yang tahu tetapi segelintir orang yang menyadari keeksisan saya dalam dunia jurnalistik (cieee.... masuk majalah, gitu loohhh) membuat saya tidak nyaman. Salah satu di antaranya adalah seorang maniak sahabat pena dari ... (lupa daerah mana) yang terserang virus mematikan bernama "Surat Berantai". Dari sekian milyar manusia di bumi ini, dari sekian juta pelajar di Indonesia, dari sekian ratus Sahabat MOP, terpilihlah lima orang menjadi downline-nya dengan diriku sebagai salah satunya.

Beberapa abad kemudian, Nenek lampir dibangkitkan....Beberapa tahun kemudian saya mencoba untuk terkenal untuk kedua kalinya. Friendster jalannya, situs pertemanan semu yang cukup menjanjikan. Sayangnya, diperlukan koneksi internet yang berlimpah untuk dapat selalu eksis dalam dunia FS (ngasi komen, ngeganti sotout, ngisi bulbo, berjam-jam ngatur layout, dan tentu saja ngeadd member yang tidak kita kenal untuk kemudian dijadikan fren) yang tentu saja tidak dimiliki pemuda kampung sepertiku. Akhirnya dengan bersahaja (apa maksudnya...) diriku memanfaatkan FS ala kadarnya untuk lebih mencari teman SMA/SMP dulu serta kawan-kawan yang jauh, dengan FS serasa lebih dekat.

Hahah... jangan curiga saya telah diperbudak FS untuk promosi mati-matian. Bukan itu intinya. Kembali ke kalimat utama paragraf sebelum paragraf di atas yaitu tentang "Surat Berantai". Dalam dunia FS (dan mungkin situs jejaring sosial yang lain seperti: Hi5, Facebook, Multiply, Divide, Add, dan Subtract) dan sebelumnya tersebar via surek (surat elektronik, bo, a.k.a. e-mail), dan sebelumnya lagi via sms sudah ada yang namanya surat berantai sejak beberapa tahun cahaya yang lalu. Ciri utama surat berantai ini adalah objek surat didahului [FWD] atau [TRS] yang tentu saja singkatan dari forward dan terusan (ya, toh?), jarang yang dengan rajinnya mengubah objek surat atau sekedar menghapus karakter-karakter yang diapit tanda kurung kotak tadi (apa namanya yah?). Motto surat semacam ini sangat sederhana, "forward dulu baru baca".

Nah ibarat surat berantai yang versi kertas, surek semacam ini juga tidak memiliki aura "inilah saya; ini kata-kata saya; saya berbicara dengan anda", seperti ketika membaca sebuah surat yang berbentuk foto kopian cuma diganti nama pengirimnya saja, satu kata, hambar. Hambar? Iya. Ketika membaca tulisan tangan seseorang atau setidaknya hasil ketikan dia (hasil pemikiran dia; susunan kata-kata yang khas dari dirinya) tentu sedikit banyak kita akan terbayang dirinya (cie...............), inilah yang disebut aura "inilah dia; inilah kata-katanya; dia berbicara dengan saya". Seperti Anda membaca blog ini pasti akan terbayang aura saya yang terlihat cerdas, tampan, baik hati, suka menabung terlihat dari susunan kata-kata yang luar biasa dari otak saya (*dengan gaya pambawa acara enterpreunership*). Tepuk tangan untuk akting saya yang jelek....

Oleh karena itu, setelah dijelaskan dengan panjang kali lebar sama dengan luas, kesoktahuan saya mengarahkan saya untuk tidak mengabaikan surat berantai yang saya terima. "Jika surat ini tidak disebarkan ke sepuluh alamat e-mail lainnya dalam jangka waktu satu jam, anda akan tertimpa kesialan....", atau "Sebarkanlah info ini ke sepuluh teman anda....", "kirimkan ke sepuluh nomor M3 lainnya dan anda akan mendapat pulsa gratis rp100.000, gratis!...." atau "tunjuk sepuluh blogger lain untuk memposting tema serupa....", sudah tidak mempan terhadap saya. Ya, sedikit pengakuan dari saya, ada beberapa e-mail yang saya forward juga, tentunya dengan pertimbangan tersendiri.

DISCLAIMER: Terlepas dari itu semua, saya tidak pernah membenci para penyebar surat berantai ataupun berniat untuk kampanye habis-habisan untuk menentang beredarnya surat berantai. Sedikit iseng-iseng masihlah termasuk hal yang lumrah.

Kembali ke soal "10 Fakta tentang Saya", dengan sedikit kebijaksanaan (apaan sih) saya sajikan (apa lagi?) dalam postingan saya kali ini yang tentu saja sudah saya paparkan dalam uraian di atas(ini juga!). Untuk mengingatkan, kita lihat lagi chart MTV Ampuh kali ini.

#1 Saya tidak suka membaca puisi dan membuat puisi karena memaksa saya untuk membangkitkan jiwa pujangga saya yang sedang hibernasi jauh di lubuk hati yang paling dalam.

#2 Saya suka mencampurblenderkan ngeblog dan menyusun laporan sehingga diksi dalam blog saya maupun laporan yang saya susun menjadi kacau.

#3 titikn0l adalah blog saya, memang belum dipatenkan tetapi tidak dianjurkan untuk meniru, percuma, ngga' laku.

#4 Saya suka membaca majalah MOP, bukan karena menjadi barometer gaul atau tidaknya seorang pelajar tetapi karena menjadi majalah yang paling banyak mengisi perpustakaan sekolah. (Coba bayangkan apabila anda mencoba kabur dari kelas yang kosong karena guru sedang rapat/sakit/mangkir *)coret yang tidak perlu dan anda menemukan tempat teraman dan bebas dari razia untuk nongkrong yaitu perpustakaan dan anda hanya menemukan buku Kalkulus, Klasifikasi Kingdom Hewan, dan majalah MOP, mana yang anda pilih?) Dulu, saya mengira MOP adalah singkatan dari Majalah Orang Pelajardan akhir-akhir ini berubah menjadi Madjalah Oentoek Peladjar. Mana yang benar itulah yang jadi misteri.

#5 Saya membaca majalah Si Kuncung dengan alasan yang serupa.

#6 Saya ingin terkenal tetapi tidak mau kawin-cerai-kawin-cerai terus sering ngancam-ngancam wartawan infotaimen yang selalu menekan saya untuk membuat pernyataan sehingga saya emosi dan mengeluarkan pistol punya saya terus saya diberitakan dengan keterangan sepihak bahwa saya telah mengintimidasi wartawan. Sekarang kalian tahu gunanya titik dan koma, kan?

#7 Saya tidak hobi merantaikan surat apalagi dari orang yang tidak dikenal.

#8 Saya punya Friendster, tentu saja sebagai jalan untuk terkenal tetapi apa daya, hall of fame itu semu semata. Saya punya cara baru untuk terkenal: ngeblog tapi gagal juga. Samson di film tuyul dan Mbak Yul: "Gagal maning..., gagal maning...."

#9 Saya bukan kanibal pemakan daging wanita muda, itu hanya ada dalam film mandarin murahan yang pernah saya tonton. Salah dia, bikin blog terus ketahuan polisi, eh ternyata polisinya kanibal juga jadi minta jatah juga. akhirnya polisi itu dibunuh (tetapi tidak dimakan, kan bukan wanita, sudah tua pula), bla...bla....

#10 Saya sangat sok tahu. Tentu saja keahlian ini sangat diperlukan dalam dunia politik yang tidak menentu ini. Sok-sok yang lain juga diperlukan, seperti: sok alim padahal suka godain sekretarisnya, sok bisa-meramalkan-kejadian-lima-tahun-mendatang padahal cuma tarif promo (baca juga dong tulisan yang kecil di pojok itu: syarat dan ketentuan berlaku), sok membela rakyat padahal lebih tepatnya memperjuangkan uang rakyat agar tidak masuk kantong orang lain, sok membasmi korupsi padahal kampanyenya penuh dengan politik uang, sok pintar padahal selalu nanya sama bawahan, sok taat hukum padahal selalu mencari celah hukum, dan sok-sok yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Ingat, ini paragraf Deduktif jadi kalimat utamanya adalah kalimat pertama, saya cuma sok tahu, yang lain dikit-dikit ada sih tetapi tidak separah para pejabat.

Hehe.... utang lunas, sepuluh fakta telah diwahyukan dan dengan bijaksana saya tidak perlu menunjuk sepuluh blogger lain karena tidak sesuai dengan amanat Pembukan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi (kalau belum berubah....): "kemerdekaan adalah hak segala bangsa...."

Akhir kata, saya ucapkan selamat kepada pembaca yang telah bertahan selama ini untuk membaca sampai kata-kata terakhir tanpa merasa mual.

Sabtu, 11 Oktober 2008

Yang Penting Best Look, Kesehatan Nomor Dua


Mbak...mbak. Mbok yo toh kaki sendiri dipikirin. Wong sudah jelas diperban gitu kok maksain pake sepatu. Kalo jalan tambah susah kan.

Jumat, 26 September 2008

Metal Bending

Itu yang bikin judul ngawur aja... *memukul-mukul kepala;frustasi* ... akibat dari kejar tayang redaktur blog (gayax ajax....).

Ya, kejadiannya kan pas bulan puasa jadi tidak punya banyak waktu untuk ngenet, lebih untuk kegiatan ibadah (tidur, buka bersama, ...) dan kerja (baca: datang agak telat, duduk diam, buka internet, ngegosip, ngerapel absen, pulang lebih awal).

Seperti kali ini, ada acara buka puasa bersama yang diadakan kantor. Yap, kantor, yang artinya pake duit kantor yang diambil dari anggaran negara dan bersumber dari pajak dari rakyat. Makan uang rakyat dong..., ya iya lah kan "dari rakyat(jelata) - oleh rakyat (yang jadi PNS rendahan) - untuk rakyat (yang jadi penjahat pejabat)"

Maafkan diriku wahai rakyat Indonesia (terutama yang bayar pajak), aktivis kampus, dan Kang Iwan Fals, memang beginilah Indonesia kita, masih promitif, masih pakai hukum rimba, yang kuat lobi dan jabatannya yang menang.

Kita tidak akan membicarakan politik, terlalu kahyangan buat makhluk bumi sepertiku. Kita bicara soal buka puasa bersama saja dan tentu saja kejadian yang menimpa belalang tempurku.

Detik-detik adzan maghrib semakin dekat, langit sudah mulai gelap, diriku masih berada dirumah (kost sweet home). Dengan persiapan seadanya, topeng pejabat penting dan artis terkenal kutinggalkan di kotak make up, cukup pake muka sendiri.

Jalan-jalan Kota Jambi kulalui dengan kecepatan yang tidak beretika. Maafkan diriku pak Polisi, para pengguna jalan (terutama yang bayar pajak), dan aktivis antiglobal warming (kan motornya bikin polusi).

Setengah jalan pertama, ruas-ruas jalan kulalui dengan mulus tanpa terdengar umpatan sedikitpun, dalam hal ini helm sangat membantu. Kejadian naas itupun terjadi setelah mencapai 2/3 perjalanan. Oknum pengemudi motor masuk pertigaan dari ruas jalan sebelah kiri dengan kecepatan yang tidak kalah ugal-ugalannya. Selama beberapa puluh ribu nanodetik sebelum tumbukan, saya berhasil membelokkan arah kemudi beberapa derajat untuk menghindari tumbukan, lawan main juga melakukan hal yang sama. Beruntung tumbukan tidak terjadi sehingga rumus hukum kekekalan momentum tidak dapat digunakan, cukup pake rumus gaya gesek untuk menghitung kerusakan yang terjadi akibat serempetan (Bahasa indonesianya apa ya?).

Teringat Kstaria Baja Hitam yang untuk selanjutnya disebut KBH RX ketika melawan lawannya (ya iya lah..., kalo sama teman namanya berteman) yang sama-sama berkendara motor. Kedua-dua selalu menyerang dengan motor melayang dan berserempetan di udara. Ya, serempetan, tidak pernah terjadi tumbukan, hanya serempetan, tentu saja disertai efek percikan api agar lebih mantap. Kali ini tidak ada percikan api dan tidak ada motor melayang tapi beruntung di antara kami tidak ada yang terjatuh.

Kerugian yang tercatat adalah bengkoknya step (baca: pijakan kaki) dan beberapa cc adrenalin yang muncrat sia-sia. Jadi bukan karena ada pengendali tanah dari Negara Tanah yang membengkokkan step belalang tempur saya. Untuk meluruskan kembali cukup dengan sentuhan pemilik bengkel terdekat, ya pasti bayar lah.





Malam itu, Senin tanggal 22 September 2008 saya berhasil menghadiri buka puasa bersama dengan selamat. Makanya jangan terburu-buru kalo ada barang gratisan....

Selasa, 16 September 2008

Inisiasi

Hari ini, 13 September 2008,....

I'll Be Allrightnya Anggun berdering dari hapeku. Pagi-pagi puasa sudah ada yang telepon.
Rupanya Abang Ferhad (AF), "Zhar, aku sudah di depan rumah," katanya. Dengan tenaga yang ada diriku segera bangkit menyambut tamu spesial dan segera bertolak ke Mendalo di Filipina di Muara Jambi sana.

Sehari yang lalu, Jumat, 12 September 2008,....

"asmkm, zhar, bsok brkt jam brapa?," sms dari AF kuterima. "Kalo bs pagi sblm jam7.poto dah dicetak ni," balesku.

Beberapa saat sebelumnya....

"Mbak, minta cetak masing-masing 2x3 sepuluh kali sama 3x4 sepuluh kali," pintaku (cieeh, diksinya) sambil menyerahkan flashdisk.
ABG-lumayan-cakep-penjaga-konter-hape-sekaligus-cetak-foto-digital: "...."

"Mbak, minta cetak masing-masing 2x3 sepuluh kali sama 3x4 sepuluh kali," kataku, copy-paste dari kalimat di atas.

ABG-lumayan-cakep-penjaga-konter-hape-sekaligus-cetak-foto-digital: "Apa, Bang?"
"Mbak, minta cetak masing-masing 2x3 sepuluh kali sama 3x4 sepuluh kali," menekan ctrl+v untuk kedua kalinya, "ini cetak sepuluh...."

ABG-lumayan-cakep-penjaga-konter-hape-sekaligus-cetak-foto-digital: "Ooh... sepuluh lembar?"

"Ya...," mulutku, "cakep-cakep kok tulalit," otakku.

Sinetron ini dilanjutkan dengan adegan tidak penting di mana ABG-lumayan-cakep-penjaga-konter-hape-sekaligus-cetak-foto-digital tersebut rupanya kurang mumpuni menangani Adobe Photoshop yang memang didesain untuk profesional dan kemudian diriku berpindah konter dengan penjaga yang lumayan cakep juga tetapi sudah agak dewasa. Sedikit pelajaran hari ini, ternyata ada korelasi antara kedewasaan dan kemampuan menggunakan perangkat lunak... (ga penting ya....)

Lima hari yang lalu, Senin, 8 September 2008,....

"Kurang ajar," Aji melepaskan kekesalannya dengan diksi yang salah, "Masa aku coba transfer di BRI kota sini kata tellernya nama pemilik rekeningnya salah. Berarti pemilik rekening-rekening itu bukan Rektor dan Dekan Universitas Jambi (untuk selanjutnya disebut Unja), dong. Unja memang licik."

"Jadi harus transfer di BRI deket kampus Unja sana, dong. Sekalian aku nitip transfer ya...."

Rabu
, 10 September 2008, sore hari,....


Aji Melapor. Rupanya, BRI di kampus Unja belum online jadi tidak ketahuan pemilik rekening sebenarnya yang mengaku sebagai dekan/rektor tersebut. Bisa saja Mbah Marijan, Al Amin Nasution, Dewi Perssik, atau artis-artis lainnya. Setiap slip transfer hanya dicap dan tanda tangan petugas bank. Sungguh dosa besar dalam dunia Sistem Pengendalian Intern.

Dengan demikian secara resmi saya sudah membayar uang pembangunan, uang kemahasiswaan, dan apapun itu sebagai mahasiswa baru Program Ekstensi Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, akreditasi N/A (terpaksa tidak ada yang lebih bermutu di Kota Jambi ini).

Sabtu, 13 September 2008, hari terakhir batas waktu registrasi mahasiswa baru...

Semua terlihat normal dan terrencana, berkas-berkas telah disiapkan. Pengambilan formulir registrasi tidaklah terlalu bermasalah. Dalam hal ini pungli Rp1.000,00 perorang tidak dipermasalahkan. Pelayanan satu pintu sangat diagungkan, semua mahasiswa berjubel di satu loket, sungguh pemandangan yang tidak luar biasa di Indonesia. Banyak yang tidak membawa persyaratan lengkap karena minimnya informasi. Dalam pengumuman disebutkan cukup membawa slip transfer untuk mengambil formulir registrasi ternyata harus membawa foto kopi ijazah dan pas foto 3x4 dua lembar. Diriku aman, semua sudah disiapkan berkat info yang akurat dari Riski, teman kantor yang lebih dahulu sudah melakukan registrasi.

Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengisi formulir. Rupanya ada empat lembar formulir yang harus diisi, dan tiga di anataranya harus ditempel pas foto beralmamater Unja. Masalah almamater ini sudah diselesaikan secara jantan.

Kamis, 11 September 2008

Berdasarkan informasi dari Riski, untuk mengambil jaket almamater Unja, diperlukan bukti pengambilan registrasi DAN HASIL TES URINE. Persyaratan yang kedua menjadi masalah karena tidak pernah disosialisasikan sejak awal dan tidak ada dasar hukum yang jelas apakah itu Undang-undang Dasar, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, ataupun Keputusan Rektor atau Dekan, atau apapun yang bisa dijadikan dasar. Tanpa adanya hasil tes urine jaket almamater tidak dapat diambil. Tanpa Jaket almamater tidak bisa foto dengan menggunakan jaket almamater. Tanpa pas foto berjaket almamater tidak dapat mengisi formulir registrasi. Jadi ingat rantai makanan....

Riski dengan sedikit usaha dapat meminjam jaket almamater kepada Pipit, oknum mahasiswa baru yang dengan patuhnya menjalankan tes urine. Lebih tidak bermoralmodal lagi, diriku bersama dua oknum lainnya menempuh jalur lebih singkat. Dalam hal ini Photoshop bajakan sangatlah berguna, cukup menindih kepala Riski dengan kepala kami, jadilah foto kami beralmamater, tinggal dicetak massal.

Kembali ke hari ini, 13 September 2008,....

Pengisian formulir registrasi berlangsung efisien, pensil 2B pinjam, lem minta, sungguh irit. Pengisian biodata tidak seifisien yang diperkirakan, ada formulir yang manual dan ada formulir yang menggunakan pensil 2B, merepotkan. Total pas foto yang harus ditempelkan sudah tidak terhitung lagi (hiperbolik banget). Tetapi semua dapat diatasi, semua disatukan dan dimasukkan dalam map.

Loket sudah semakin padat, absurd, tidak ada yang mengatur antrian sehingga tentu saja alih-alih terdapat antrian yang ada adalah kerubutan (turut berduka cita atas kejadian pembagian zakat di Pasuruan). Dengan gerakan yang efisien diriku berhasil meletakkan map punya saya di mulut loket, licik yah. Licik itu relatif, jika semua melakukan hal yang sama berarti cukup adil.

Map masuk ke dalam dan melewati proses yang panjang dan melelahkan di tangan petugas. Formulir yang di rapihkan kemudian dipisahkan mana yang untuk kampus mana yang untuk bank kemudian salah satu bagian dikembalikan sebagai kartu mahasiswa sementara. Ternyata map punya saya tidak melewati proses yang semestinya karena kurang satu dokumen yaitu foto kopi ijazah. Ya ampuun, sudah berapa kali diriku menyerahkan ijazah ke mereka? Sekali ketika pendaftaran awal sebelum matrikulasi, kedua hari ini saat pengambilan formulir registrasi, dan masih harus menyerahkan untuk ketiga kalinya, hattrick dong.

Hal ini menjadi sangat bermasalah karena:

1. Saya tidak menyimpan ijazah asli. Ijazah asli masih tersimpan di suatu ruangan di STAN sana. Maklum, ikatan dinas, jadi biar tidak kabur ijazah ditahan dulu dan hanya diberi tiga foto kopian yang sudah dilegalisasi.

2. Dari tiga lembar foto kopi ijazah dua lembar di antaranya sudah berpindah tangan ke Unja,

3. Foto kopi ijazah terakhir saya simpan di filling kabinet di kantor dan dikunci.

4. Kunci filing kabinet saya simpan di rumah.

5. Posisi saya sekarang adalah di kampus Unja.

Dengan gerakan a la Valentino Rossi yang kebelet pipis, saya segera melakukan tindakan semestinya. Singkat kata singkat cerita, foto kopi ijazah sudah di tangan. Untuk antisipasi apabila suatu hari saya memerlukan ijazah saya, saya harus menyimpan salinannya. Saya memutuskan untuk melakukan pemindaian.

Permasalahan selanjutnya:
1. Scanner berada di ruang Subbagian Hukum dan Humas yang dikunci,

2. Kunci ruangan dipegang satpam;

3. Satpam yang bersangkutan yang seharusnya standby ternyata tidak di tempat dan beredar entah ke mana, terpaksa harus mencari kunci ruangan di meja satpam,

4. Jumlah kunci ruangan sangat banyak dan semuanya berbentuk sama, harus dicoba satu persatu.

Akhirnya perjuanganpun dimulai. Dengan kemampuan supranatural saya yang memang tidak natural saya mencoba menebak kunci mana yang digunakan untuk membuka ruangan. Berhasil! Berhasil saudara-saudara, setelah percobaan kesembilan saya berhasil menebak kunci yang benar. Adegan selanjutnya sama sekali tidak memiliki unsur mistis, ijazah yang sudah berbentuk kopian saya scan dan disimpan dalam harddisk.

Pikiran jahat saya:

Jika suatu saat saya memerlukan ijazah saya, misalnya seorang penjual nasi uduk tidak percaya saya berhasil luluslolos STAN dan saya harus menunjukkan foto kopi ijazah yang sudah dilegalisasi, atau sekadar pamer kepada calon mertua, saya harus mencetak ijazah saya dengan printer warna sehingga stempel "sesuai dengan aslinya" terlihat berwarna biru dan terkesan stempel asli.

Setelah melaksanakan apa yang diperlukan, dengan semangat a la Valentino Rossi saya memacu motor Yamaha saya. Kali ini Bang Rossi kebelet boker dan satu-satunya WC yang terdekat adalah di kampus Unja.

Setelah berfikir 999 kali, saya berfikir sekali lagi dan memutuskan untuk tetap menyimpan foto kopi ijazah dengan stempel legalisasi asli dan menyerahkan ijazah hasil cetakan yang mirip dengan foto kopi ijazah dengan stempel legalisasi asli.

Dengan banyaknya mahasiswa baru yang melakukan registrasi, map saya berhasil lolos dan dikembalikan dengan form Kartu Rencana Studi beserta Kartu Mahasiswa Sementara. Hari ini cukup sekian, pengurusan KRS dimulai tanggal 19 September 2008 nanti.

Dosa saya hari ini:

1. Mengata-ngatai Unja yang lambat dan semrawut (ups, saya melakukannya lagi);

2. Memalsukan legalisasi salinan ijazah (bukan memalsukan ijazah atau jangan-jangan sebenarnya tidak ada ijazah yang asli dan saya tidak mengetahuinya). Ijazah asli saja bisa dipalsukan apalgi sekadar salinannya. Tanggal kadaluarsa saja bisa diganti, makanan sisa saja bisa diolah kembali, anggaran negara saja bisa dinego, nomor urut caleg saja bisa dipesan, bla...bla...bla....

3. Menggunakan nama Valentino Rossi tanpa membayar royalti;

4. Tidak mendukung Gerakan Disiplin Nasional dengan menyerobot menjejalkan map di mulut loket (sekali lagi, licik itu relatif);

5. Dengan sengaja tidak melakukan tes bebas narkoba, menghemat Rp120.000,00 tetapi rugi lebih besar karena tidak dapat mengambil jaket almamater yang sudah saya bayar sejak awal. Walaupun tidak dapat dijerat secara hukum tetapi dengan demikian saya tidak menunjukkan itikad baik.

Minggu, 07 September 2008

Krisis Privasi

Belalang tempurku melaju dengan kecepatan yang masih wajar (emang bisa melaju dengan kecepatan cahaya...?). Sejenak menoleh ke arah kanan jalan, Hau's Tea, salah satu restoran semi modern di Jambi, menjadi pusat perhatianku walau untuk sesaat.

Puasa-puasa begini memang penuh godaan, makanan misalnya (namanya juga puasa). Namun, godaan terhadap makanan tidaklah fatal karena seekstrim apapun dirimu membayangkan makanan dalam otakmu sampai air liur memuncratpun tidak akan membatalkan puasa. Coba godaan yang lain, menggunjing, berkata bohong, berpikir mesum, misalnya, susah dihindari dan kadang secara tidak sadar (baca: naluriah; reflek) kita melakukannya. Walaupun officially tidak membatalkan puasa, perbuatan-perbuatan remeh tersebut dapat menghilangkan makna dan pahala puasa. Kok jadi sok religius begini yah....

Sebenarnya yang menjadi perhatian utama sepersekian detik tersebut adalah tirai penutup jendela yang menghalangi akses orang di luar untuk melihat oknum-oknum yang sedang menikmati makanan di saat orang lain berpuasa. Menurut saya, tujuan utama pemasangan tirai tersebut menjadi bias antara sebagai bentuk toleransi terhadap orang yang berpuasa dan sebagai perlindungan terhadap identitas muslim yang meninggalkan kewajiban berpuasa. Lebih lagi, orang yang secara legal tidak berpuasa (orang yang beragama selain islam, maksudnya) akan merasa tidak nyaman dengan kondisi rumah makan/restoran yang tertutup.

Mbok yo jangan cuma rumah makan yang ditutup-tutupi, paha-paha dan aurat lainnya juga harus disembunyikan, they're bothering me.....


Met puasa ya....

Kamis, 28 Agustus 2008

Selasa, 26 Agustus 2008

Jika Dirimu Merasa gagal dalam Semua Hal, Lakukanlah satu hal lagi dan Kerjakan dengan Benar!

If you feel ... bla-bla-bla, susah ah menginggriskannya, yang penting kan mengerti maksudnya. Memang sebagian orang merasa lebih keren apabila menggunakan Bahasa Inggris dalam tulisannya. Tapi bagaimana ya, membaca aja sulit....

Benar kawan-kawan dan pembaca semua, beberapa waktu ini waktuku banyak tersita dengan pekerjaan. Suatu hal yang bertentangan dengan moto hidup "bekerjalah untuk hidup, jangan hidup utuk bekerja". Sampai-sampai blog yang sudah terasingkan dari peradaban ini terasingkan dari hidupku sebagai pengampu pula. Beruntung menemukan mobile blogging, sedikit kata-kata, banyak gambar, lebih sedikit waktu yang diperlukan untuk ngepost.

Ada yang bilang kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda, sebuah penyemangat yang mengisnpirasi. Diriku mengalaminya sendiri bapak-bapak dan ibu-ibu, kecewa rasanya apabila terjadi suatu hal yang tidak kita perkiraan sebelumnya. Terlebih lagi apabila keblunderan kita membuat kecewa orang lain yang mengharapkan pekerjaan yang baik dari kita.
Saya kira tidak perlu dideskripsikan secara detail dalam blog ini karena akan membingungkan pembaca semua.

Beberapa ini saya diuji dalam hal multitasking. Ibaratnya seperti ibu rumah tangga yang harus mendidik anak sekaligus harus bekerja seharian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dua hal yang berbeda tetapi seringkali diangap sebagai komplementer. Ketiga menghadapi dua ujung dunia yang berbeda tentulah semua tidak dapat diraih, salah satu harus diabaikan. Teringat salah satu adegan di mana Batman harus menyelamatkan salah satu dari dua sahabatnya yang disekap Joker di ujung sisi kota Ghotam yang berlainan, begitulah kira-kira. Ketika Batman memutuskan untuk menyelamatkan salah satunya, dia harus siap untuk menghadapi penyesalan yang tak berkesudahan karena meninggalkan yang lain.

Saya yang powerfull ini mencoba untuk menyelamatkan keduanya. Rupanya teknologi hyperthreading dalam otakku belum sempurnya, hampir-hampir nge-hang. Tidak separah itu sih, tetapi yang jelas membuat hidupku tidak tenang beberapa waktu terakhir. Banyak yang terselesaikan setengah dan beberapa terpaksa diabaikan. Kecewa, tidak ada yang terselesaikan tuntas. Setiap kali gagal, perasaan "i'm so damn looser" muncul dalam benak menimbulkan pemikiran "i can do nothing" yang sungguh membuat jatuh mental.

Untuk menghilangkan perasaan-perasaan jahat itu saya membuat rencana suatu hal yang mudah dikerjakan. Hasilnya, wholaa, i felt great (contoh pengunaan frase English biar lebih keren). Hari ini saya berhasil menyempatkan waktu untuk belanja buah di minimarket, saya berhasil dengan gemilang mendatangi tempat cucian motor dan pulang dengan motor yang kinclong, saya berhasil membeli titipan teman saya di toko sovenir, saya berhasil melakukan banyak hal tidak penting lainnya....

Whatever you say, at least i can do something successfully, puas rasanya.

Senin, 18 Agustus 2008

Mencoba Posting Berbobot


Can you help me finding something odd?

Abroading


Akhirnya foto ini dipublish juga.
Dari kiri ke kanan: Fauzan, sedang menimba ilmu Diploma 4 akuntansi di Jakarta; Azhar, ngakunya blogger padahal penggemar komik Jepang, masih terperangkap di Jambi; Lambang Prabowo, S.E., M.Si., Ak., di Jayapura.
Fotografer: Gentur, betah di Jakarta.
Latar belakang: perbatasan Indonesia - Jayapura.

Forbidden


Penggemar baju pink dilarang parkir di sini.

Ayo Bayar Pajak


Sadarlah wahai para fiskus dan wajib pajak nakal, andaikata pajak-pajak dari rakyat tidak dikorupsi tentu Sang Tong Sampah tidak perlu mengiba.

Minggu, 10 Agustus 2008

Blogwalkin


Jalan-jalan sambil ngeblog maksudnya. Tengkyu buat go.blogger yang ngasih fasilitas mobile blogging. Cocok buat yg ga sempet lama2 di warnet bo.

Pulaaang!


Ayo pulaaang!

Minggu, 27 April 2008

UAN (Ujian Apa Nyontek?)

Tipu muslihat seputar ujian akhir nasional (UAN) akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan yang terlalu hot untuk hanya sekedar info biasa. Memang kecurangan-kecurangan yang terjadi - sebut saja 'kebocoran soal' sebagai contoh - sudah menjadi langganan dari tahun-tahun sebelumnya (dan sebelumnya, sebelumnya lagi, dan sebelumnya semenjak ujian semacamnya ada pertama kali) tetapi akhir-akhir ini bau asapnya semakin menusuk hidung sehingga semakin banyak yang terungkap dan muncul ke media.

Salah satu penyebabnya adalah standar nilai kelulusan yang semakin tinggi dan mengkhawatirkan bagi banyak siswa yang memiliki prestasi pas-pasan (atau di bawah pas-pasan). Dengan semangat keputusasaan, banyak calon calon-sarjana (belum lulus SMA dan belum masuk kuliah) yang menempuh jalan pintas dengan "membeli" kunci jawaban kepada oknum yang tentunya mempunyai akses ke soal ujian.

Jumlah uang yang dikeluarkanpun tidak sedikit. Sebut saja nilai enam juta rupiah, sebuah nominal yang cukup besar (tetapi relatif sangat kecil dibandingkan uang yang hilang karena harus menunggu ujian susulan tahun depan; dengan asumsi kunci jawaban tersebut akurat, sang siswa dapat lulus SMA dan kuliah tepat waktu, serta mendapat pekerjaan) untuk untuk serangkaian kunci jawaban ilegal yang dikirimkan oleh 'nara sumber' via sms beberapa jam sebelum ujian berlangsung (saya menonton Reportase Investigatif Sabtu kemarin). Sayang, acara yang sarat kamera tersembunyi tersebut tidak mengungkapkan kekuratan kunci jawaban yang diperoleh (just wondering).

Tidak hanya siswa curang dan oknum laknat pembocor kunci jawaban yang menjadi tokoh jahat di sini, dewan guru dan segenap staf sekolahpun menjadi pemeran antagonis yang juga memegang peran dalam lingkaran mafia. Dengan segala cara, mereka 'membantu' siswanya agar dapat lulus (atau sekedar lolos?) UAN yang mengerikan. Sebut saja memberikan kunci jawaban dan memberikan tips-tips mencontek yang baik, sebuah daftar kejahatan yang berkopkan kebaikan. Beberapa tenaga pendidik beserta kepala sekolahpun beberapa waktu yang lalu berhasil masuk tivi karena tertangkapbasah sedang memodifikasi lembar jawaban siswa. Sungguh, itikad baik Departemen Pendidikan Nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa lewat standardisasi nilai UAN telah dikhianati sampai ke akar-akarnya.

"Kalau mereka tidak lulus, kan kasihan," ungkap seorang kepala sekolah yang dimozaik mukanya dan dibaskan suaranya dalam acara stasiun tivi swasta yang saya sebut di paragraf tiga di atas. Benarkah demikian alasan mereka? Bukan, Bapak-bapak dan Ibu-ibu, tidak setulus itu mereka berbuat kejahatan.

Kinerja, sebuah isu yang mulai menghangat di kalangan instansi pemerintahan. Sebut saja 'anggaran berbasis kinerja' yang dirilis dengan Undang-undang No. 17 tahun 2005 tentang Keuangan Negara ;menggantikan 'anggaran berimbang' buatan orde baru yang berhasil menyembunyikan trilyunan hutang negara selama puluhan tahun dan 'Pemeriksaan Kinerja' yang menjadi tugas baru BPK sesuai amanat UU No. 15 tahun 2007 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. 'Kinerja' sangatlah erat dengan ekonomis-efisien-efektif (3E) yang tersohor itu. Khusus dalam hal keefektifan, indikator apa lagi yang bersifat kuantitatif mengenai keberhasilan pendidikan selain 'persentase siswa yang lulus'?

Anda benar sekali, banyaknya siswa yang lulus menunjukkan tingkat kinerja sekolah (segenap staf, guru, dan kepala sekolah) dalam mendidik siswanya. Kinerja yang baik menjanjikan keuntungan material yang menggiurkan - mendapat nominal bantuan yang lebih besar, promosi yang lebih baik bagi segenap guru dan kepala sekolah, kesan yang baik dari masyarakat -, serentetan prestasi (yang sangat) semu bagi pihak sekolah yang dengan tega mempertaruhkan masa depan siswanya (coba kalau ada siswa yang tertangkap basah mencontek atau kelulusan mereka ditunda karena UAN harus diulang sebagai akibat kecurangan yang dilakukan pada saat pelaksanaan). Sudah gitu, para siswa malah merasa diuntungkan. Mereka jahat sekali yah.

Rabu, 16 April 2008

Minggu, 16 Maret 2008

Bukan Hanya PNS Saja ...



... main game saat bekerja.

Keluar Jalur

Sebagai pemuja otodidak, saya beranggapan hampir semua hal dapat dipelajari sendiri walaupun hasil yang diperoleh tidak secepat dan sebagus jika menggunakan metode yang sidah terstruktur (kuliah, kursus, atau les).

Sebagai penggemar serial Naruto, saya bertekad untuk mempelajari jurus-jurus ninja yang dipraktekkan para shinobi.

Dasar dari ninja adalah menyusup dan sabotase. Duel satu lawan satu dan bunuh diri ketika gagal seperti yang dilakukan para samurai adalah sesuatu yang tidak diperlukan. Tipu muslihat sangatlah efektif untuk menghancurkan lawan. Ketika terdesak, kabur dan menghilang adalah jalan terbaik.

Sebelum bergerak, pastikan perimeter aman.



Kadang ninja harus bergerak dengan posisi ekstrim untuk menghindari ranjau dan jebakan lainnya.



Memanjat sangat efektif untuk menerobos benteng musuh.



Terkadang penjaga lebih waspada sehingga terpaksa harus dihadapi dalam posisi sulit sekalipun. Keseimbangan mutlak diperlukan.





Yah, namanya juga tanding kekuatan, sekali-kali kalah tidaklah mengapa, yang penting tidak terbunuh. Memang, setiap jurus yang dikeluarkan harus diperhitungkan dengan hati-hati dan akurat. Remidial tidaklah berlaku untuk sebuah kegagalan.





Setelah berhasil kabur, pastikan mendapat tempat persembunyian yang aman.



Jika salah sedikit saja dan mengundang kesiagaan penjaga, tertangkap/disiksa/dibunuh adalah konsekuensinya.



Jika misi berhasil, jangan lupa foto-foto untuk kenangan.

Tiga Dewa

Mengingat masa-masa indah dulu memang menyenangkan. Banyak kenangan-kenangan yang tak terlupakan (pada prakteknya banyak yang terlupakan juga). Apalagi pada masa saya masih muda di SMA dulu banyak hal-hal baru yang diperoleh dan menjadi pengalaman yang sangat berharga. Sebagai seorang pemuda yang baru terserang hama pubertas, saya memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap segala hal. Ketika menemukan jawaban atas kuriositas (mencoba menyerap kata curiosity) yang mengebu-gebu, diri ini serasa mendapat kepuasan yang tiada tara (tentu saja ini hiperbolik belaka, jangan terprovokasi).

Salah satu jurus baru yang saya pelajari semasa SMA adalah jurus penguasaan komputer. Haha, memang pada abad dua puluh dulu yang namanya PC masih menjadi barang yang sangat langka (karena sekolahnya di pelosok kampung) jadi tidak mengherankan jika saya yang jenius ini (*dengan gaya bicara dan mimik muka Hanamichi Sakuragi) baru menyentuh barang yang disebut komputer (yang kata sesepuh merupakan barang yang sangat canggih dan dapat melakukan hampir semua hal)setelah masuk SMA.

Seorang bapak-bapak paruh baya, tetangga rumah di kampung sana (dengan berapi-api):
"Komputer itu sangat canggih, ya, mas. Kalo misalkan ada maling kabur terus kita pake komputer, maling itu bisa ketemu dengan mudah."

"Ya, Pak. Yang penting ada sidik jarinya terus dicocokkan dengan data (maksudnya basis data) yang ada di komputer nanti bisa ketahuan siapa orangnya."

Kemudian dia melanjutkan pembicaraan ngalor-ngidul kami dengan menjelaskan bahwa dengan komputer juga bisa melacak lokasi sang pencuri. Tentu saja semua tersebut mungkin tetapi prosesnya (pengguna, perangkat keras, perangkat lunak, dan basis data yang dipelukan) tidak sesederhana itu.

CERITA LAIN

Seorang bapak-bapak paruh baya juga:
"Kalo sekarang orang-orang nyimpen program (maksudnya fail), kan di disket. Kenapa tidak dibuat biar data itu bisa disimpen dalam bau-bauan."

Diriku hanya diam, tidak bisa menjelaskan teknologi yang belum pernah diskripkan dalam film manapun itu.


Pertama kali mengikuti ekstrakurikuler komputer, Microsoft Word terlihat sungguh canggih (beberapa tahun kemudian, saya baru menyadari bahwa aplikasi terhebat sepanjang masa adalah Notepad, Ms Paint, dan Command Prompt; hal ini akan dijelaskan kemudian).

Azhar sedang berlatih mengetik kalimat pertamanya. Pelajaran otodidak dengan mesin ketik di rumah membuatnya akrab dengan kibor QWERTY yang digunakan tetapi tentunya masih grogi menghadapi monitor CRT.

Andri, teman sekelas, lebih tajir dan sudah punya komputer:
"Zhar, kalo ngetiknya sudah mentok ke kanan tidak perlu di-enter, nanti otomatis ganti baris sendiri"

"Oh, ya, ngga' seperti mesin ketik ya."

Sebuah nasehat yang berharga dari seorang teman (so sweat...).


Tidak hanya itu, seiring dengan berjalannya ekstrakurikuler tersebut kemampuanku berkembang sangat pesat.

"Hei, lihat, aku berhasil membuat hurufnya warna-warni dan ukurannya berbeda-beda."

Dan dengan antusiasnya teman semeja (satu PC untuk 2-3 siswa; maklum barang langka) menunjukkan keahliannya dalam hal serupa.


Bosan dengan huruf-huruf yang tersusun teratur, diriku mulai merambah ke aplikasi yang tidak diajarkan dalam ekstrakurikuler. Pada saat itu, bisa membuat gambar warna-warni sederhana dengan Ms Paint sudah dianggap sangat sakti. Dan saya tidak salah belajar jurus, Ms Paint merupakan salah satu dari beberapa aplikasi yang masih tetap eksis walaupun Windows Vista yang sangat powerful (dibandingkan Windows 95) sudah lahir.

Jurus Pemanggilan Ms Paint:
- Tekan tombol "Windows",
- tekan tombol "R"
- ketik "mspaint" tanpa tanda petik, dan
- tekan "enter".


Agar tidak ketinggalan zaman, diriku mulai membeli peralatan komputer dimulai dengan sebuah disket tiga-setengah-inchi yang canggih.

"Mba, disket ini bisa buat nyimpen gambar ya."

Mba-mba penjaga rental komputer tempat diriku membeli disket: "Ya, silahkan kalo mau nyimpen gambar porno."

Diriku menyesal bertanya.


Seperti komik-komik Jepang, kemampuanku dalam hal perkomputeran selalu meningkat setiap kali menghadapi musuh hal baru dan berganti episode. Pengetahuan mengenai Ms DOS sangatlah berguna terutama untuk melihat isi disket yang dicurigai bervirus. Virus Folder.htt yang mewabah pada saat itu akan aktif di Windows Explorer. Pada zaman sekarang, Windows Commander yang selalu saya bawa juga sangat berguna untuk hal serupa. Ketika fail-fail yang ada diatribut-hidden-system-kan serta pilihan Folder Option, kotak dialok Run, dan Regedit sudah lumpuh, fail-fail yang menghilang dapat tetap diexplore. Fail-fail siluman (executable file berbulu Folder) dapat segera didentifikasi dan dihapus manual.

Notepad juga sangat berguna. Untuk sekedar mengetik draf blog tidaklah perlu memanggil aplikasi Ms Word ataupun pengolah kata lainnya yang ribet dan menguras tenaga (CPU). Dengan kesederhanaannya, Notepad setia menemani blogger mengetikkan setiap kata yang keluar dari otaknya.

n.b.
Mohon tidak terprovokasi dengan judul di atas.

Rabu, 20 Februari 2008

Biro Jodoh

Apa yang terjadi apabila dirimu hidup sendiri di atas muka bumi? Atau jumlah manusia di Bumi hanya beberapa gelintir saja? Itulah yang diriku rasakan ketika sebagian besar pegawai kantor menjalankan tugas di luar kota. Dari enam puluhan pegawai, hanya tinggal beberapa orang satpam, cleaning service, staf biasa, beberapa pejabat yang jaga kantor.

Membayangkan tiga puluh lima hari dalam keheningan (kok jadi puitis) sungguh terasa sunyi (ya iya lah). Untungnya, pekerjaan yang harus diselesaikan selalu ada.

Ketika pertama kali diciptakan, nabi Adam juga merasa kesepian. Semua kemewahan alam kahyangan dinikmati sendiri. Malaikat yang diciptakan tanpa nafsu tentunya tidak dapat menikmati kehidupan surgawi karena hidupnya hanyalah semata-mata patuh terhadap perintah Sang Mahakuasa. Sampai kemudian pada suatu hari, diciptakanlah Hawa yang dikloning dari tulang rusuk Adam untuk menemaninya. Tentu saja diriku tidak dapat mencongkel tulang rusuku sendiri untuk menciptakan teman ngobrol dikantor ataupun mencabut bulu ketek untuk dibuat kloningku sendiri seperti Sun Go Kong atau mengeluarkan Kage Bunshin No Jutsu (Shadow Replicant Technique) untuk membuat tiruan diriku seperti Naruto.

Untuk itulah mp3, hape, dan internet diciptakan. Mp3 dapat memberikan hiburan tanpa mengeluh, hape dapat mengirimkan pesan-pesan tidak penting kepada teman jauh, dan internet dapat memberikan jangkauan informasi yang tanpa batas. Tentu saja jika dirimu tidak hanya terkurung dalam chat tidak bermutu atau surfing tanpa akhir dalam friendster. Setidaknya diriku tidak (merasa) sendiri.

Di tengah kesibukan yang sunyi, salah seorang temanku dari Subbagian SDM meminta diriku untuk membantunya PDKT dengan seorang cewek. Diriku yang masih jomblo ini bertekad kuat untuk menjadi Mas Comblang yang baik.



Inilah foto temanku, seorang pegawai yang masih sangat muda dan tentunya masih memiliki ciri-ciri pubertas yang kental dan idealisme yang aneh-aneh. Berpose porno di dalam kantor adalah salah satunya. Untungnya foto ini diambil malam hari sehingga pegawai lain sudah pulang dan tidak ada ibu-ibu yang akan berteriak melihat penampakan yang satu ini saat hendak memakai mesin foto kopi. Untuk melindungi identitas pelaku pornoaksi ini, mukanya (dalam foto) saya hancurkan.




Cewek yang diincar masihlah sangat belia. Hal itu bisa dilihat dari seragam SMA yang dikenakannya. Dirinya juga sama narsisnya dengan si cowok, suka berfoto ngga jelas dengan background indahnya tembok kantor. Mohon maaf, kecantikannya tidak dapat dinikmati secara umum karena mukanya juga saya hancurkan untuk melindungi kehormatannya.

Dengan jampi-jampi yang tidak ribet, lirik sani-lirik sini, sentuh sana-sentuh sini, copy, paste, crop, blur, mask, dll, hampirlah diriku berhasil menyatukan mereka berdua. Dikarenakan tempilan widescreen laptop yang terlalu canggih, diriku melakukan salah perhitungan dalam mengukur lebar badan si cewek. Jadilah dirinya terlalu kerempeng dan terlihat palsu.



Akhirnya temenku melancarkan protes dan mengajukan naik banding karena tidak puas dengan hasil cetakan fotonya. Akibatnya, diriku harus menyempatkan sedikit waktu tambahan untuk dapat menyempurnakan cinta mereka dalam pelukan penuh kasih sayang. Yap, dengan kemampuan supranaturalku, diriku berhasil memperbaiki bentuk tubuh si cewek dan menghadirkan sebuag mahakarya
cinta yang tidak akan lapuk oleh masa (kecuali di"shift+del", format ulang, dan ritual pembersihan harddisk lainnya).



Jikalau ada yang berniat menyandingkan dua orang yang belum tentu saling mencinta seperti Ahmad Deni dengan Wulan Kwok misalnya, cukup kirimkan saja foto keduanya dengan pose yang pas dan sedikit mesra untuk kemudian digabungkan.

Trilogi TUP Ep 2 - Bank

Dengan langkah mantap kumelangkah menuju ruangan Pak Eko. Kali ini tidak akan salah orang lagi karena kedelai tidak akan terperosok dua kali di lubang yang sama.

Prof. Dr. Mangkurodjo, seorang ilmuwan, nekat melakukan penelitian di pedalaman hutan Kalimantan. Selama berhari-hari dia mengamati komunitas manusia kanibal yang hidup di tengah hutan. Tentunya observasi tersebut dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.

Suatu hari, dia mengalami kejadiaan naas. Pada saat melakukan pengamatan dari balik semak-semak, kakinya mengenai perangkap yang telah disiapkan oleh penduduk lokal yang sudah mencium kedatangan makhluk asing sejak kedatangan Prof. Dr. Mangkurodjo.

"Ternyata ini sumber bau-bau kecut yang selama ini mengganggu kita," kata kepala suku dengan bahasa pedalaman. Prof. Dr. Mangkurodjo diikat di tiang eksekusi khas penghuni pedalaman. Kakinya berpijak pada tumpukan kayu yang disiapkan untuk membakar korban di atasnya menjadi daging pangang yang lezat. Mulutnya disumpal dan bajunya dilepas meninggalkan adegan bugil yang menyedihkan. Warga suku berbaris mengelilingi tanah lapang tersebut, bersiap untuk pesta.

"Pongkah atau mati," kalimat yang terucap dari mulut kepala suku. Bau mulutnya penuh bakteri dan menusuk hidung, Profesor memalingkan muka berusaha menjauhi sumber bencana itu.

"Pongkah atau mati," ulang kepala suku sambil semakin mendekatkan muka baunya ke wajah Profesor. Bau mulutnya semakin menjadi-jadi.

Semua warga suku diam menunggu keputusan dari sang ilmuwan. Kepala suku melotot menunggu dengan tidak sabar setiap jawaban yang keluar dari mulut sang ilmuwan.

"Pongkah," lirih sang ilmuwan. Baginya, pongkah, apapun itu, terlihat lebih baik daripada mati.

"Pongkah!" jerit sang kepala suku kepada segenap rakyatnya.

"pongkaaah!" sambut para kanibal tersebut dengan antusias kemudian menari a la suku pedalaman mengitari sang korban.

Beberapa hari kemudian sang profesor diselamatkan tim penyelamat yang dikirim oleh universitas karena beberapa hari terakhir tidak menerima laporan dari sang profesor; menandakan ada sesuatu yang tidak beres. Kecurigaan mereka tepat sehingga tim penyelamat datang tepat waktu mendapati sang profesor sedang terbaring di pantai; menderita karena telah menjadi korban sodomi orang sekampung.

Setelah menjalani perawatan intensif fisik maupun mental, prof. Mangkurodjo memberikan wejangan kepada prof. Mangkurondho, penerusnya, yang sedang menjenguknya sebelum berangkat melanjutkan penelitian yang terhenti.

"Mangkurondho," katanya lemah, "kalo kamu ditangkap orang pedalaman kanibal itu,apapun tawaran mereka, mending kamu pilih mati."

Dengan persiapan yang matang dan sedikit wejangan dari pendahulunya, Mangkurondho berangkat menuju hutan Kalimantan.

Singkat kata, singkat cerita, Mangkurondho mengalami nasib yang sama, dia tertangkap dan dihadapkan pada pilihan yang sama juga.

"Pongkah atau mati," kalimat yang terucap dari mulut kepala suku. Bau mulutnya penuh bakteri dan menusuk hidung, Profesor memalingkan muka berusaha menjauhi sumber bencana itu.

"Pongkah atau mati," ulang kepala suku sambil semakin mendekatkan muka baunya ke wajah Profesor. Bau mulutnya semakin menjadi-jadi.

Semua warga suku diam menunggu keputusan dari sang ilmuwan. Kepala suku melotot menunggu dengan tidak sabar setiap jawaban yang keluar dari mulut sang ilmuwan.

"Mati," lirih sang ilmuwan. Mengingat cerita Prof. Mangkurodjo, lebih baik mati daripada dipongkah.

"Mati!" jerit sang kepala suku kepada segenap rakyatnya.

"Matii!" sambut para kanibal tersebut dengan antusias kemudian menari a la suku pedalaman mengitari sang korban.

Akhirnya, Prof. Mangkurondhopun dipongkah sampai mati.

(sumber: cerita dari mulut ke telinga, otak, mulut, dan telinga lagi)


Kali ini, semua menjadi lancar. Surat dispensasi dari Kanwil telah diperoleh, SPM dibuat dan diajukan ke KPPN beberapa hari kemudian, dan SP2D dari KPPN terbit di hari berikutnya. Next stage, ngambil uang.

"Bisa nanya saldo ngga', Bu?" tanyaku
kepada seorang petugas bank.

"Nomor rekeningnya, Pak?"

"081575796xxx."


"satu juta sekian sekian."

"Serius?"

Akhirnya dengan sedikit malas diriku masuk ke dalam (salah satu ruangan yang terletak di belakang teller, melalui pintu di sebelah area teller) dan menemui pegawai bank dengan jabatan yang lebih tinggi.

"selamat siang, Pak," sapaku (mencoba) ramah kemudian memperkenalkan diri, basa-basi, serta mengutarakan keluhan "... tapi kayaknya belum masuk rekening, padahal SP2D dari KPPN sudah terbit..."

Setelah melalui percakapan singkat dan sedikit bertanya kepada stafnya, Pak Bejo (sebut saja begitu) mengatakan bahwa memang transfer uang ke rekening bendahara belum dapat dilakukan dan menjanjikan masalah ini akan diselesaikan hari ini juga dan besok pagi uang sudah dapat diambil.

Keesokan harinya....

Hari ini adalah hari yang langka karena seluruh planet-planet terletak dalam kedudukan yang sejajar. Tidak, itu tidaklah benar tetapi hari ini adalah hari yang sungguh penuh kebetulan karena dengan kedatangan tamu penting dari kantor pusat, seluruh prajurit pemeriksa yang sedang berpencar di daerah penugasan masing-masing diinstruksikan oleh Bos Besar untuk kembali dan menyambut Sang Tamu. Dengan demikian, jika hari ini saya berhasil mencairkan uang untuk biaya pemeriksaan, dana tersebut dapat segera didistribusikan langsung kepada tim-tim bersangkutan tanpa harus melakukan ritual transfer antarrekening yang ribet dan melelahkan.

Dengan persiapan doa seadanya, dua lembar cek (nominal pengambilan separuh dari nilai yang diperlukan telah terlanjur tertulis di satu lembar sehingga diperlukan satu lembar lagi untuk menutup separuhnya), serta seorang bodyguard (satpam) yang sangar (tapi ramah), diriku berangkat pagi-pagi ke bank.

Dengan sedikit basa-basi dan verifikasi cek yang prosedural, jumlah uang yang diperlukan dapat diambil walaupun sedikit menunggu.

"Tunggu sebentar, ya, Pak," kata Pak Untung (teller bank dengan nama samaran) sambil masuk ke ruangan lain yang aku perkirakan adalah tempat penyimpanan uang.

Kemudian beliau kembali dengan tergopoh-gopoh, "Pak ceknya belum diberi tanggal," sambil menyodorkan cek yang dimaksud.

Dengan sedikit gerakan diriku membubuhkan tanggal di sebelah kanan atas cek kemudian Pak Untung kembali kedalam.

Kedua kalinya dia datang dengan kecepatan yang tidak biasa (sebut saja agak terburu-buru), "Yang ini juga belum diberi tanggal, Pak," sambil menyodorkan lembaran cek kedua.

Arrrg (frase standar untuk mengungkapkan kekesalan), kenapa tidak dicek dari awal..., harusnya petugas bank memeriksa kelengkapan dokumen (tanda tangan, tanggal, nama, dsb.) dari awal. Tapi diriku maklum dengan usianya yang kemungkinan besar mendekati kepala lima, diriku yang masih belia saja suka ngeblank.

Suatu pagi, diriku hendak berangkat ke kantor dengan penuh semangat a la Spongebob. Semua persiapan sudah dilakukan; absen pagi (boker), pake baju (ya iya lah), menyisir rambut, memakai minyak wangi (dengan harga semurah itu, wangi yang timbul hanya sebatas sugesti aja), memakai hand-body lotion (sedikit metroseksual gapapa kan), bawa laptop (pinjeman kantor), bawa kunci laci kantor dan kunci motor, serta mematikan lampu kamar.

Keluar kamar, menutup pintu.

Arrrg, kunci kamar tertinggal di dalam. Bagaimana mengunci pintu tanpa kuncinya?

Membuka pintu yang susahnya bukan main (knopnya sudah agak rusak), mengambil kunci pintu, keluar kamar, mengunci pintu, segera hendak menstater motor.

Arrrrrrrrg, kunci motor tertinggal di dalam kamar ketika mengambil kunci kamar.

Membuka pintu yang susahnya bukan main (knopnya sudah agak rusak), mengambil kunci motor, keluar kamar, mengunci pintu, segera menstater motor.

Akhirnya diriku berangkat kantor a la semangat Squidword.



Akhirnya,uang yang diperlukan dapat segera dibawa pulang.

=============

Yang dimaksud TUP di sini bukanlah Tante-tante Unjuk Paha, Tukang Ukur Pinggang, Topi Untuk Pajangan, dan istilah ngga' mutu lainnya tetapi Tambahan Uang Persediaan.

Jadi begini ceritanya, setiap instansi pemerintah (sebut saja satuan kerja - satker) memiliki anggaran untuk digunakan selama satu periode (yang lamanya satu tahun). Dari sekian rupiah anggaran tersebut, ada sepersekian (sesuai ketentuan) yang boleh dicairkan (ditransfer dari rekening negara) ke rekening bendahara satker tersebut. Uang tersebut digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang jumlahnya kecil (seperti pembelian peralatan kebersihan, perbaikan mobil dinas dan apapun yang nilainya kecil yang sudah teranggarkan) dan disebut Uang Persediaan (UP). Jika UP sudah hampir habis, bendahara satker dapat mengajukan reimburst ke KPPN dengan melampirkan rincian pembelanjaan yang sudah dilakukan. Pengelolaan UP mirip petty cash - istilah yang lebih familiar bagi para akuntan - dalam lingkup yang lebih luas.

Ada kalanya, bendahara memerlukan uang yang sangat banyak untuk membiayai kegiatan yang sudah

dianggarkan tapi sifatnya mendesak seperti kegiatan pmeriksaan laporan keuangan yang dilakukan serentak oleh beberapa tim sekaligus (terhadap beberapa laporan keuangan pemerintah daerah sekaligus) dan menuntut biaya yang tidak sedikit. Untuk itulah Tambahan Uang Persediaan (TUP) diperlukan. Kegiatan yang dibiayai dengan TUP harus sudah selesai dalam waktu satu bulan sejak SP2D diterbitkan dan sisa dana harus ditransfer ke rekening negara.

Sabtu, 02 Februari 2008

Trilogi TUP - Ep I: Kanwil

Kini pekerjaanku semakin penting aja, melibatkan uang rakyat ratusan juta rupiah dan tentu saja menguasai hajat hidup orang banyak. Masalah posisi barisan di medan perang, diriku masih tut wuri handayani. Para penghuni kantor sudah menyebar ke daerah masing-masing sesuai strategi dari bos besar, Kepala Perwakilan, untuk melaksanakan amanat undang-undang empat lima, amanat undang-undang 15 tahun 2006, dan tentu saja amanat rakyat seantero kerajaan. Dengan bekal seadanya dari Subbagian Keuangan, mereka berangkat dengan menempati pos masing-masing. Walaupun ransum seadanya, amunisi yang dibawa cukup lengkap: sekolah bertahun-tahun sampai bosen, diklat auditor ahli selama dua bulan, diklat-diklat teknis yang tak terhitung jumlahnya (males ngitung), buku-buku peraturan, soft copy peraturan-peraturan, manajemen pemeriksaan dari kantor pusat, dan laptop pinjaman dari kantor, serta pidato yang berapi-api dari bos.

Tinggallah diriku sendiri, jaga pos garis belakang, jaga kantor, dan jaga mes yang ditinggalkan.

Kepala Subbagian Keuangan:
"Zhar, kamu ngga' usah berangkat PS dulu ya, bantuin ibu di keuangan."

Azhar:
Diam dan pura-pura berfikir.
"Ya, Bu."


Tugas pemeriksaan setempat (PS) kali ini berdurasi empat puluh hari kalender yang artinya hari Sabtu dan Minggu dihitung kerja, tidak libur, dan tentunya ada bayarannya. Sedikit melegakan hatiku, ketidakikutanku membuat diriku merasa tak bersalah untuk menghabiskan Sabtu-Mingguku untuk kepentingan pribadi: tidur, bersih-bersih, tidur, makan, tidur, main game, tidur, nonton DVD, tidur, bengong, dan akhirnya jadi kepompong. Sayang, hari Seninnya tetap menjadi ulat lagi.

Karena jumlah prajurit yang banyak dan jumlah hari yang juga banyak (biasa disebut mandays), penugasan kali ini menuntut biaya yang tidak sedikit. Untuk mencairkan uang yang begitu banyak memerlukan ritual yang tidak biasa. Pertama, minta dispensasi kepada Pak Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (sebut saja Kakanwil DJPb) selaku wakil Bu Sri Mulyani ditingkat provinsi. Dengan kemampuan mengetik sebelas jariku, konsep surat dan rincian anggaran biaya jadi dalam waktu singkat (maklum liat konsep surat sebelumnya). Setelah mendapat acc bos kecil,bos sedang, dan tanda tangan bos besar, surat tersebut segera diantarkan menuju tujuannya.

Untuk menghindari pemborosan, tugas remeh tersebut cukup diserahkan kepada satu orang, yaitu diriku sendiri. Seperti biasa, belalang tempur plat merah sebagai kendaraan operasional kantor menjadi teman yang dapat diandalkan. Karena hari ini tidak melawan monster anak buah Gorgon, KOtaro Minami tidak perlu berubah menjadi Kamen Rider RX, cukup memakai baju kantor saja.

Misi hari ini:
1. mengantar surat permohonan dispensasi ke Kanwil,
2. mampir ke BNI, setor pajak, print buku tabungan, dan konsultasi masalah pembukaan rekening untuk gaji,
3. mampir ke BRI, print rekening koran bulan ini,
4. mampir ke warung, ya buat makan siang (termasuk sarapan) lah, dan
5. jumatan.

Azhar:
"Mau cetak buku tabungan, Pak."

Pak Teddy, petugas bank:
"Silahkan duduk, Pak."

Diam beberapa detik. Backsound: suara percakapan nasabah bank dan printer dot matrix yang sedang bekerja.

Pak Teddy lagi:
"Gajinya sudah ditransfer, Pak."

Sedikit terkejut tetapi senang,"Oh,ya."

Pak Teddy mengklak-klik mousenya.

"Transfer dari Jakarta, ya, Pak."

Sial,dia bisa tahu tiap detil transaksi.

"sudah berkeluarga?" Pak Teddy mulai meng-OTT-kan pembicaraan, sedikit mengetuk privasi, menyalahi SOP (karena ada nasabah lain yang masih menunggu)
.

"Belum, Pak."

"Sudah punya calon?"

Semakin
OTT.

"Belum, Pak,"
diriku copy-paste dari dialog sebelumnya. "Oh, ya, Pak, gimana mekanisme pembayaran gaji yang langsung ditransfer ke rekening tiap pegawai? Tolong dijelaskan, Pak." Maklum, esmud merangkap artis, menghindari wawancara yang tidak perlu.


Mission Accomplished, diriku kembali menjadi pegawai indoor.

Ibu Kasubbag aka Bos Kecil:
"Zhar, hari ini kamu ngga' ngambil duit?" seperti biasa, Ibu bergaya gaul.

Hari ini tanggal satu Februari yang berarti (seperti tanggal satu bulan-bulan lainnya) saatnya gajian. Tidak seperti pegawai negeri atau calon pegawai negeri yang mendpatkan gaji dan tunjangan via transfer, tenaga kontrak di kantor masih mendapat remunerasi secara tunai.

Pekerjaan yang sulit dimulai: menulis cek. Banyakaturannya, "Jangan dilipat", "Tanda tangan dan cap perusahaan tidak boleh melewati garis ini", tidak boleh ada coretan, tidak boleh ada kesalahan. Seperti anak SD, diriku menulis nominal angka dan hurufnya dengan hati-hati. Last but not least, membubuhkan tanda tangan. Benar, sodara-sodara sekalian, diriku menandatangani cek. sebelumnya, Bos Sedang sudah membubuhkan tanda tangan. Untuk alasan pengendalian, penanda tangan cek harus dua di antara tiga orang yang spesimen tanda tangannya sudah didaftarkan ke bank.

Kali Pertama mencairkan cek.

Kasir bank:
"Ini yang tanda tangan siapa? Kok beda?"

Azhar:
"Bendaharanya, Bu. Ganti, Bu. Kemarin spesimen tanda tangan yang baru sudah diserahkan ke Bu wiwit."

Karena antara lantai I dan lantai II tidak online, terpaksa diriku dan pelanggan lain menunggu petugas bank untuk mengecek spesimen tanda tangan.

Dengan gaya yang tidak dewasa diriku bersama teman kantor yang merangkap sebagai pengawal memasukkan beberapa bundel uang ke dalam tas. Sedikit terburu-buru dan gugup. Walaupun begitu, sempat melirik ke pelanggan di sebelah yang sedari tadi menunggu giliran, cakep si, tapi ibu-ibu. Akhirnya uang tersebut dapat dengan selamat sampai brandkas dan tim yang akan melaksanakan tugas pemeriksaan dapat sedikit memperoleh sangu di muka.

Kali kedua mencairkan cek, di cabang lain yang lebih dekat.

Kasir bank:
"Ini yang tanda tangan siapa? Kok beda?"

Azhar:
"Bendaharanya, Bu. Ganti, Bu. Kemarin spesimen tanda tangan yang baru sudah diserahkan."

Antara lantai I dan lantai II saja tidak online, apalagi antarcabang. Terpaksa diriku dan pelanggan lain menunggu petugas bank untuk menghubungi kantor pusat (yang di Jambi) dan meminta spesimen tanda tangan segera dikirim via intranet.

O, ternyata mereka sudah online. Tapi kenapa data nasabah tidak segera dimutakhirkan?


Kali ini persiapannya lebih matang, dikawal satpam beneran, bro, lengkap dengan seragam khasnya. Norak, menurutku. Padahal cuma ngambil dikit. Seperti biasa, bank selalu rame pengunjung. Diri ini sudah kebal mengantri.

Pinggangku bergetar, rupanya ada telepon masuk dari Ibu Kasubag.

"Zhar,masi di mana?"

"Masi di bank, Bu, ngantri."

"Nanti mampir Kanwil ya, temui Pak Eko, katanya ada koreksi."

"Ya, Bu."

Setelah uang diterima, diriku bersama pengawal meninggalkan nasabah lain yang masih mengantri (ngapain nunggu mereka) menuju Kanwil.

"Selamat sore, Bu. Maaf, Pak Eko yang mana, ya?"

"Yang itu," kata ibu-ibu pegawai kantor yang kutemui sambil menunjuk ke ruangan sebelah ke arah seorang paruh baya yang sedang baca koran, terlihat jelas dari balik kaca pembatas ruangan.

Dengan sigap a la kopassus diriku melangkah menuju orang yang dimaksud.

"selamat sore, Pak Eko. Saya dari BPK, Pak."

"Pak Eko yang itu, sambil menunjuk ke arah meja sebelah.

Dengan ackward a la hansip diriku melangkah menuju orang yang dimaksud yang sebenarnya.

Kamis, 17 Januari 2008

Gerakan Mengantri Nasional

B049, nomor antrianku, tercetak di secarik kertas di genggamanku. B037, nomor antrian seorang pelanggan NBI (National Bank of Indonesia) yang tak kukenal, tercetak di sebuah tampilan kristal cair (sebut saja LCD) di langit-langit gedung. 099, level ketidaksabaranku dari skala 100.

"Gado-gado, bang," sapaku pada seorang penjual gado-gado (tentunya) di sebelah gedung bank. Dalam sekejap, jadilah pesananku di antar ke mejaku. Beberapa gadis lokal duduk di sebelah kananku, memesan menu yang sama. Sesaat kemudian, jus tebu, pesanan keduaku diantar oleh penjual jus tebu (tentunya). Sejenak melirik ke arah kanan sebelum melanjutkan acara wisata kuliner.

Dengan menahan lapar sang juru kamera mengarahkan kameranya (tentunya) ke arah Mr. Bond. Air liurnya menetes membasahi inventaris kantor yang sedang dipakainya itu, memasuki sela-sela yang ada dan mulai menyebabkan hubungan singkat yang berakibat tidak singkat.

Mr. Bond. terlihat sangat menikmati menu yang dihidangkan. Sedikit dia mencicipi kuahnya, sambil matanya merem-melek. Lidahnya sempat menyikat habis sisa kuah ditepi bibir tebalnya sebelum mengucapkan mantra yang membuatnya kondang dan (tentunya) menghasilkan uang.

"Mak mbus," katanya dengan aksen yang khas.

Beberapa sentimeter di depannya, seorang kameramen kawakan terkejut dengan percikan api listrik dari kamera pinjaman dari kantornya. Dengan gerakan kilat, di melemparkan benda sial itu untuk menghindari ledakan yang lebih mematikan. Tentunya ledakan mematikan tersebut berasal dari benturan kamera dengan lantai restoran yang membunuh karirnya, karir Mr. Bond., karir pemilik warung, karir sutradara acara Wisata kuliner, karir pemilik stasiun TV swasta yang menayangkan acara Wisata Kuliner, karir....

"Goblok! Dasar tidak becus!" Mr. Bond. marah a la sinetron, "Kerjaan cere aja tidak bisa!" Dan seperti cerita sejenis lainnya, cerita ini berlanjut dengan pertengkaran, penghianatan, perselingkuhan, penindasan, pembunuhan berencana dan pembunuhan tidak disengaja.


Setelah selesai menunaikan kewajibanku untuk membayar makanan yang telah kumakan, diriku kembali melanjutkan penantian panjang menuju nomor antrian B049. hanyalah kekecewaan yang kurasakan tatkala menyaksikan pacarku sedang bermesraan dengan cowok lain petuugas bank sedang melayani (dalam artian positif tentunya) pelanggan dengan nomor antrian 040.

Yap, i gave up. Menunggu sembilan orang dengan rata-rata durasi pelayanan 10-20 menit adalah penantian yang sangat panjang dan melelahkan (secara mental). Segera kubertolak menuju tempat parkir dan memacu belalang tempurku menuju tujuan kedua.

"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu", pegawai Galeri Indosat menyapa diriku dengan ramah. Semoga keramahannya tidak hanya sekedar SOP saja.

"Ya, Bu. Saya berniat migrasi ke Amrik, eh maksudnya Matrix."

Lumayan cakep, kulit muka putih dan mulus karena make up, hidung mancung, rambutnya disemir semi blonde yang lagi ngetren, perkiraan umur 25-26 tahun, hampir dipastikan masih lajang, 165 cm-an, 45 kg-an, 34B-an, gaya ngomong dan raut muka kaku a la operator telepon, petugas bank, dan resepsionis hotel, tapi sayang, oleh pelanggan dipanggil Bu. Mungkin karena itu dia terkesan jutek kali ya.

"Sudah bawa persyaratannya?"

Diriku serasa melayang menembus ruang dan waktu, memeriksa dalam ingatan tersembunyi apakah ada surat masuk, sms, telepon, email, telegram, atau apapun yang isinya adalah pemberitahuan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk ganti status dari mentari menjadi pascabayar Matrix yang lebih bonafit.

"Negatif, Sir", prajurit Azhar-beta melapor kepada Azhar-alfa, "zero result," lanjutnya.

"Belum," diriku menjawab dengan nada aneh, merasa disalahkan karena ketidaktahuanku, "emang persyaratannya apa?"

"Fotokopi KTP dan kartu keluarga".

Azhar-beta kembali melapor.

Tidak lama sebelum hari ini. Diriku sedang berdiri di lobi kantor, ngobrol dengan ... (lupa siapa), Pak Yudi lewat.

"Ini kartu keluarga," Pak Yudi menunjukkan selembar kertas berisi tabel dan nama-nama, "kalo mau ganti ke Matrix mas butuh ini". Terakhir melihatnya (kartu keluarga itu),sebelum itu, diriku sedang mengisi formulir pembuatan KTP.


Kembali ke masa kini.

"Ooh, harus ada kartu keluarga ya".

Diam sepersekian detik.

"Terus, kelebihan memakai Matrix apa?"

Diriku mendengarkan dengan seksama penjelasan singkat (terlalu singkat menurutku). Tentu saja hanya "strenght"-nya saja yang keluar, W, O, dan T-nya tidak dibahas.

Dengan langkah mantap, sekali lagi diriku keluar dengan tangan kosong. Dengan menanggung malu kepada seluruh rakyat kerajaan, diriku kembali berpacu dalam melodi menuju pos pertama. sedikit meliuk-liuk di antar mobil yang bergerak lambat, mengerem mendadak di lampu merah, sekali-kali membetulkan posisi helm yang sedikit bergeser, dan sejenak mendaratkan pandangan kepada cewek cakep yang sedang melintas di trotoar (perlu diketahui, ketika dirimu berkendara dengan dengan kecepatan tinggi, semua terlihat sama).

Sekali lagi kuparkirkan plat merahku di pelataran parkir NBI, melangkah dengan mantap memasuki lobi gedung, sejenak memindai seluruh ruangan untuk mengidentifikasi pelanggan yang cakep, dan sedikit tertegun melihat LCD yang sebelumnya telah menyita pandanganku.

"B050," batinku, diriku hanya diam.

Dengan harapan yang besar, untuk kedua kalinya, diriku mengambil nomor antrian, semoga tidak jauh.

B063, nomor antrianku, tercetak di secarik kertas di genggamanku. B051, nomor antrian seorang pelanggan NBI (National Bank of Indonesia) yang tak kukenal, tercetak di sebuah tampilan kristal cair di langit-langit gedung. 099,9, level ketidaksabaranku dari skala 100.


Tamat untuk kali ini.

n.b.

"Pak, Pak, maaf pak. Nomor antriannya berapa? Takut terlewat".

Diriku membuka mataku, sisa-sisa rasa kantuk masih mencekik, dengan terburu-buru kujawab, "ya," kuambil kertas antrianku, melirik ka arah LCD, "nomor enam puluh tiga pak".

"Oh, ya," kata satpam barusan sambil meninggalkan diriku dalam kemaluan. Ibu-ibu yang duduk di depanku sedikit tertawa. Sang LCD juga seakan mengejekku dengan menampilkan nomor B053.

Rabu, 09 Januari 2008

Lebih Boleh,Kurang Ngga'

Malam Satu Suro

Mak Lampir komat-kamit, asap menyan menyelusup ke sela-sela lubang hidungnya, aroma kembang tujuh rupa menyeliputi ruangan gua, para penggemar sinetron ternganga di depan televisi.

"Grandong.... Bangkitlah....Bangkitlah...", suara seraknya menyakitkan telinga, bau mulutnya merusak lapisan ozon, para

penggemar blog terpana di depan monitor.

Akhirnya dengan perlahan tapi pasti, sebuah gerakan terjadi, berlahan-lahan tubuh jadi-jadian tersebut bangkit, matanya berangsur-angsur membuka. Mak Lampir tampak bahagia tak terhingga.

Tiba-tiba, di layar LCD muncul peringatan.

"Proses Gagal"

"Ramuan kotoran kuping kurang 0,1 gram"

Bagaikan pinang dibelah dua, perasaan Mak Lampir terasa dirobek-robek mesin penghancur kertas.Itupun setelah dilubangi berkali-kali dengan perfurator (pembolong kertas) dan distaples berulang-ulang. Rencana yang disusunnya ratusan tahun, penelitian melelahkan-makan waktu-ribet-ruwet yang telah merenggut masa mudanya, masa menunggu saat yang tepat untuk melakukan ritual pembangkitan, disertai bolos kuliah di Universitas Kawah Candradimuka yang berarti melewatkan kesempatan untuk bertemu Raden Tetuka yang gagah dan brewokan adalah semua pengorbanan tak terrupiahkan yang telah dibayar untuk sesuatu yang gagal hanya karena kesalahan sepele dan mikro (lebih kecil dari "kecil"): bahan ramuan yang diperlukan kurang 0,1 gram.

Kemarahannya meluap-luap, mengguncang bumi Gunung Merapi, dinding-dinding gua mulai runtuh, segenap sutradara dan kru segera menyingkir dari lokasi suting.

=======

Beberapa ratus tahun kemudian....

"Bapak, ternyata pajak yang disetor rekanan kurang SEMBILAN rupiah."

"Terus gimana, Pak"

"Ya, sebagai auditor tentunya tahu bahwa semua hak negara harus disetorkan. Jangankan sembilan rupiah, nol koma satu rupiah pun tetap harus disetorkan. Bapak setor saja. Jadi saya tetap menunggu yang sembilan rupiah itu."

Kalo saya anak gaul dan bapak staf Seksi Perbendaharaan KPPN Jambi itu juga bapak gaul, saya pasti langsung teriak "Cape,deh...!" Sayang sekali tidak ada yang terjadi, sepersekian detik kami berdua terdiam. Seperti film Kapten Tsubasa, dalam sepersekian detik tersebut muncul banyak dialog yang lewat di otak.

=======

"Ibu, anak Anda hamil!"

"Apa!"

Dan sang Ibu seketika itu juga jatuh pingsan mendengar anaknya hamil di luar nikah.


=======

Tidak, saya tidak akan pingsan di KPPN, nanti saja di tempat tidur.

=======

Kyo sudah luka parah, sekujur tubuhnya mengeluarkan darah dari sela-sela luka. Tubuhnya lunglai di tanah, Raja Merah tertawa puas, lawan satu klannya sudah tidak berkutik.

Tiba-tiba tubuh Kyo bangkit, mengeluarkan hawa membunuh yang maha dahsyat, semua pembaca komik terperangah (bosen, ga ada variasi lain apa). Fisiknya berubah bentuk,kekuatan setannya telah keluar, jari-jarinya mengeluarkan kuku tajam, rahangnya mengeluarkan taring, matanya mengeluarkan cahaya merah, Kyo Si Mata Iblis telah berubah menjadi Kyo Si Bodi Iblis.

Bagaikan singa yang kelaparan (mirip di Bakat Terpendam), Iblis Kyo menyerang dengan membabi buta. Raja Merah merasa kewalahan menghadapi petarung dari klan Mibu tersebut. Dst.


=======

Ini pengalaman pertama Shinji Ikari mengendarai Eva 01.Walaupun tingkat singkronisasinya tinggi, tetapi dia belum bisa sepenuhnya mengendalikan tubuh raksasa biomekanik tersebut. Serangan bertubi-tubi dari Angel Stachiel diterimanya tanpa perlawanan, rasa sakit takterkira dideritanya.

Angel tersebut memegang kepala EVA 01, dari telapak tanggannya mengeluarkan serangan beam menghantam EVA 01 tepat di kepala, menembus lapisan pelindung baja, menghancurkan organ-organ tubuh di dalamnya. Rasa sakit yang sama di rasakan oleh Shinji sampai akhirnya dia pingsan di tengah pertempuran. Eva 01 tidak bergerak.

Dalam mimpinya, Shinji bertemu dengan ibunya yang telah meninggal dunia. Istri Gendo Ikari tersebut tampak melayang dan mendarat di pelukan Shinji. Setelah itu tidak tahu lagi apa yang terjadi.

Tiba-tiba (diulang lagi) EVA 01 bangkit, luka-lukanya sembuh seketika. Semua kru di ruang kontrol NERV terkesima. Bagaikan macan yang kehausan, makhluk megaraksasa tersebut menghajar Angel sampai babak belur. Sampai akhirnya....

(Neon Genesis Evangelion, Episode 1)

=======

Saya tidak punya kepribadian lain seperti mereka. Saya juga tidak akan mengeluarkan Mr. Jackal atau Hulk karena mereka adalah trademark-nya Dr. Hyde dan Chris Banner (agak lupa) tetapi saya tetaplah menjadi Azhar, hanya lebih sadis.

Seperti korbang razia pekat, diriku meninggalkan bumi KPPN dengan muka terlipat. Menstater motor plat merah, menahan lapar, memasang helm, menahan lapar, membetulkan posisi tas, menahan lapar, melaju dengan kencang di sirkuit standar: jurusan KPPN - BPK Jambi, dan mampir di warung sate.

Satu pelajaran hari ini, hak rakyat harus disetorkan seluruhnya ke rekening negara.

=======

Opung Anwar berkata:

"Sesenpun uang negara harus kita periksa"


=======

Yap, esok harinya, tutup buku di KPPN sudah selesai. Tentunya dengan sedikit perjuangan mengantri setor pajak di BRI itupun setelah lama mengantri di BNI dan keluar kecewa karena koneksi BNI dan database Departemen Keuangan lagi terputus. Beruntung, di BRI sudah on line. Diri ini sudah kebal mengantri lama.

=======

"Lagi?"

"Ya, bu. Ini kurang setor.Jumlahnya dikit lagi."

"Iya, di sini juga, kalo beda satu rupiah saja, dicari sampai malam."


=======

Mulai malam satu Suro ini, saya sejenak bisa menjadi manusia pengangguran lagi. Setidaknya sampai hari Minggu besok.

Konten Lainnya