Penelusuran google

Jumat, 18 Desember 2009

Selasa, 20 Oktober 2009

Ice Skating - dalam Kenangan

Minggu yang lalu saya berkesempatan untuk mengikuti salah satu pelatihan yang diadakan oleh kantor di Bandung. Selama seminggu di sana kami menginap di sebuah penginapan di jalan Dipati Ukur. Walaupun penginapan kami tidak berbintang-bintang maupun berbenda angkasa lainnya tapi lokasinya sangat strategis yaitu dekat daerah Dago. Entah nama apa Dago sebenarnya, apakah nama kelurahan ataupun istilah peninggalan kompeni, saya tidak tahu.

Karena waktu pelatihan hanya sampai sore hari, malamnya kami bisa jalan-jalan menjelajahi Kota Bandung. Bagi para sopaholik, Bandung adalah surganya. Sepanjang jalan Ir. H. Juanda a.k.a. Dago berderet ep'o-ep'o (Factory outlet) yang menjual pakaian-pakaian bermerk dengan harga yang katanya relatif miring. Tak hanya kami warga Jambi yang jadi orang udik di sini, para pengendara plat nomor B pun membanjiri Bandung di akhir pekan.

Salah satu target (segitunya...) saya di Bandung adalah mengunjungi museum Geologi Istana Plaza untuk bermain seluncur es. Maklum orang udik, hamparan es maha luas (...lagi-lagi hiperbolik...) hanya bisa kami lihat di tivi-tivi. Mana ada salju atau sungai yang membeku di kampung kami Hawai sana.

Agar lebih intelek dan tidak mau dibilang gagap internet, saya gugel saja "ice skating bandung" tanpa tanda petik dan hasilnya saya mendapat pencerahan beberapa di antaranya adalah dari streetdirectory.com dan di bandungdailyphoto.com. Berbekal hasil telusuran baik lewat mesin pencarian maupun wawancara dengan teman yang berasal dari Bandung, semangatlah kami menerjang panasnya Kota Kembang menuju Jalan Pasir Kaliki yang jauhnya kira-kira dua puluh menit dari penginapan. Istri saya yang menyusul suaminya dari Jambi di akhir pekan saya ajak turut serta berpanas-panas ria.

Sesampainya di Istana Plaza, kami segera menuju lantai teratas, tempat yang disinyalir menjadi pusat hiburan bagi para peselancar es baik pemula maupun kawakan. Lantai empat sudah kami sisir tetapi batang hidung si lapangan es belum ketemu juga. Gila, bagaimana bisa pantat segede lapangan bola bisa disembunyikan dari mata jeli kami. Jangan-jangan hanya orang-orang yang berhati bersih saja yang dapat melihat keberadaannya atau memang lokasinya berada di dimensi lain sehingga kami harus menemukan gerbang antardimensi agar bisa masuk.

Setelah dua kali meneglilingi ka'bah kami lelah dengan penyamaran sebagai warga-bandung-yang-tidak-perlu-bertanya-ketika-mau-jalan-jalan dan mengakui keudikan kami dan menyerahkan diri ke petugas berwenang. Pria berseragam putih biru itu tersenyum mengejek ketika kami mengkonfirmasikan keberadaan arena seluncur es yang menurut legenda berada di lantai atas pusat perbelanjaan ini.

"Sudah tidak ada, sudah lama...," jawabnya singkat.

Setelah dicek lagi ternyata memang om gugel ngasih referensi yang sudah kadaluarsa. Untung masih ada alternatif lain....



Sabtu, 03 Oktober 2009

Kebutuhan Primer



Rise of the Batik

Pernah membaca novel berseri berjudul Harry Potter *? Apa yang membuat Sang Tokoh Utama menjadi istimewa? Kekuatan sihirnya? Kayaknya kemampuannya bisa-biasa saja. Kemampuannya dalam ilmu ramuan? Kenyataannya, nilai mata pelajaran Ramuannya tidak istimewa. Keahlian meramal? Harry Potter (yang selanjutnya disebut Harpo) sama sekali tidak bisa meramal. Kegantengannya? Apa yang bisa diharapkan dari seorang pemuda miskin berkaca mata dan rambut awut-awutan? Keberaniannya? Masih ada entah berapa juta penyihir lainnya yang jeuh lebih bernyali.

Ya, berterima kasihlah kepada V*******t, seorang penyihir jahat yang mencoba membunuh Harpo yang sebelumnya telah dimantrai oleh ibunya sehingga mantra sihirnya membalik, hampir membunuhnya, dan bahkan menyebabkannya dalam kondisi paling hina, jiwanya terhubung dengan seorang anak kecil yang tidak berdaya.

Sekarang, apa spesialnya sebuah BATIK? DIbandingkan dengan warisan leluhur lain, batik hanyalah salah satu item di antara ribuan icon budaya lainnya. Di kalangan anak muda, batik dan kebanyakan hal-hal yang bersifat tradisional lainnya kalah dengan mode gaul versi mereka. Pake batik jadi kelihatan tua, pake batik ketinggalan zaman, pake batik.... Batik mulai dilupakan, saudara-saudara.

Beruntung, beberapa pihak pihak masih berusaha menjaga kelestarian batik. Masih banyak orang kondangan pakai batik, SBY dan banyak orang lainnya (yang kebanyakan dari mereka adalah orang-orang tua) memakai batik dalam acara-acara resmi, pegawai Depkeu tiap hari Jumat pake batik dan PNS lainnya juga melakukan hal yang sama, PNS pemda di wilayah Provinsi Jambi tiap hari Kamis pake batik, Josh W. Bush ketika berkunjung ke Indonesiia dipaksa pake batik, dll.

Akhir-akhir ini popularitas batik mencuat, muncul di berita-berita, bahkan muncul di infotainmen, popularitasnya menyamai kasus perceraian KD. Penyebabnya adalah salah satu negara tetangga diklaim telah mengklaim batik sebagai bagian dari budayanya. Alhasil, semua pengklaiman mencuat ke permukaan. Pulau-pulau yang dijual ke negara lain, lagu tradisional yang juga "adopsi" negara lain, tari Pendet yang secara "tak sengaja" masuk dalam sebuah iklan kebudayaan sebuah negara yang ditayangkan secara global, bahkan lagu kebangsaan yang dituding merupakan contekan dari lagu dalam negeri.

Barang bekas yang sekian lama teronggok di belakang rumah dan akhirnya terlihat lebih mengkilap dan berharga setelah dipungut oleh kolektor barang bekas. Mungkin kita harus berterima kasih kepada kolektor tersebut karena telah menunjukkan bahwa sesuatu yang telah lama kita lupakan sebenarnya adalah benda yang sangat berharga. Sesuatu yang seharusnya kita simpan di lemari kaca yang megah dan kebersihannya selalu dijaga, dikagumi dan dibanggakan oleh seluruh penghuni rumah, serta dipamerkan kepada setiap tamu yang mampir.

Perebutan kebudayaan ini merupakan hikmah bagi kita. Saya saja sudah lupa tari Pendet asalnya dari mana jika tidak diberitakan dengan heboh. Seorang penyihir amatir menjadi sangat terkenal karena apa yang dilakukan oleh musuh bebuyutannya. Saya tidak mengatakan bahwa Indonesia adalah penyihir dan bermusuhan dengan negara lain. Saya hanya bermaksud mengatakan bahwa alangkah baiknya jika apa yang kita banggakan itu adalah hasil dari usaha kita sendiri untuk membuatnya menjadi kebanggaan bukan cuma masalah kehormatan karena kita tidak mau dianggap pengecut karena diam saja barang milik kita direbut orang lain.

Pemilik Rumah: "Ini, loh, pak yang namanya Batik. Cara membuatnya sangat unik.... Motifnya juga bagus."
Tamu: "Ah, bapak sekarang bisa bilang begitu. Dulu sebelum diambil sama Bapak XXX yang kolektor itu bapak cuma meletakkannya di belakang rumah...."
Pemilik rumah: "...."

Tambahan:

Batik itu disebut batik karena "cara membuatnya", kan? Bukan sekedar motifnya yang khas (kenyataannya kekhasan motif batik berbeda tiap daerah). Jadi apakah baju sablonan bermotif batik bisa disebut BATIK?

Lebaran: antara Suka dan Duka

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnm
Hehe, pemanasan dulu ya... Sudah lama tidak mengisi ke-0-an (baca:
kekosongan) blog. Maklum, akhir-akhir ini banyak orderan manggung di
sana-sini. Apalagi pas bulan puasa, kurang afdhol kalo tidak rilis album
religi, jadi makin sibuk deh. Belum lagi acara buka puasa, tarawih,
tadarusan, dan sahur bareng artis serta anak yatim, kebayang sibuknya
dunia hiburan. Tentu saja yang kalian saksikan dalam berbagai acara gosip
itu adalah "Hannah Montana"-ku, Azhar tetap jadi manusia biasa.

Lebaran aka Idul Fitri tahun 1430H kali ini dan tahun-tahun sebelumnya
serta mungkin tahun-tahun berikutnya menjadi hari yang istimewa bagi umat
islam dan umat agama lain yang ikut merasakan liburan. Pada hari lebaran
hampir semua muslim (muslim= orang Islam) pulang kampung dan berkumpul
bersama keluarga, saling bermaaf-maafan dan bertukar kabar. Komunikasi ala
zaman globalisasi yang sarat komunikasi jarak jauh seperti sms, mms,
e-mail, dan video call rupanya kalah dengan metode komunikasi paling
primitif: bertatap muka.

Banyak pemudik berarti banyak pengguna alat transportasi berarti banyak
permintaan atas jasa transportasi. Banjirnya penumpang dimanfaatkan oleh
penyedia jasa transportasi untuk menaikkan harga tiket. Usaha pemerintah
untuk membatasi kenaikan harga tiket walaupun cukup berhasil tetapi tidak
seratus persen efektif. Karena pada dasarnya para pemudik mau membayar
berapapun untuk mendapatkan transportasi ke kampung halaman. Bukanya sok
hiperbolik, buktinya ribuan orang memenuhi bus-bus dan kereta api yang
harga tiketnya melonjak sampai dua kali lipat. Belum lagi tiket yang
dijual para calo dengan harga yang semakin tidak masuk akal. Maklum, calo
juga perlu uang untuk "pelicin" bagi oknum penjual tiket resmi untuk
lebaran.

Tak hanya uang, nyawapun dipertaruhkan untuk mewujudkan sungkem dengan
orang tua. Lagi-lagi hiperbolik ya. Daya tampung maksimal bukan jadi
batasan lagi, ribuan orang berjubel dalam kapal laut dan kereta api
ekonomi, "bangku-bangku darurat" berupa bangku plastik memenuhi ruang
kosong dalam bis kota untuk menampung penumpang lebih, dan tak terhitung
lainnya berjejal dalam padatnya lalu lintas jalanan penuh kendaraan roda
dua. Pemandangan yang terlalu mengerikan untuk diceritakan kepada
anak-cucu.

Ibarat defragmentasi harddisk, semua orang kembali ke tempat dia
dilahirkan. Sesulit apapun, semahal apapun, semua cara ditempuh.

Alhamdulilah, mudik yang saya alami tidak seekstrim cerita di atas.
Sekitar satu setengah bulan sebelum tanggal mudik saya sudah pesan tiket
pesawat ke Jakarta serta tiket Jakarta - Jambi untuk pulangnya. Mungkin
harga tiket hampir satu setengah kali tiket bus tetapi penghematan waktu
perjalanan dan tenaga sangat berarti jika kesempatan pulang mudik hanya
tujuh hari.

Enam belas September 2009, kabut asap menyerang sebagian wilayah pulau
Andalas yaitu Riau, Sumatera Barat, Lampung, dan Jambi membawa kegalauan
dan kesedihan terutama bagi para penumpang pesawat yang terkena imbasnya
karena banyak penerbangan yang ditunda. Baik pesawat yang akan terbang
atau turun menunggu kabut asap menipis dan pilot dapat melihat landasan
dengan jelas (membayangkan pesawat dilengkapi teknologi semacam GPS dapat
dengan mudah mengetahui posisi landasan walaupun terhalang asap dapat
mendarat mulus dengan bantuan program autopilot). Lalu lintas udara mulai
lancar kembali setelah hari agak sore.

Beruntung bagi kami, malamnya turun hujan. Walaupun sebentar, air hujan
membersihkan udara dari asap sehingga penerbangan keesokan harinya tidak
terkendala penundaan yang menyakitkan hati. Kembali lagi melawat Jakarta
yang macet.

Perjalanan dilanjutkan dengan kereta api. Kamandanu namanya, eksekutif
kelasnya, machal harga tiketnya, tapi tak maksimal pelayanannya. Semenjak
serangan arus mudik, pelayanan dikurangi tetapi harga tiket dinaikkan.
Harga tiket awal kalau tidak salah Rp280 ribuan menjadi Rp350 ribu tapi
pihak PT KA tidak menyediakan makan, mungkin karena sedang bulan puasa.

Gerbong enam, gerbong yang kami tumpangi sangat tidak nyaman karena
pendingin udara rusak. Salah seorang penumpang yang merasa tidak puas
dengan hangatnya suasana mengajukan protes dan meminta pindah ke gerbong
lain dan menempati tempat duduk yang kosong. Banyak penumpang yang
melakukan hal serupa tetapi diarahkan oleh petugas dari PT KA untuk
kembali ke tempat duduk masing-masing. Beberapa saat kemudian ada
penjelasan dari pihak PT KA bahwa atas ketidaknyamanan tersebut sebagian
uang tiket dikembalikan sehingga tiket yang kami bayar hanya sebesar tiket
kelas bisnis. FYI, kereta api kelas bisnis memang tidak ber-AC dan banyak
penumpang yang hanya kebagian tiket berdiri sehingga duduk di sembarang
tempat atau berdiri di bordes dan mengurangi kenyamanan penumpang lain.
Paling tidak jumlah penumpang kereta yang kami tumpangi hanya sebanyak
jumlah duduk yang tersedia. Sial bagi kami, mau cerita pamer mudik naik
kereta EKSEKUTIF malah dapat kereta YUDIKATIF alias "yu udik, keringatan,
letih, dan fenat" Haha...ya...ya...maafkan kejayusanku.

Setelah hari mulai sore dan kereta hampir sampai Stasiun Tawang Semarang,
bapak yang protes soal AC tadi pagi kembali ke gerbong dan kembali
marah-marah karena tidak mendapatkan "kupon" dari petugas PT KA untuk
pengambilan uang pengembalian di loket nanti. Ya iya laah, pak, yang dapat
pengembalian kan yang tidak dapat fasilitas AC. Nasib dari bapak X itu
tetap menjadi misteri sampai saat ini.

Dua hari di rumah mertua, dua hari di rumah mertua istriku, tiga hari di
perjalanan, sungguh tujuh hari yang tak terlupakan. Seperti hal-hal baik
lainnya, semuanya terasa cepat berlalu. Kembali ke Jambi, kembali ke
pekerjaan, kembali ke rutinitas.

Turut berduka atas gempa di Pariaman. Sebenarnya saya tidak berkompeten
untuk memberi semangat hidup bagi para keluarga korban tapi saya tetap
mendoakan semoga mereka diberi kekuatan dan kesabaran.

Kamis, 01 Oktober 2009

Lebaran: antara Suka dan Duka

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnm
Hehe, pemanasan dulu ya... Sudah lama tidak mengisi ke-0-an (baca:
kekosongan) blog. Maklum, akhir-akhir ini banyak orderan manggung di
sana-sini. Apalagi pas bulan puasa, kurang afdhol kalo tidak rilis album
religi, jadi makin sibuk deh. Belum lagi acara buka puasa, tarawih,
tadarusan, dan sahur bareng artis serta anak yatim, kebayang sibuknya
dunia hiburan. Tentu saja yang kalian saksikan dalam berbagai acara gosip
itu adalah "Hannah Montana"-ku, Azhar tetap jadi manusia biasa.

Lebaran aka Idul Fitri tahun 1430H kali ini dan tahun-tahun sebelumnya
serta mungkin tahun-tahun berikutnya menjadi hari yang istimewa bagi umat
islam dan umat agama lain yang ikut merasakan liburan. Pada hari lebaran
hampir semua muslim (muslim= orang Islam) pulang kampung dan berkumpul
bersama keluarga, saling bermaaf-maafan dan bertukar kabar. Komunikasi ala
zaman globalisasi yang sarat komunikasi jarak jauh seperti sms, mms,
e-mail, dan video call rupanya kalah dengan metode komunikasi paling
primitif: bertatap muka.

Banyak pemudik berarti banyak pengguna alat transportasi berarti banyak
permintaan atas jasa transportasi. Banjirnya penumpang dimanfaatkan oleh
penyedia jasa transportasi untuk menaikkan harga tiket. Usaha pemerintah
untuk membatasi kenaikan harga tiket walaupun cukup berhasil tetapi tidak
seratus persen efektif. Karena pada dasarnya para pemudik mau membayar
berapapun untuk mendapatkan transportasi ke kampung halaman. Bukanya sok
hiperbolik, buktinya ribuan orang memenuhi bus-bus dan kereta api yang
harga tiketnya melonjak sampai dua kali lipat. Belum lagi tiket yang
dijual para calo dengan harga yang semakin tidak masuk akal. Maklum, calo
juga perlu uang untuk "pelicin" bagi oknum penjual tiket resmi untuk
lebaran.

Tak hanya uang, nyawapun dipertaruhkan untuk mewujudkan sungkem dengan
orang tua. Lagi-lagi hiperbolik ya. Daya tampung maksimal bukan jadi
batasan lagi, ribuan orang berjubel dalam kapal laut dan kereta api
ekonomi, "bangku-bangku darurat" berupa bangku plastik memenuhi ruang
kosong dalam bis kota untuk menampung penumpang lebih, dan tak terhitung
lainnya berjejal dalam padatnya lalu lintas jalanan penuh kendaraan roda
dua. Pemandangan yang terlalu mengerikan untuk diceritakan kepada
anak-cucu.

Ibarat defragmentasi harddisk, semua orang kembali ke tempat dia
dilahirkan. Sesulit apapun, semahal apapun, semua cara ditempuh.

Alhamdulilah, mudik yang saya alami tidak seekstrim cerita di atas.
Sekitar satu setengah bulan sebelum tanggal mudik saya sudah pesan tiket
pesawat ke Jakarta serta tiket Jakarta - Jambi untuk pulangnya. Mungkin
harga tiket hampir satu setengah kali tiket bus tetapi penghematan waktu
perjalanan dan tenaga sangat berarti jika kesempatan pulang mudik hanya
tujuh hari.

Enam belas September 2009, kabut asap menyerang sebagian wilayah pulau
Andalas yaitu Riau, Sumatera Barat, Lampung, dan Jambi membawa kegalauan
dan kesedihan terutama bagi para penumpang pesawat yang terkena imbasnya
karena banyak penerbangan yang ditunda. Baik pesawat yang akan terbang
atau turun menunggu kabut asap menipis dan pilot dapat melihat landasan
dengan jelas (membayangkan pesawat dilengkapi teknologi semacam GPS dapat
dengan mudah mengetahui posisi landasan walaupun terhalang asap dapat
mendarat mulus dengan bantuan program autopilot). Lalu lintas udara mulai
lancar kembali setelah hari agak sore.

Beruntung bagi kami, malamnya turun hujan. Walaupun sebentar, air hujan
membersihkan udara dari asap sehingga penerbangan keesokan harinya tidak
terkendala penundaan yang menyakitkan hati. Kembali lagi melawat Jakarta
yang macet.

Perjalanan dilanjutkan dengan kereta api. Kamandanu namanya, eksekutif
kelasnya, machal harga tiketnya, tapi tak maksimal pelayanannya. Semenjak
serangan arus mudik, pelayanan dikurangi tetapi harga tiket dinaikkan.
Harga tiket awal kalau tidak salah Rp280 ribuan menjadi Rp350 ribu tapi
pihak PT KA tidak menyediakan makan, mungkin karena sedang bulan puasa.

Gerbong enam, gerbong yang kami tumpangi sangat tidak nyaman karena
pendingin udara rusak. Salah seorang penumpang yang merasa tidak puas
dengan hangatnya suasana mengajukan protes dan meminta pindah ke gerbong
lain dan menempati tempat duduk yang kosong. Banyak penumpang yang
melakukan hal serupa tetapi diarahkan oleh petugas dari PT KA untuk
kembali ke tempat duduk masing-masing. Beberapa saat kemudian ada
penjelasan dari pihak PT KA bahwa atas ketidaknyamanan tersebut sebagian
uang tiket dikembalikan sehingga tiket yang kami bayar hanya sebesar tiket
kelas bisnis. FYI, kereta api kelas bisnis memang tidak ber-AC dan banyak
penumpang yang hanya kebagian tiket berdiri sehingga duduk di sembarang
tempat atau berdiri di bordes dan mengurangi kenyamanan penumpang lain.
Paling tidak jumlah penumpang kereta yang kami tumpangi hanya sebanyak
jumlah duduk yang tersedia. Sial bagi kami, mau cerita pamer mudik naik
kereta EKSEKUTIF malah dapat kereta YUDIKATIF alias "yu udik, keringatan,
letih, dan fenat" Haha...ya...ya...maafkan kejayusanku.

Setelah hari mulai sore dan kereta hampir sampai Stasiun Tawang Semarang,
bapak yang protes soal AC tadi pagi kembali ke gerbong dan kembali
marah-marah karena tidak mendapatkan "kupon" dari petugas PT KA untuk
pengambilan uang pengembalian di loket nanti. Ya iya laah, pak, yang dapat
pengembalian kan yang tidak dapat fasilitas AC. Nasib dari bapak X itu
tetap menjadi misteri sampai saat ini.

Dua hari di rumah mertua, dua hari di rumah mertua istriku, tiga hari di
perjalanan, sungguh tujuh hari yang tak terlupakan. Seperti hal-hal baik
lainnya, semuanya terasa cepat berlalu. Kembali ke Jambi, kembali ke
pekerjaan, kembali ke rutinitas.

Turut berduka atas gempa di Pariaman. Sebenarnya saya tidak berkompeten
untuk memberi semangat hidup bagi para keluarga korban tapi saya tetap
mendoakan semoga mereka diberi kekuatan dan kesabaran.

Minggu, 09 Agustus 2009

Safety First


Yang kupikirkan:
1. Otak itu sangat berharga dan harus dilindungi.
2. Teroris harus selalu menutup bagian kepala agar susah dikenali.
3. Kecelakaan lalu lintas telah makan banyak korban dan dapat terjadi di manapun dan kapanpun termasuk saat makan bakso.

Kamis, 23 Juli 2009

Sabtu, 18 Juli 2009

Nyuci Motor Di Jambi


Bosen nungguin motor lagi dicuci, mending foto-foto.

Mau foto muka sendiri, kurang pede.

Mau foto mas-mas tukang cuci motornya, takut dimintai royalti.

"Mas, saya foto, ya. Nanti saya masukin blog saya tapi nyuci motornya gratis, ya."

Boro-boro digratisin, malah minta royalti.

Beralih dari makhluk hidup, sasaran fotoku berganti ke benda mati. Untung pengelola ga masang tanda peringatan "kamera disilang", jadi tidak ada satpam yang tiba-tiba datang pas lagi asyik-asyiknya memfoto.

Aha, duit di dompet memang abis tapi di saku masih ada Rp10.200. Masih mampu bayar tukang cuci motornya, lah.

Jumat, 17 Juli 2009

Masa Orientasi Siswa - Orientasinya Ke Mana?

Masa Orientasi Siswa, istilah yang terdengar sangat intelek, adalah sebutan untuk kegiatan di sebuah instansi pendidikan yang bertujuan untuk memandu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru (tentu saja ini definisi ngawur a la Azhar). Kenyataan di lapangan (emang maen bola apa?) tidak seintelek namanya. Kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari sekian persen pengenalan siswa terhadap lingkungan baru dan sekian persen yang jauh lebih besar porsinya kegiatan yang lebih rendah dari "tidak berguna".

Atribut-atribut seni yang warna-warni: rompi karung, papan nama dari kertas karton bertuliskan julukan yang akan menghantui seumur hidup, membawa benda-benda antik (telor, mi instan), kaos kaki beda warna, dan segudang ide kreatif lainnya wajib dipakai adalah pesan implisit dari "kakak senior" kepada "adik yunior", "kamu, yunior, low life, kamu adalah sekedar orang bodoh yang tidak pantas disebut normal, kamu tidak pantas berdiri sejajar dengan kami, karena kalian lahir seabad setelah kami, permalukanlah diri kalian pada dunia untuk menunjukkan bahwa sekolah kalian sama tidak dewasanya dengan kalian, guru-guru kalian membiarkan kalian menjadi olok-olokan, dana kalian tidak akan pernah diterima di sekolah - jika masih bisa disebut demikian - ini"

Berbagai kegiatan "positif" yang membangun kemandirian dan semangat hidup: berjalan kaki membawa batu bata sejauh lima kilometer sampai mati, push up tiap kali berbuat salah (tentu saja "salah" versi "kakak senior"), berpanas-panas untuk mensyukuri kehangatan mentari, dipaksa bertingkah laku seperti robot dengan respon yang terbatas, dan mengerjakan sejuta tugas yang tidak rasional.

Siapa bilang, MOS tidak ada artinya, kami, "kakak senior", berusaha mati-matian membantu "adik yunior" yang kami sayangi agar menjadi seperti kami, dapat bertahan dalam kompetisi dan masuk ke dalam keluarga besar almamater. Kami menjadi dewasa sepereti ini karena dulu juga kami mengalami yang mereka alami.

Apa? Aspek psikologis dari hal-hal yang tidak rasional itu? Tidak perlu aspek psikologis, kami belum menginjak bangku kuliah, belum belajar mata kuliah psikologi. Guru-guru mendukung kami, kok, mereka kan lebih dewasa dan pasti lebih tahu latar belakang dari semua kegiatan yang kami sendiri kurang mengerti reasoning-nya.

Ada yang mati, ya? Kelelahan berjalan jauh ya? Itu, sih kebetulan saja pas sedang ikut MOS. setiap orang kan punya ajal. Kami tidak menuntut mereka mengorbankan hidup mereka kok. Coba tanya pembaca blog ini saja, mereka pasti setuju bahwa kami tidak dapat disalahkan atas kematian seorang anak yang memang sudah lemah fisiknya.

Pembaca sekalian langsung naik pitam, berdiri, meninju layar monitor, dan mencabut kabel power.

Megapolitan ke Megalitikum

Sial, mati lampu lagi.

Di Jambi, dan aku yakin di sebagian besar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, mati lampu bukan lagi hal yang jarang. Di zaman internet sudah jadi makanan pokok, mati lampu masih sering terjadi padahal hanya segelintir orang yang terlambat bayar listrik. Itupun kena denda dan stelah sekian lama tidak melunasi tunggakan dikenakan pemutusan hubungan listrik. Kayak pacaran saja, ada putusnya, nyambungnya setelah ada cinta (uang untuk bayar tagihan dan denda) lagi.

Terus kalo mati listrik terus siapa yang disalahkan? Jawabannya berbeda-beda tergantung persepsi orang.

Menurut orang kebanyakan, PLN-lah pelakunya karena tidak berusaha meningkatkan daya listrik yang didistribusikan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat.

Menurut PLN adalah pemerintah yang kurang memberi subsidi sehingga harga listrik terpaksa ditekan, keuntungan semakin menurun dan malah rugi terus.

Menurut pemerintah adalah PLN, masyarakat yang tidak mematuhi gerakan 17-22 yaitu menghemat listrik antara pukul 17.00 sampai pukul 22.00, serta industri yang secara ilegal menggunakan listrik bersubsidi.

Menurut produsen barang elektronik adalah pesaing-pesaing mereka yang tidak mampu membuat produk yang lebih hemat energi.

Menurut produsen barang elektronik lainnya adalah para ilmuwan yang lambat dalam menemukan energi alternatif, produsen-produsen ini tentu saja berniat menghemat biaya penelitian.

Menurut para ilmuwan, para penyandang dana yang pelit dalam memberi dana penelitian.

Menurut saya adalah saya sendiri yang memilih hidup untuk tergantung pada listrik.

Kali ini bukannya saya takut mati karena kehabisan pasokan listrik tapi rencana yang sudah disusun untuk hari ini tidak mempertimbangkan mati lampu.

Gara-gara mati lampu kerjaan jadi terhambat, jadwalpun jadi terhambat, energi serta ketidaknyamanan untuk menyusun rencana hari ini jadi sia-sia, semakin tidak nyaman saja.

Pekerjaan saya tidak begitu penting, tidak menentukan hajat hidup orang banyak, dan tidak berpengaruh pada kelangsungan hidup alam semesta. Sangat sederhana, laporan yang telah disimpan dalam bentuk file berekstensi pdf dibandingkan dengan laporan yang dicetak alias hard copy-nya untuk memastikan bahwa laporan yang diunggah ke situs sama dengan laporan yang dicetak.

Haus akan energi listrik, saya mengembara ke seluruh kantor mencari sejumput energi yang tersimpan di-UPS-UPS. Uninteruptable Power Supply, nama yang berlebihan untuk alat yang hanya sekedar memberi sedikit waktu bagi anda untuk menyimpan pekerjaan dan mematikan komputer ketika mati lampu.

Lumayan untuk sekadar menyambung hidup Si Laptop. Pekerjaan yang ringanpun dapat diselesaikan.

Jumat, 10 Juli 2009

Kampus Remang-remang

Serasa kembali enam bulan yang lalu, saya kira ujian semester dengan fasilitas lampu mati merupakan suatu kebetulan saja. Ternyata ujian semester kali ini terulang lagi dengan bobot ujian (ujian untuk melihat dalam gelap, maksudnya) yang lebih berat.

Hari pertama ujian semester dua sungguh mengenaskan.

Oh, ya, UIA (untuk informasi Anda, FYI) saya sekarang kuliah strata satu jurusan akuntansi tingkat empat semester dua. Daripada pusing-pusing memahami kalimat sebelumnya, mending kena migrain membaca lanjutan cerita saya. Ya, setidaknya yang pusing separuh kepala saja.

Semua materi ujian setengah semester (yang setengah semester sudah jadi masa lalu setelah ujian mid semester tiga bulan yang lalu) sudah saya lalap habis sampai muncul peringatan "The disk in the destination drive is full. Insert a new disk to continue." terus drive B saya keluarkan dan ganti dengan disk 5 1/2" yang baru... *masih terbawa film Transformers kemarin....

Sayangnya, materi yang paling penting untuk dapat mengerjakan soal tidak saya pelajari. Ilmu melihat dalam gelap memang sudah sangat langka. Kitabnya sudah lama hilang dicuri tukang sampah dan didaur ulang entah jadi kertas tisu atau kertas buram. Para pendekar yang menguasai ilmunya hanya mengurung diri di dalam kamar yang gelap karena merasa rugi di tempat yang terang kemampuannya tidak terpakai.

Ruang kelas tempat tempat kami ujian memang sudah dikutuk, lampunya mati dan hidup tidak beraturan. Setan-setan penghuni kampus rupanya sedang berlatih menakut-nakuti penghuni kampus. Saya merasa sedikit menyesal karena dalam perjalanan berangkat tadi saya sempat membayangkan seandainya lampu mati apakah ujian akan tetap dilaksanakan.

Dengan semangat membara para murid padepokan menghadapi ujian. Beruntung ponsel canggihku memiliki fitur yang kebayakan ponsel tidak memilikinya. Nokia seri RP320RB yang memiliki fitur lampu senter memang sangat berguna di daerah yang sering mati lampu.

Nasib kawan-kawan satu kelas tidak sebaik diriku, begitu intensitas cahaya turun mencapai titik yang sangat rendah untuk mata manusia normal, mereka tidak bisa melanjutkan mengerjakan soal. Begitu lampu kembali menyala, sejenak mereka bisa melanjutkan. Sengsara, baru segini saja sudah stres minta ampun apalagi di neraka ya...dibakar sampai jadi abu, kemudian disummon lagi terus dibakar sampai jadi abu lagi terus disummon dst....

Pihak universitas dhi. pengawas ujian tidak dapat berbuat banyak, lampu emergensi (lampu menggunakan sumber energi baterai yang dapat diisi ulang biasanya digunakan ketika mati lampu) saja tidak ada apalagi genset (generator penghasil listrik biasanya berbahan bakar bensin yang tentu saja digunakan untuk menghasilkan listrik ketika pihak PT. PLN (persero) tidak mampu menyediakan listrik untuk rakyat).

Aspirasi rakyat:

hai, para penghuni bukit Olimpus, kami tahu bumi terlalu luas untuk kalian kelola makanya sedikit memberi masukan (barangkali masih ada ruang untuk menampung masukan dari manusia yang tidak pernah makan Ambrosia ini) bahwa tempat dugem sudah mulai menjamur di daerah kampus kami yang lampunya mulai kedip-kedip, mohon ditertibkan. Genset juga dianggarkan ya......

Pendidikan moral hari ini:
- ... apa ya?

Kamis, 28 Mei 2009

Pernikahanku

Setelah sekian lama sok sibuk dengan prapernikahan dan pascapernikahanku, sekarang saya mau sok update blog saya.

Sesuai hasil rapat panitia penyelenggara, pelaksanaan resepsi pernikahan dinilai cukup sukses dalam artian tidak ada kendala yang berarti.

Daripada posting terlalu banyak paragraf penjelasan untuk dibaca, lebih baik saya unggah foto-foto saya sebagai berikut:

Foto Setelah Akad





Acara Serah-Terima





Sedikit Berpose











Pengantin Juga Manusia



Oh, ya... untuk foto yang lebih banyak silahkan coba akses fesbuk saya

Perpustakaan dan Facebook

Ruangan perpustakaan kampus terasa dingin.... Rupanya AC-AC itu membuai kita ketika mereka sedang melakukan kejahatan terbesar abad ini, melubangi ozon. Seperti halnya asap rokok dan narkoba serta makanan sarat formalin (atau zat turunan benzoat, pewarna tekstil, atau zat ektrim yang tidak manusiawi untuk dijadikan makanan lainnya) yang memberi kenikmatan (bingung mencari diksi yang tepat, nih) sekaligus membunuh kita pelan-pelan, CFC, kloro fluoro karbon, menggaet dan memperdaya ozon-ozon meninggalkan tugas mulia mereka dan bereaksi menjadi kloro fluoro oksida (atau entah namanya apa) dan karbon dioksida.

Lepas dari kimia ngawur itu semua, saya masih berdiri di ruangan sempit ini, menunggu petugas perpus yang menjadi korban tarif percakapan telepon yang kelewat murah. Bukannya segera melayani pengunjung perpus yang tidak punya banyak waktu untuk menyelamatkan dunia, malah ngobrol dengan orang yang tidak penting bagiku untuk membahas hal-hal yang tentu saja sama tidak pentingnya. "Menunggu bukanlah cita-citaku", mengutip dari tulisan di salah satu kaos murahan yang pernah saya beli di pasar, saya menahan diriku untuk duduk agar energi kekesalanku dapat tersalurkan. Agar terlihat seperti manusia normal, saya ambil sebuah buku untuk pura-pura dibaca. Dibaca, sih, tapi tidak secara serius (maksudnya seperti ketika sedang mengantri di sebuah klinik dan bahan bacaan yang disediakan di ruang tunggu hanyalah majalah Trubus seingga yang bisa dilakukan hanyalah membuka-buka halaman dan membaca judul-judulnya saja).

Sedikit sok tahu, perasaan inilah yang disebut manusia dengan "be-te", yaitu kondisi kejiwaan di mana diri merasa jenuh dengan lingkungan karena mengalami keadaan yang tidak nyaman.

Adzan maghrib berkumandang, memberikan kedamaian di ujung senja.

Setelah mungkin lima puluh sembilan menit lima puluh sembilan detik (keliatan banget bohongnya), akhirnya percakapan telepon ditutup. Saya menghentikan aktivitas abal-abal dan menuju petugas perpustakaan untuk mengutarakan maksud sebenarnya (yang terlalu penting untuk diceritakan di blog yang tidak penting ini) mengunjungi tempat sakral dunia pendidikan ini .

"Oh, cuma ginian..., bilang aja dari tadi, ga usah nunggu"

Kalo aku adalah Spiderman, mulutnya sudah kusemprot jaring laba-laba.

Kalo aku adalah tukang parkir, sudah jelas kusemprit dia suruh berhenti.

Kalo aku adalah penjual tahu keliling, sudah kucampur tahu yang ia beli dengan formalin.

Kalo aku adalah calon presiden dari parpol tertentu, tentu sudah kutolak dia jadi cawapresku.

Kalo aku adalah caddy golf, sudah kuceraikan dia, tentu dengan cara cerai siri juga.

Oooo...bulet...jadi kalo urusan kita ga penting kita boleh menyela pembicaraan tidak pentingnya? Kalo urusan kita penting kita harus nunggu sampai dia selesai ngobrol? Terus urusanku dianggapnya tidak penting padahal ini menyangkut lulus tidaknya kuliah temenku (yang terlalu penting untuk diceritakan, tentunya)? Terus aku disalahkan karena menunggu dia selesai melakukan yang menurutku tidak penting untuk urusan pentingku yang menurutnya sama tidak pentingnya dengan obrolan tidak pentingnya yang menurutku lebih tidak penting dibandingkan urusan pentingku?

Pentingkah postingan ini?

Penting, Pak!

Penting untuk para pemilik operator telepon yang memberlakukan tarif murah pada jam kantor.

Penting untuk pegawai perpustakaan yang ingin pengunjung perpusnya selalu merasa nyaman.

Setelah mengatur nafas dan menghitung secara berlahan dari satu sampai tak terhingga sesuai deret Fibonacci untuk mengakhiri stage "perpustakaan", kulanjutkan RPG-ku menuju stage "musholla". Sholat merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.

Karena pemoloran yang tidak perlu di perpustakaan, misi selanjutnya menjadi tertunda. Janji mengantarkan laporan ke Ketua Tim sebelum Maghrib menjadi sebelum Isya. Definisi dan penjelasan lainnya mengenai "laporan" dan "ketua Tim" bukanlah topik yang menarik untuk diceritakan, pembaca yang budiman disarankan untuk tidak berusaha mencari tahu lebih jauh dan sebaiknya melanjutkan membaca.

Dengan suasana hati yang berbunga-bunga bangkai, kulajukan kendaraan roda duaku (bilang aja motor gitu) a.k.a. Belalang Tempur menuju Villa Kenali yang dua menit jauhnya dari kampus. Bukan dua menit kecepatan cahaya, sih, tapi dua menit kecepatan Valentino Rossi yang kebelet pipis dan satu-satunya tempat pipis cuma di Villa Kenali. Saya berhasil menempuhnya kira-kira lima belas menit, kecepatan Belalang Tempur rupanya masih cukup rasional.

Sampai di rumah Ketua Tim pukul sembilan belas Waktu Indonesia Barat lebih sedikit yang artinya seharusnya pada saat itu saya harus sudah ada di kelas mengikuti perkuliahan Sistem informasi Akuntansi yang hari ini dijadwalkan untuk ujian tengah semester. Datang telat akan menjadi sangat bermasalah jika belum belajar dan selama tengah semester ini hanya mengikuti perkuliahan sebanyak tiga kali dari tujuh kali perkuliahan.

Agar cerita ini lebih seru, Ketua Tim menyempatkan sedikit waktu untuk berdiskusi mengenai laporan yang saya bawa. Dengan kecepatan cahaya kujelaskan sedikit-sedikit, *mode fast on*. Agar tidak berlarut-larut dengan berat hati beserta lemak-lemak di perut saya mohon izin untuk segera bertolak ke kampus. Dalam kesempatan ini saya minta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia yang telah membayar pajak yang sebagian pajak tersebut digunakan untuk membayar gaji saya karena telah tidak bertindak profesional. Maafin ya....

Sampai di kampus sekitar setengah delapan. Dosen sudah berpose di depan kelas sambil memamerkan soal-soal ujian tengah semester lewat infokus (a.k.a. proyektor digital) berhubung kertas sudah mulai langka. Sayangnya, listrik juga termasuk barang langka di jambi.

Energi yang meluap-luap karena ketidaknyamanan yang muncul sejak awal postingan berhasil disalurkan untuk membuat jawaban karangan yang tidak pake daftar pustaka dan kutipan-kutipan lainnya. Sekali lagi, saya berhasil membuat sebuah buku Sistem informasi Manajemen versi saya sendiri.

Saya tidak bermaksud menceritakan kisah-kisah perjuangan para mahasiswa melawan penjajah soal-soal itu karena terlalu absurd untuk diceritakan.

Bosan dengan wajah-wajah putus asa mahasiswanya, sang dosen mulai berjalan memutari kelas kami yang sarat fasilitas bersahaja. Alih-alih menegur mahasiswa yang dengan teknik sangat buruknya berusaha menyontek jawaban, malah tergaet laptop punya Aji yang tergeletak di sebuah meja. Lebih spesifik, sang dosen tertarik pada modem Flazz (gitu ya nulisnya?) punya Aji. Rupanya sambil menunggu pelajaran dimulai, Aji ngenet di kelas.

Dengan dialog yang tidak cocok diterapkan pada saat mengawasi ujian, dosen tersebut meminjam modem flazz tersebut dan mencobanya di laptop jadulnya. Alhasil, tayangan soal-soal ujian yang menyiksa berganti menjadi tampilan inboks Yahoo dan Facebook.

Jadi tidak konsen menyontek, nih.... Dengan santainya sang dosen membuka-buka surek (a.k.a. e-mail) dan membalas komentar di Facebook. Rupanya beginilah praktek e-edukasi yang selalu hanya menjadi wacana itu. Semangat "mengarang jawaban"ku meningkat drastis. Setengah sembilan sudah kuselesaikan soal menyebalkan itu dengan ngawur. Ya Allah berilah hambamu ini nilai A.

Sala seorang mahasiswa yang tidak perlu disebutkan namanya malah keluar lebih dulu dengan muka berkata "masih banyak hal yang harus dikerjakan daripada menonton dosen facebook-an".

Oh ya, judul postingan ini memang sangat dipaksakan. Mohon maaf ya....

Jumat, 22 Mei 2009

Mendaratkan Kapal


Senja di pantai Widuri Kabupaten Pemalang mengiringi para nelayan yang sedang menarik sebuah kapal ke daratan.

Kamis, 23 April 2009

Sedikit Beranjak dari titikn0l

Dalam kenyamanan, diriku sedang menikmati kesendirian, tenggelam dalam kesunyian, dan mencerna kedamaian, serta frase-frase sok puitis lainnya. (Tiba-tiba pengen posting yang agak SERIUS dan BERAT tapi kok tetep tidak bisa lepas dari belenggu KEJAYUSAN ya)

Tak disangka tak dinyana tiba-tiba muncul energi yang maha dahsyat dari bawah permukaan sanubari menyeruak ketenangan dan menggetarkan seluruh tubuh rentaku. Merinding a la Coca Cola.... kira-kira begitu...

Bangkit, kutinggalkan hamparan rumput yang nyaman menyambut langit yang luas, memandang lurus ke arah matahari yang sedang terbit, menghirup dalam udara pagi nan segar, serta menghembuskannya kembali dengan pelan sembari perlahan membuka mata.

Matahariku telah terbit. This is it...!

..... a new day .... with new hope .....
.......... holding a new zest ..........
....... smeared with a new light .......
... all together in Allah's blessing ...


Dalam kehangatan cahaya-Mu kupanjatkan syukur dan doa
Allah yang memnguasai alam semesta,
terima kasih, Engkau telah memberikan kasih sayang dan cinta;
Allah yang Mahasuci,
terima kasih, Engkau telah menyatukan kami dalam ikatan yang fitri;
Allah yang Maha Bijaksana,
bimbinglah kami agar dapat menempuh bahtera rumah tangga
dalam hidayah-Mu


Jadi, secara resmi kami umumkan ikatan kami.


Lengkap dengan denah lokasi. Lumayan membingungkan tetapi cukup membantu.

Kamis, 09 April 2009

Ive Voted


Ya,i kn0w politik itu penuh kepalsuan (macam lirik lagu dangdut) tapi apa daya, harus tetep ada yang disalahkan atas bobroknya pemerintahan.

Selasa, 07 April 2009

Reserved


Saya TERIMA mejanya dengan kelengkapan seperangkat alat makan.

Site: Rumah Makan Sederhana Jambi

Senin, 06 April 2009

--------bumi---------


Dingin....

Bukan suhu udara yang membuatku dingin....

Hatiku dingin....

Manusia telah mengecewakanku....

Limbah sungai, tumpahan minyak di laut, polusi udara, penipisan ozon, kebakaran hutan...imbalan dari manusia kepadaku...Bumi, tempat mereka lahir, tempat mereka berjalan, tempat mereka berlindung, tempat mereka dikembalikan.

Aku sekarat....

Mentang-mentang mereka cuma hidup beberapa puluh tahun, aku ditinggalkan. Sangat tidak going cencern sekali.

Aku iri sama kalian semua.... Merkurius, paking dekat sama Matahari.... Venus, you're so hot...,literally of course.... Mars, manusi berharap bisa hidup di tubuhmu, hati-hati ya.... Saturnus, kamu selalu pamer cincin menjijikanmu itu.... Jupiter, badai-badai siklon di atmosfermu membuatmu sangat seksi.... Uranus dan Neptunus, selalu dikira kembar.... Pluto, unik, dengan bentuk orbit yang berbeda dari kami semua.... syukurlah kalian tidak ditinggali manusia, makhluk tak tahu diri itu....

Waktuku sudah hampir habis, rongga-rongga di tubuhku semakin banyak setelah hampir semua minyak bumi mereka ambil. Dengan minyak bumi mereka racuni atmosferku. Aku dibunuh berlahan dengan darahku sendiri.

Aku berdarah.... Lumpur-lumpur keluar dari tubuhku, rongga-rongga tanah meruntuhkan permukaanku.

Aku berguncang....

Aku meluap.... menyapu bersih semua di atasku....

Aku tidak marah.... Aku tidak murka.... Hanya mekanisme pertahanan tubuhku telah bekerja.

Semua adalah siklus yang disekenariokan.

Maafkan aku korban lapindo, maafkan aku penduduk Situ Gintung.

I know that you are all just surviving, wanting a better living.

Human, I know most of you have been trying helping me surviving. But it'a all too late, Im now dying and taking you all with me to the grave.

Rabu, 18 Maret 2009

Superman

Superman sedang sibuk pacaran sama Lois Lane sambil sms-an sama Lana Lang....

Son Goku terlalu sibuk mencari bola-bola naga....

Bruce Willis, astronot armageddon sudah semakin tua dan botak....

SBY tersita waktunya kampanye untuk pemilihan presiden berikutnya....

Azhar Firdaus terlalu asyik dengan blognya....

Doraemon kewalahan mengatasi Nobita yang terlalu manja....

James Bond sedang mengatur jadwal kencannya....

Naruto masih belum selesai bertarung melawan Pain, baru chapter 439, bo....

He-Man sudah melemah karena sudah dilupakan anak-anak Indonesia penggemar kartun TVRI....

Para Satpol PP sedang sibuk "menertibkan" pedagang kaki lima, "mengamankan" para PSK, dan adu sprint sama para waria....

Para pengangguran menganggurkan diri sambil baca blog tidak bermutu....

Gundam belum muncul karena memang teknologi manusia belum semaju dalam komik....

Para ilmuwan terlalu antusias dengan isu pemanasan global

Begitulah semua orang baik di dunia manusia maupun di dunia komik sibuk dengan diri masing-masing padahal komet Sink-Congo-Rank yang muncul seratus tahun sekali telah bergerak mendekat ke Bumi tercinta.

Akibatnya gravitasi bumi terpengaruh, benda-benda mulai melambung, lempengan bumi bergetar, para artis kembali rujuk, angin puting beliung meiuk-liuk a la goyang inul, dan yang paling parah singkong goreng-singkong goreng yang dijual oleh padagang gorengan langsung terlempar ke angkasa. Entah ada hubungan apa antara singkong goreng dan komet Sink-Congo-Rank.

Kurang mantap dengan kekacauan yang ditimbulkan, sutradara menambahkan klimaks yang tidak berkesudahan, orbit planet bumi yang terkenal itu bergeser karena daya tarik komet. Dengan berubahnya orbit bumi dari oval menjadi elips dan akhirnya berbentuk spiral, bumi bergerak menuju matahari.

Tidak ada cara lain, kemarahan Naruto sudah memuncak setelah Hinata terluka parah terkena serangan Pain. Dikuasai emosi yang meluap-luap, Naruto hampir berhasil melepas segel Rubah Berekor Sembilan yang bersarang di tubuhnya. Delapan dari sembilan (berarti 88,89%) ekornya Rubah Berekor Sembilan telah terlepas, melepaskan kekuatan yang tidak terbayangkan. Di saat keadaan semakin genting chapter 439 pun selesai...meninggalkan para penggemarnya yang masih ternganga karena kesenangan yang tidak tuntas....

Depresi membaca sempalan kisah Naruto yang membuat penasaran, akhirnya kukeluarkan kekuatan tersembunyiku. Saya teringat perkatan Peter Parker manusia laba-laba yang kesehariannya sebagai penjual spidol, "dalam kekuatan yang besar tersimpan tanggung jawab yang tidak tanggung-tanggung." Saya juga teringat petuah Azhar mengutip salah satu komik yang dia baca, "High risk high return," dan juga teringat buku sejarah waktu SD dulu, "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Hingga tetes terakhir kuminum susu Bendera dan kemudian kuangkat Bumi dan kudorong kembali ke orbitnya.



Semudah itu kah?

Saya, pesulap bertopeng, akan mengungkapkan rahasianya....

Pertama, kunci koordinat pusat bumi. Tentukan jarak antara pusat bumi dan permukaan bumi lokasi yang kita dorong. Dengan demikian, ketika kita mendorong bumi, kita tidak akan menembus tanahnya. Baiklah, bagi pemula akan terasa agak sulit, coba dengan benda angkasa yang lebih ringan dulu, bulan misalnya.

Apakah mendorong bumi itu berat?

Tidak, para pemirsa, di angkasa semua benda melayang dengan bebas. Dengan sedikit kekuatan kita dapat menggesernya ke arah yang kita inginkan. Ingat, jangan terlalu kuat mendorongnya. Alih-alih kembali ke orbit, bumi malah akan menjauhi matahari dengan kecepatan yang hampir konstan, ingat hukum Newton I.

Menentukan lokasi orbit bumi? Mudah saja. Kunci koordinat pusat matahari dan tentukan jarak Bumi-Matahari yang pas sesuai buku IPA pas SD dulu.

Akhirnya bumi selamat dari kehancuran... semoga manusia dan Raina aka Wonder Woman baik-baik saja di TTM (markasnya Wonder Woman) nun jauh di sana.

Oh ya, buat Azhar, makasih ya khayalannya....sekarang kok sudah mulai terlalu serius ya....kasian kami para teman khayalan....

Rabu, 04 Maret 2009

Selasa, 17 Februari 2009

Lagi-lagi Merasa Tidak Nyaman


Permintaan maaf atas KETIDAKNYAMANAN yang membuat saya merasa TIDAK NYAMAN ini saya temui di terminal 1C Bandara Soekarno Hatta.

Jumat, 13 Februari 2009

My Desktop


Dari kiri ke kanan:

Buku agenda, berisi hal-hal dari yang esensial sampai yang tidak berguna.

Uang tim Merangin, Rp20 juta, kebetulan lagi mampir di mejaku.

Tumpukan map-map, rahasia negara. Halah.

Eve, partner kerja paling setia, Intel Atom, layar 10 inchi, putih, dan seksi.

Rupa-rupa ATK: pembolong kertas, pulpen, gunting, dll.

Kosmetik: sisir, sikat gigi, odol, parfum, minyak rambut, parfum, dan pembersih muka.

Bawah meja: sepatu bola, sepatu kets, sepatu pantofel, sandal, dan sanadal japit.

Rabu, 11 Februari 2009

Auditor Fall Down II


Untuk ke sekian kalinya Belalang Tempur tumbang di jalan raya meninggalkan foot step yang bengkok, celana bolong, dan lutut yang lecet.
Tunggu posting selengkapnya di titikn0l.wordpress.com

Senin, 02 Februari 2009

Labil

Lagi labil, ni. Makanya tiba-tiba muncul hasrat tak terbendung untuk mengupload foto ini...

Haha, bolehlah ketawa, bolehlah menghina, tetapi yang perlu dicatat, yang ngarang Naruto jauh lebih tua daripada aku.


Keterangan gambar:

Tidak diperankan oleh model. Ya, selain tidak kuat bayar model buat memerankan aku, belum tentu ada model yang mau berpose sangat kekanak-kanakan ini mengingat sekarang zamannya sinetron dengan cerita berbobot, dan bermutu lagi populer.

Ya iya laah, itu aku sendiri... kan aku yang punya blog.

Sejarah sarung tangan Naruto bajakan ini sangat tidak penting. Tidak sengaja ketika sedang jalan-jalan di WTC, ada yang jual dan langsung kubeli. Sebenernya ukurannya anak-anak jadi pas dipakai terasa sangat ketat.

Ya, tau, pertanyaannya kenapa aku jelek, kan? Dasar pembaca tidak budiman......

Oh ya, jangan cerita-cerita kalo aku penduduk desa Konoha, ya. Takut dikejar Akatsuki...

Minggu, 01 Februari 2009

Auditor Fall Down


Beginilah kalo dua hari begadang terus. Sambil nunggu ngeprint selesai, walaupun bentar tetep disempat-sempatkan buat tidur sejenak.
Aldre, semangat ya. Jangan protes fotonya aku muat karena muka artismu ga kelihatan.

Jambi Butuh Bantuan


Bangsa sampah mulai berdemo dan memblokade jalan. Mereka protes karena tidak diurus.

Take Me Higher


Masi kurang seksi, ya? Celana sependek itu masih dilipat pula.

Yeah, you got my attention, gal. Selamat, ya, bisa masuk blog.

Kamis, 01 Januari 2009

Porsi Kuli


Habis nyangkul kuterus makan, tidak lupa menambah nasi. Habis mandi kutolong mandor membereskan pafing blokku.

Konten Lainnya