Penelusuran google

Selasa, 25 Desember 2007

Bakat Terpendam

Suatu hari Mr. Hide terbangun dari tidurnya yang singkat, bertumpuk-tumpuk dokumen memenuhi kamar tidurnya yang kini telah berevolusi menjadi ruang kerjanya menyita spase kosong untuk bernafas, menguras gairah hidupnya, dan tentu saja menghabiskan akhir pekannya.

Lilin hidupnya semakin meredup, sebuah program komputer yang kaku telah terdoktrin di lubuk otaknya, ia bekerja bagaikan robot. "Hidup untuk kerja" telah menggantikan "kerja untuk hidup". Tenggat waktu semakin mencekik.

=========
Prajurit 1 : "Hawa membunuh ini.... Membuatku tidak bisa bergerak!"

Prajurit 2 : "Aku tidak pernah merasakan yang seperti ini...!"

Tekanan batin yang maha dahsyat, menciutkan nyali, menggetarkan hati, membunuh semangat hidup.

=========

Dengan sisa-sisa tenaga yang semakin kritis dia menggerakkan jari-jemarinya, memaksa otaknya untuk berfikir untuk menyelesaikan tugas-tugas yang tak kunjung habis. Detak jantungnya sudah tidak beraturan bagaikan senter yang habis baterai, nyala-mati-dipukul-nyala lagi-mati lagi-siklus yang menyengsarakan. Otot-ototnya sudah tidak terkontrol lagi, bergerak sendiri mengolah dokumen yang ada secara klerikal-berulang.

Sebuah dorongan muncul dari dalam dirinya. Aneh, bukan rasa lapar, cinta, atau hasrat ingin vivis. Sensasi itu muncul. Seperti saat Ultraman pingsan, seperti saat Kapten Tsubasa cidera, seperti saat Eva 01 hampir mati melawan Angel,.... sensasi BERSERK! Tiba-tiba tubuhnya benar-benar tidak terkontrol lagi, tenaganya pulih dengan kecepatan yang fantastis, sangat mirip dengan kematian tetapi bukanlah kematian,... hanya diam.... Ya, diam karena tidak bisa berbuat apa-apa, kontrol tubuh telah diambil alih oleh OS yang satu lagi.

Dr. Jagal bangkit dari ruangan pengap tersebut, pandangannya tajam, setajam harimau yang kelaparan, mengamati setiap detil ruangan, mencari sesuatu yang bisa dijadikan pelampiasan amarah terpendamnya.

Dengan sigap ia keluar mencari mangsa di jalanan, mencabik dengan ganas, menggigit dengan rakus. Ternyata hanya ilusi belaka, ia melepaskan buruan khayalannya dan kembali melanjutkan perjalanan.

Di suatu tempat yang terpencil dan kumuh, ia menemukan sekelompok manusia yang sedang berhedon ria. Melakukan tindakan sadistis dan tidak patut dibaca oleh blogger di bawah umur.

Dengan adrenalin yang memuncrat-muncrat, ia segera meleburkan diri bersama euphoria mereka.

Satu persatu tawanan di seret ke lubang eksekusi. Tanpa belas kasihan sang pemimpin suku menebaskan goloknya menyisakan mayat-mayat tak berdosa.



Sebagai anggota baru, Dr. Jagal mendapat kesempatan untuk menjadi skinner. Dengan riang gembira ia mempraktekkan kemampuannya yang masih level amatir. Sekembang senyum tergaris di bibirnya.



Tidak puas dengan pekerjaan yang membosankan, Dr. Jagal mengambil sebilah golok yang menganggur. Diayunkannya dengan buas golok tersebut untuk memotong-motong daging yang tergolek. Nafasnya semakin memburu seiring dengan tebasan goloknya.



=============================================================================

Suatu hari Mr. Hide terbangun dari tidurnya yang singkat, bertumpuk-tumpuk dokumen memenuhi kamar tidurnya yang kini telah berevolusi menjadi ruang kerjanya menyita spase kosong untuk bernafas, menguras gairah hidupnya, dan tentu saja menghabiskan akhir pekannya.

Seluruh tubuhnya pegal-pegal, telapak tangannya melepuh. Setelah membersihkan bercak darah misterius yang mengkotori kaos hijau bututnya, ia kembali ke dunianya, rutinitasnya, kembali menjadi robot.

Minggu, 23 Desember 2007

Killing Me Softly

Ternyata bukan hanya ibu-ibu yang terlena dengan sinetron-sinetron karya anak bangsa (atau buatan orang india?) tetapi juga banyak anak kecil yang terbuai dengan tayangan-tayangan heroik sarat kekerasan. Sebut saja Power Rangers dan sentai tiruan lainnya, Gundam yang penuh peperangan, dan kamen rider sekeluarga yang semuanya mengusung tema "solusi terbaik untuk memecahkan masalah adalah pertarungan".

Seperti judul lagunya Westlife, More Than Worse, ada yang lebih buruk yaitu bumbu-bumbu iklan yang menyesatkan. Dengan terang-benderang produsen makanan mengarahkan promosi produk makanan, mainan, dan barang yang tidak dibutuhkan lainnya kepada anak-anak alih-alih kepada para orang tua yang lebih mengetahui apa yang baik dan buruk bagi anak-anak.

Mari kita dukung Komisi Penyiaran Indonesia.

Rabu, 05 Desember 2007

Postingan Ideal

"Dia sangat idealis, ya."

"Mari kita jaga bersama idealisme kita."

"Diet bertujuan untuk menjaga berat badan ideal."

"Idealnya, Bapak dapat mengerjakan tugas tersebut dalam waktu dua hari."

Ideal (adj. answering to one's highets conception; perfect), ternyata tidak seideal yang dibayangkan. Kenapa? Ya karena ideal itu sendiri mengandung unsur subjektif yang sangat tidak ideal. Dalam definisi ideal yang disebutkan sebelumnya pun terdapat kata "one's" yang artinya sangat dekat dengan kesubjektifan.

"Menurut bapak, bagaimana tata kota yang ideal?"

Lebih kontradiktif lagi, kata "ideal" dan "menurut Bapak" digunakan dalam satu kalimat.

Jadi, bagaimana definisi ideal yang ideal menurut Anda?

Back Too Nature

Setelah sekian lama menghirup polusi kota Jakarta, akhirnya saya berkesempatan untuk sejenak istirahat di habitat yang tenang dan asri. Yap, setelah setahunan terkatung-katung di kantor pusat tanpa dalil yang jelas, beberapa hari yang lalu surat ketetapan yang memberikan kekuatan hukum bagi saya dan teman-teman seperjuangan untuk menempati pos masing-masing telah diterima di tangan.

Dengan semangat membara saya membakar sate berangkat meninggalkan Pulau Jawa tercinta menuju tanah Andalas yang penuh sawit. Berikut sedikit yang dapat saya laporkan dengan ngawur.

<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>

Ladies and Gentlemen, Please Welcome, Perwakilan Jambi

<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>

Ayo Menghabiskan (Sebagian) Uang Detasering

Perjalanan di pesawat begitu singkat, tidak sebanding dengan penantian yang lama dan tidak nyaman di bandara. Yap, jarak Soekarno-Hatta dengan Sultan Thaha hanyalah sekitar satu jam, kurang sebanding untuk datang lebih awal guna memenuhi kewajiban check in yang harus "pagi-pagi".

Menapakkan kaki kali pertama di Jambi, para penumpang pesawat disambut udara lembab-panas khas tropis yang tidak jauh berbeda dengan kondisi cuaca Jakarta dan sekitarnya. Namun jika diteliti lebih lanjut, kadar polusi dan aura kebisingan sangatlah jauh berbeda. Yeah, feel free to breath.

Perjalanan menuju tempat kerja baru memberi kesan yang mendalam, bukan karena keindahan kotanya tetapi karena memang ini adalah first time experience(paling ntar juga bosen). Suasana kota cukup rame dan hidup, fasilitas standar perkotaan (kecuali gramedia) sudah cukup tersedia, perempatan dan persimpangan memberi warna tata kota berbeda dibandingkan Jayapura yang dulu pernah kukunjungi, not bad-lah sebagai ibu kota provinsi.

Suasana perkotaan yang menenangkan hati tidaklah selama jangka waktu penempatan yang hendak dijalani. Setengah jam perjalanan dari bandara rombongan sudah sampai ke "Bekasi"-nya Jambi, welcome to sub-urban.

"Kata ganti "Bekasi" kuranglah tepat," kata penyunting sambil menjejalkan kata "daerah pengungsian" ke tengah paragraf.

Jalan Lingkar Barat I No. 78, itulah alamat yang hendak dituju, sebuah frase yang sangat dekat dengan "pinggiran kota", "sepi", "ndeso", .... Datz right my brother, entah bagaimana Tuhan mentakdirkan orang-orang BPK (Di Jambi) jauh dari gemerlap mall-mall dan tuentiwan. (Penyunting baru ingat, seharusnya frase "dan tuentiwan" ditambahkan setelah kata Gramedia pada paragraf kedua). Tidak cukup siksaan yang dijatuhkan, "tidak ada angkot yang lewat" diselipkan dalam list.

"Bagaimana kalian hidup?" tanya pembaca yang kurang ajar sabar.

Begitulah, somehow kami dapat bertahan sampai saat blog ini dimuat.

===========

"Jadi kapan pak, postingan ini bakal di muat di stanbpk.wordpress.com yang termasyhur itu?" Si Kancil memohon dengan wajah memelas kepada Si Buaya sebagai Kuasa Pengguna URL.

"Segera," jawab sang eselon sambil memainkan jenggotnya.

Akhirnya si kancil yang sudah tidak sabar ng-on-line-kan masterpisnya memilih menggunakan blog sendiri yang memiliki tampilan bersahaja. Tidak ada akar, rafiah pun jadi, yang penting kemuat, ada/ga ada yang baca yang penting hati senang.

[Tentu saja adegan ini fiktif belaka, untuk mengilustrasikan salah satu obrolan di suatu instansi pemerintah]

===========

Bertahan Hidup

Dengan semangat "senasib-sepenanggungan", beberapa pegawai yang belum memiliki kebebasan finansial (?) terpaksa menjadi tanggungan negara dengan menempati mes-mes kantor yang jumlahnya terbatas. Akses (cuma dan hanya cuma) ke kantor sangatlah mudah karena memang mes tersebut terletak satu komplek dengan eksbangunan milik DLLAJR setempat yang kini disulap jadi markas besar Pemeriksaan Keuangan Negara wilayah Jambi. Lumayan lah, bisa menjauhkan papan (untuk sementara) dari sandang dan pangan, saudara dekatnya (gratis bo).

Seleksi alam dilakukan untuk memilih siapa yang pantas untuk menjabat sebagai penghuni sementara dan hasilnya, kami, sebagai kelompok pasal 34 ("Fakir miskol dan pegawai terlempar dipelihara oleh negara rakyat"), dengan leluasa memenangkan tender. Manusia yang lebih bermartabatduit (Sang Penyunting mulai bersemangat untuk main coret sana coret sini) tentu lebih memilih hijrah ke kontrakan yang lebih "kota".

Ibarat bayi baru lahir, kantor kami ini juga belum memiliki SDM (dengan kuantitas) yang cukup. Terpaksa, auditor-auditorpemeriksa-pemeriksa yang powerfull harus mengerjakan sesuatu yang fully clerical di UPT jangkung (supporting unit). Beruntung Yang Maha Kuasa masih menempatkan kami di Subbagian Keuangan yang masih serumpun dengan Akuntansi (latar belakang pendidikan kami) dan Pemeriksaan. Istirja' juga, karena keuangan itu penuh dengan seni-seni birokratis yang menggiurkan.

Ayo Belajar

Bernostalgia, membayangkan saat-saat indah di STAN dulu, kuliah Keuangan Negara, Hukum Administrasi Keuangan Negara, dan Pengantar Perbendaharaan, sangatlah memberi kedamaian (sampai tidur) di kelas. Sayup-sayup nama Espe-em, yang katanya merupakan tokoh terkenal di dunia perbendaharaan negara, disebut-sebut oleh sang dosen. Sekarang nama Espe-em bukanlah buaian semata, itz real babeh (apa maksudny)! Mau-tak-mau harus belajar dengan SPM (yang tadinya disebut Espe-em) dan kroni-kroninya seperti SPP,SP2D, ringkasan kontrak, SPP, dan SSBP. Hal paling mendasar yang harus dikuasai sebagai staf keuangan adalah mengetahui lokasi KPPN dan bank. Kedua, membaca DIPA, SE DJPb, dan KMK adalah penting (beda dengan kuliah: lebih penting menguasai tool copy dan paste untuk bisa lolos kuliah). Ketiga, dalam pengajuan SPM ke KPPN, jangan lupa membawa softcopy SPM dalam flashdisk (buang jauh-jauh 3 1/2" floppy yang sudah jadul),tidak perlu membawa laptop keuangan karena akan mencoreng nama baik angkatan.

============

Aldre : "Zhar, kau berhasil membuat orang-orang panik, mereka kira laptopnya ilang."

============

Bu Meida (Kasubbag Keuangan) : "Kalo ke KPPN, tidak perlu bawa laptopnya, cukup pake flashdisk aja."

Azhar (mencari alasan) : "Saya ragu-ragu softcopynya, Bu."

============

Sarana dan Prasarana

"Salah satu unsur dalam Reformasi Birokrasi adalah peningkatan sarana dan prasarana," kata salah seorang pembicara dalam sosialisasi reformasi birokrasi dan kode etik di sebuah kantor BPK.

"Kapan renumerasinya, Pak," gerutu seorang peserta sosialisasi dalam hati. (Penyunting sudah mulai bosen membaca, kata remunerasi yang salah ketik terlewatkan).

Gedung : sewa dari DLLAJR Kota Jambi. (Beliin dong,Pung)

Internet : via Fleksi,harus jadi Kalan atau staf Kalan dulu biar bisa termanjakan dengan akses internet yang lambat. Staf lain harus hanya untuk keperluan kantor dan gantian kalo ada yang mau pake telepon. (Alhamdulilah, aku hidup di zaman GPRS sudah lahir)

Listrik : memakai tenaga gelombang laut kali yah, sangat bergelombang, stabiliser Subbag Keuangan aja sampai meledak. Itulah kenapa penyelundupan laptop dari ruangan keuangan sangat dilarang.

Air : menyejukkan, lancar bo.

Beli makan : setiap hari dipilih Duta Makan Siang dan Duta Makan Malam sebagai utusan rakyat.

Lapangan bola : luas bo, bisa sampai ke bukit-bukit sebelah.

Telepon : Merek Fleksi sudah di sebut dua kali ini,gantian sama yang mau kirim email. (email resmi kantor: bpk-jambi@plasa.com dan perwakilan.jambi@yahoo.com >>> Cipta aja punya cipta_xxxxxx@bpk.go.id)

Overall

Perwakilan BPK Ri Di Jambi, cocok untuk individu yang menyukai ketenangan dan kedamaian.

Cocok untuk yang suka menabung karena jauh dari mesin-mesin penyedot uang, tapi begitu berangkat ke bank (yang terletak di tengah kota), tergiur untuk mampir di Jambi Prima Mall, ga jadi ke bank dong.

Sesuai untuk yang suka joging, 2,5 km dari jalur angkot terdekat bo.

Tidak cocok untuk maniak internet, GPRS sebagai harapan hidup terakhir juga suka ngadat.

Cocok untuk cowok jomblo, banyak pegawai cewek (tapi ga tau status kejombloannya).

Tidak cocok untuk yang suka make up menor, AC-nya tidak sedingin gedung utama, bedaknya bisa luntur.

.... (Isi sendiri setelah survei ke sini).


<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>

Penulis meminta maaf karena banyaknya roaming yang terjadi, untuk pencerahan, silahkan baca penjelasan berikut:

Kalan : Kepala Perwakilan, si Bos.

Cipta : salah satu pegawai BPK, temen seangkatan.

UPT Jangkung :Unit Pelaksana Tugas Penunjang dan Pendukung, dapurnya kantor lah.

SPM : Surat Perintah Membayar, digunakan untuk "memerintahkan" Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai kasirnya negara untuk memerintahkan bank persepsi menggunakan Surat Perintah Pencairan Dana untuk mentransfer sejumlah uang dari rekening punya negara ke rekening instansi untuk membayar pengeluaran operasional instansi pembuat SPM tersebut (coba jelaskan subjek, predikat, dan objeknya).

Contoh, kalo mau bikin jalan, Pemerintah Daerah (Pemda) melelangkan proyek tersebut ke kontraktor-kontraktor. KOntraktor yang memenuhi syarat akan memenangkan tender dan dapat mengikat kontrak dengan Pemda untuk menjalankan proyek yang diinginkan Pemda. Setelah jalan jadi, kontraktor nagih uang yang telah dikeluarkan kepada Pemda. Untuk memenuhi tagihan dari kontraktor, Pemda menerbitkan SPM, KPPN menerbitkan SP2D, dan alhasil uang negara ditransfer ke rekening kontraktor sejumlah kontrak dikurangi pajak.

Mengerti kan? Kenapa kuliah itu begitu membosankan. Kalo sudah bangun, lanjutin bacanya ya.

Kemudian datanglah oknum BPK di akhir tahun. Dengan payung sebuah surat tugas, mereka dapat berkuasa mengobok-obok pelaksanaan proyek tersebut. Segala kecurangan ditelajangi dan dilaporkan ke negara. Hasil pekerjaan tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak, telat mengerjakan, mark up harga, proyek fiktif, ... babat habis, kembalikan uang negara rakyat ke rekening
negara!

Begitulah kondisi idealnya.

DIPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, berisi kegiatan yang direncanakan akan dilaksanakan selama setahun ke depan termasuk jumlah maksimal dana yang dapat digunakan. Dibuat pada akhir tahun anggaran sebelumnya dengan prosedur yang rumit dan membosankan untuk dijelaskan dipasukan dengan mekanisme tawar-menawar antara pelayan rakyat (instansi pemerintah) dengan wakil rakyat (DPR). Kalo bisa nawar,bisa dapet uang gede.

SE DJPb : Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan, berisi penjelasan (sangat) teknis dari produk hukum yang levelnya lebih tinggi, biasanya KMK.

KMK : Keputusan Menteri Keuangan, produk hukum yang ditandatangani oleh BU Sri Mulyani

Males ngejelasinnya, coba cari tahu mengenai mekanisme pengeluaran anggaran di www.perbendaharaan.go.id saja. Sekali-kali liat situsnya pemerintah yah. Atau bisa juga nanya-nanya ke pegawai negeri terdekat yang berkecimpung di keuangan.

Jumat, 16 November 2007

Azhar Award

*Komen duluan: "Azhar" dan "award" memang layak disandingkan yah.

Sebagai orang yang visual, ketertarikanku lebih ke sesuatu yang "dapat dilihat", misalnya mending baca komik ketimbang novel yang terlalu banyak ketikan, langsung membuka halaman karikatur ketika ada koran nganggur kalopun baca screening dulu judul-judulnya, nyari ilustrasi dulu sebelum membaca penjelasan buku manual yang berbelit-belit, dan tentu saja lebih suka menonton film daripada mendengar radio.

Nah, ngomong-ngomong soal nonton film, agar dapat meresapi setiap adegan film yang disuguhkan, tentunya suasana harus mendukung. Gambar jernih, suara terdengar jelas, teks terjemahan lengkap (mengingat keterbatasan nilai TOEFL), dan tidak disela dengan pembicaraan orang lain yang tidak berkaitan adalah beberapa hal yang harus dipenuhi.

Nyatanya tidak, sebagai seorang mahasiswa aliran akuntansi, diriku sudah akrab dengan istilah cost and benefit. Yap, artinya kurang lebih apa yang didapat harus sesuai dengan pengorbanan yang dikeluarkan. Dalam hal tonton-menonton, ada tiga alternatif yaitu: nonton di bioskop, beli DVD asli dengan player bermutu dan TV HD, serta membeli bajakan dengan player murahan dan TV rebutan dengan penghuni kos lainnya. Berdasarkan analisa sederhana di bawah ini, pilihan terakhir tersebutlah yang paling sesuai dengan prinsip "biaya ditandingkan dengan keuntungan" tersebut.

Alt. -- Biaya -- Kepuasan
I -- xxxxxxx -- xxxxxxxxxx
II -- xxxxxxxxxx -- xxxxxxxx
III -- xx -- xxxx

Alt. -- Rasio Biaya : Kepuasan
I -- 7/10
II -- 10/8 (termahal)
III -- 1/2 (termurah)

Setelah mengalami manis pahitnya asam garam dunia perfilman, tentunya (ya, perulangan diksi) ada judul-judul film yang memberikan kesan tertentu dihati. Setelah melalui proses penjurian yang ketat, akhirnya muncullah judul-judul film yang mempunyai keunggulan tertentu. Dalam hal penghargaan, bolehlah aku buat versi sendiri, kurang-lebihnya mohon maaf yah.

Ekspresi Terbaik

Bintang film berakting itu biasa, ribuan ekspresipun bisa diaplikasikan sesuai skenario. Bagaimana dengan film animasi? Bisakah mereka (para bintang film jadi-jadian) berekspresi sesuai keinginan sutradara? Ternyata ada yang bisa....! Yap, penghargaan ini diperebutkan secara ketat oleh dua judul film yang dibuat di dua belahan bumi berbeda.

Pertama, Shrek sekeluarga (I-III). Jika diperhatikan, tokoh dalam film ini dapat berekspresi selayaknya manusia beneran. Senyum Fiona yang manis mampu menyembunyikan berkilo-kilogram lemak dan warna hijau yang mencolok, ekspresi memelas Pussy in Boots pun dapat meluluhkan hati lawannya sekaligus penonton film ini. Dengan teknologi aku-dan-kau-tak-tahu-apa, pembuat film ini mampu menjiplak ekspresi manusia dan menempelkannya ke dalam tokoh-tokoh dari negeri dongeng tersebut.

Kedua, Final Fantasy VII - Advent Childrens. Sesuai subjudul, Tokoh animasi dalam film ini juga mampu membuat ekspresi wajah yang begitu natural. Dalam salah satu adegan, Aeris tersenyum manis sekali, ooh...so sweat...sampai berkeringat melihatnya. Sayang ilustrasi yang didapat kurang bagus.

Dibandingkan Shrek, Final Fantasy VII - Advent Childrens memiliki tingkat detil yang sangat tinggi. Adegan pertarungan antara Cloud dan Sephirot di tengah kota mampu melegakan dahaga para pecinta khayalan tingkat tinggi (refer to me). Detail tembok-tembok yang hancur dan terbelah begitu realistis (aka mirip aslinya). Selain itu, desain latar belakang begitu kreatif, motor yang aneh, pedang yang bisa terpisah-pisah menjadi beberapa bagian, kostum keren, dan suasana kota yang tidak sama dengan kota apapun di bumi ini.

Penyakit kebanyakan film kelahiran Negeri Matahari Terbit, sebagus apapun grafisnya, cerita tetap nomor dua. Plot ceritanya merupakan sekuel dari game Final Fantasy VII. Karena dibuat berdasar game, tentunya (tuh kan, kata favorit muncul lagi) cerita yang difilmkan tidaklah lengkap karena hanya merupakan pengembangan plot dari sebuah game. Secara tidak langsung, peringatan "main gamenya dulu, baru nonton filmnya" tertempel di bungkus DVD-nya. Sebagai penikmat mi instan, nonton film pun harus instan, wawancara dengan temenku yang agak-agak otaku berhasil sedikit membuka pikiran untuk menerima alur cerita yang berlubang-lubang.

Overall, dengan segala hormat aku menganugerahkan film dengan ekspresi terbaik kepada.... deng...deng...deng...
Final Fantasy VII - Advent Childrens.

Desain Terbaik

Optimus Prime bisa berbangga, film yang dibintanginya mendapat anugerah desain terbaik. Bandingkan saja, Transformers versi kartun jadul dan versi layar lebar terbaru memiliki lompatan kuantum dalam hal desain. Megatron yang sebelumnya digambarkan cuma kotak-kotak dengan muka bodoh berhasil diperbaiki citranya dengan desain raksasa yang terkesan keren dan sangar.

Adegan tranformasi yang dulunya sangat sederhana dan dapat dinalar, sekarang terlihat begitu rumit dan detil, dari mobil mengkilap menjadi robot raksasa yang keren dan "berotot". Kasian Bandai, susah bikin versi mainannya.

Sebelumnya aku berfikir untuk mengangkat Gundam. Setiap judulnya, Gundam dapat memiliki puluhan sampai ratusan desain mobile suit yang berbeda. Setiap kali gundamnya rusak, sang tokoh utama pasti dapet gundam baru dengan desain yang berbeda. Meskipun demikian, seperti serial anime Jepang lainnya. Setiap judul yang serumpun pasti memiliki pola cerita dan desain yang serupa. Demikian juga Gundam, untuk mobile suit tokoh utama misalnya, biasanya memiliki kombinasi warna merah dan biru, dan memiliki perisai. Apa mau dikata, maksudnya untuk ciri khas, tradisi yang dilestarikan ini menjadikan Gundam kandas dalam penghargaan ini.

Ide Terbaik

Menurut versiku, ide terbaik disandang sebuah film yang berusaha meyakinkan bahwa kehidupan manusia yang dilakukan sehari-hari (makan, tidur, ngetik, ke kantor, jalan-jalan, dsb.) hanyalah mimpi belaka. Kenyataannya ras manusia dikloning secara massal oleh alien yang berbentuk robot dan ditempatkan dalam telur-telur buaian. Setiap telur memilik banyak selang-selang yang terhubung dengan menusia di dalamnya yang meng-online-kan semua manusia kloningan dengan server mimpi. Server mimpi tersebut memberikan kehidupan virtual (sebut saja dunia Matrix, sama seperti judul filmnya) kepada semua manusia. Dengan demikian, kehidupan yang dijalani dari lahir sampai meninggal dunia sebenernya hanyalah didalam telur-telur buatan alien. Dengan bermimpi, ternyata manusia mengeluarkan energi (bener gak sih?) yang digunakan bangsa alien untuk menghidupi dirinya. Selain itu. selang-selang tersebut juga berfungsi untuk mengalirkan makanan dan oksigen, serta membuang kotoran.

Dalam dunia Matrix tersebut ada juga antivirus yang bertugas untuk menjaga stabilitas sistem agar berjalan baik, termasuk untuk membasmi pengganggu-pengganggu seperti Morpheus dan kawan-kawan. Mereka adalah manusia-manusia yang memiliki kemampuan lebih yaitu dapat melawan mimpi fana yang diskenariokan oleh bangsa alien tersebut dan "bangun" untuk memperoleh kehidupan yang sejati. Mereka berjuang dengan memasuki sistem dan berusaha mencari manusia-manusia lain yang mau "dibangunkan" juga.

Merasa terancam dengan gerilya para manusia, alien memburu mereka sampai ke basis pertahanan terakhir, kota Zion yang terletak tersembunyi di dalam tanah.

Sayang, endingnya kurang mantep, cuma gencatan senjata saja. Bangsa mesin akan berhenti menyerang Zion jika Neo, sang "Superman", mau membantu menghancurkan Mr. Smith, firewall yang berubah jadi virus ganas dan mengacaukan sistem.

Penasaran? Nonton aja sendiri, disarankan nonton satu atau dua kali agar dapat memahami alur ceritanya.

Cerita Terbaik

Kali ini, aku tidak akan berkomentar banyak, takut mengecewakan penonton. Inti cerita film My Sassy Girl sangatlah sederhana yaitu masalah percintaan yang klasik tetapi alurnya begitu mengundang "oh, ternyata adegan ga penting tadi ada hubungannya dengan adegan ini" dan menghasilkan kejutan yang menarik di detik-detik terakhir (tonton aja sendiri).

Ceritanya disadur dari komik sepuluh volume bertajuk sama yang dibuat oleh aku-gak-tau-siapa,-lupa dari Korea. Dari sepuluh volume tersebut dikompres menjadi film berdurasi dua jam menghasilkan perpaduan adegan-adegan yang menarik, kreatif, dan antisinetron dengan efek samping komik jelek tersebut menjadi lebih pede muncul di Gramedia. Sori kalo penjelasannya ngambang; seperti paragraf sebelumnya, tonton aja sendiri.


Ketegangan terbaik

Die Hard sekeluarga memang ga ada mati-matinya. Dari awal, penonton sudah disuguhkan hormon adrenalin yang menggelontor. Dibumbui plot yang rumit membuat ketegangan semakin semakin tegang (yeah,pengulangan yang parah). Bruce Willis patut bersyukur penyanderaan, pembajakan pesawat, peledakan bom, dan kelumpuhan jaringan komputer dunia hanya terjadi sebatas dalam kotak ajaib aka TV, kepingan DVD, atau di 21 saja. Dasar orang susah mati.

Konversi Terbaik

Novel setebal delapan ratusan halaman seharga puluhan-ratusan ribu diubah menjadi kepingan DVD seharga enampuluh ribuan bahkan lima ribuan untuk versi bajakannya di Glodok. Tanpa manajemen yang baik, cerita dan pesan moral yang terkandung dalam novel dapat berubah dan melenceng karena perbedaan intepretasi antara si pengarang novel dengan sang sutradara.

Lain halnya dengan Harry Potter, sutradaranya berhasil menemukan cara mengaudio-videokan halaman-halaman novel yang tebal tanpa mengurangi mutu (ya deh, mutunya turun, tapi dikit kan). Tepukan tangan lebih meriah diberikan kepada Harry Potter and Order of The Phoenix, alur ceritanya lebih smooth dibandingkan dengan kakak-kakaknya yang lahir duluan.

Contoh kegagalan konversi novel-film terjadi pada Da Vinci Code yang menghasilkan film yang ga jelas dan terkesan ada-yang-hilang karena memang banyak detil penting yang dikebiri.

Senin, 12 November 2007

Lift Salah Nama

Sekali lagi keadilan ditegakkan. Sebuah maskapai penerbangan di Indonesia menerima kaum penyandang cacat untuk bekerja sebagai pramugari. Nih video yang berhasil di ambil oleh temenku di bandara.



n.b.
1. Tulisan di atas lift: "Lift Penyandang Cacat"

2. Cowok yang terlihat duduk kaya orang ilang di pojok kanan bawah adalah diriku (sumfah ane zuzur). Pisss...

Bukanlah Pagar Makan Tanaman Tapi Sangkar Makan Anggaran



Jakarta memang kota kejam, tempat sampahpun perlu diberi sangkar biar aman dari pencuri. Foto diambil di Bandar Jakarta, sebuah restoran di Ancol.



Oh...salah. Ternyata bisa dibuka dengan tangan kosong. Terus buat apa dong?
Pasti biar keliatan lebih cantik. Oh engga' yah.

Basmi

Otaku 1:

Apa nih...! Komputer jadi lambat! Pasti virus kurang ajar nih...!

Apa! Ngga' Kedetek? Busyettt... dasar antivirus murahan...!

Otaku 2:

Mau antivirus yang ampuh? Ada nih.

Otaku 1:

Mana... Antivirus apa??

Otaku 2:

format c:

Otaku 1:

Yee....

Financial Management for Beginners

Kemaren sewaktu aku di Manado, sebelum pulang aku menyempatkan diri buat beli oleh-oleh. Sampailah diriku ke sebuah toko yang khusus menjual oleh-oleh (yang kayaknya) khas Manado, ada makanan, gantungan kunci, dan pakaian dengan hiasan bordir filipina.

Meja kasir dijaga oleh seorang ibu-ibu paruh baya yang kemungkinan besar adalah pemilik toko. Dipangkuannya ada seorang anak kecil yang tentunya kemungkinan besar adalah anaknya.

Begitu aku menyerahkan uang untuk membayar barang yang aku beli, si ibu memandu tangan anaknya untuk menerima uang yang aku berikan.

"Ayo dek, terima uangnya...yah...bagus..."

Setelah uang diterima, si ibu mengambil uang kembalian dan seperti sebelumnya serah terima uang dilakukan oleh calo yang tak lain adalah anaknya sendiri.

Perkiraan umur, 1-2 tahun, kulit putih seperti ibunya, mata sipit seperti maminya juga, kemungkinan kecil warga negara keturunan tionghoa karena sebagian penduduk Manado emang terkenal putih kulitnya.

"Ayo bilang terima kasih....", si bayi tetep diem karena belum bisa ngomong.

Bisa-bisa umur lima tahun udah bisa jual-beli handphone bekas di sekolahnya tuh....

WTS halal?

Jangan berpikir mesum dulu, WTS yang dimaksud adalah Warung Tengah Sawah.



Sesuai dengan namanya, lokasinya memang di area persawahan alias belum punya tetangga. Terletak di desa Jebed, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. Walaupun terletak agak jauh dari pusat kota, akses ke lokasi masih relatif mudah. Pengunjung yang datangpun cukup banyak karena menu yang dihidangkan lumayan enak dengan harga yang relatif murah.

Sekarang sudah mending, dulu plang (baca: papan nama) yang digunakan masih terkesan darurat, papan besar dengan tulisan Warung Tengah Sawah yang dikuaskan dengan tangan tanpa sablon. Nama Ibu Ruslani pun belum tampak.

Bu Ruslani tidak pernah menyingkat "Warung Tengah Sawah" menjadi WTS yang berkonotasi negatif tetapi karena papan nama yang digunakan secara jelas menonjolkan huruf "W", "T", dan "S", tentu saja masyarakat tergiring untuk menggunakan singkatan WTS.

Motif untuk mempertahankan nama "Warung Tengah Sawah" masih menjadi misteri, padahal tentu saja Bu Ruslani sudah tahu nama warungnya akan disingkat menjadi WTS.

Jadi, mau short time atau long time nih....

Fenomena Instan

Pernah ngga? Bangun telat dan tiba-tiba teringat ada PR yang harus dikumpulkan segera tetapi kemudian terselamatkan dengan "contoh" hasil kerjaan temennya temen kita dari kelas lain atau bahkan tahun lalu. Dengan sedikit teknik sederhana, klak-klik sana-sini dan sedikit mengiba untuk numpang ngeprin di kamar sebelah, tanpa mengucap abrakadabra, jadilah PR "atas nama sendiri". Dengan sedikit doa dan keberuntungan, beda dosen, beda kelas, dan beda tahun, niscaya plagiatisme tidak terdeteksi.

Peringatan awal, membaca blog ini memerlukan tenaga ekstra dan waktu lebih. Sebelum melanjutkan, ada baiknya tarik nafas dalam-dalam, bikin kopi dan mi dulu untuk mengantisipasi rasa lapar yang meungkin timbul di tengah prosesi pembacaan blog. (terinspirasi oleh wadehel) Subjudul yang disertakan bertujuan sebagai tempat istirahat, atur nafas, menikmati mi, atau sekedar nyruput kopi.

Instan = Cepat

Sekarang jamannya serba cepat. Berbagai alat bantu dibuat untuk membantu (baca: mempercepat dan mengakuratkan) kerja manusia. Hitung-menghitung misalnya, dengan kalkulator, hitungan perkalian yang rumit dapat dilakukan dalam sekejap mata (asal pas mencet tombol tu kalkulator, mata hanya kedip sekali). Orang purba tentu saja tidak perlu menghitung perkalian puluhan digit yang rumit karena memang mereka tidak memerlukannya, yang penting pas butuh ikan mereka punya buah-buahan yang porsinya sepadan untuk dibarter dengan ikan dari kampung sebelah.

Selain itu, muncullah istilah template yang saking instannya (setahuku) belum ada istilah bahasa Indonesianya. Dengan template, seorang tukang jahitpun bisa menjadi perancang halaman situs yang handal. Merancang halaman muka blog pun tidak perlu belajar (misalnya) Microsoft Frontpage ataupun tag-tag HTML dari buku yang tebelnya minta ampun. Tinggal klak-klik sani-sini, "next" dan "next" lagi, wolaa jadilah halaman muka blog yang cantik. Tentu saja ga boleh marah kalo ada blog lain yang mempunyai desain sama persis, namanya juga batik sablon, tinggal cetak aja.

Jadi orang jahat pun sekarang secara instan bisa diwujudkan. Generator virus contohnya, tinggal unduh aplikasinya, klak-klik sana-sini, "next" dan "next" lagi, mak nyuk, jadilah virus dengan nama dan kemampuan (yang tentunya terbatas sesuai dengan aplikasi generator virusnya) yang kita inginkan. Lumayan merepotkan, tetapi pasti selalu kelah mutakhir dengan antivirus yang sudah ada.

Satu kesimpulan dapat diambil, sesuatu yang instan hasilnya tidaklah maksimal tapi soal kecepatan menang. Bagaikan barat dan timur, kecepatan dan mutu memang saling bertolak belakang.

Adakah yang Lebih Instan?

Menurutku, hal instan yang menurutku paling dapat memuaskan kebutuhanku secara instan adalah mi instan yang dengan pedenya menyebutkan frase instan yang secara tersirat membawa pesan moral: "rasa adalah nomor dua". Bangun kesiangan, belum mandi, belum nyetrika, belum ngerjain PR, dan (siksaan paling dahsyat,) perut lapar.

Mandi bisalah disubtitusikan dengan parfum, nyetrika bisalah diganti dengan "yang penting pede, kusut-kusut dikit ga akan dimarahi dosen, lah kalo lapar? Beli nasi uduk di warung Ceuceu harus ngantri, ngga makan ga bisa konsen (baca: tidur tenang) di kelas, akhirnya mi instanlah solusi instan untuk kebutuhan kandungan glukosa dalam darah. Perbungkusnya lumayan, bisa memenuhi 15% (contoh dari salah satu merek mi instan) Angka Kebutuhan Gizi (untuk diet 2000 kalori) per hari. Tentunya biar ga cepet abis, tenaga yang terbatas harus digunakan dengan hemat, jangan banyak gerak dan mikir di kampus; tidur, selain dapat mencegah perbuatan maksiat juga dapat menambah "kenyang"-time (terinspirasi dari istilah talk time).

Hasil survei (kalo bisa disebut survei yah, soalnya aku terpaksa mengalami kelamnya dunia kos-kosan selama kuliah-makan tidak teratur dan tentunya manajemen keuangan yang menyita bandwidth pikiran), tidak hanya diriku yang beranggapan seperti itu; mi instan ternyata menjadi komoditas unik bagi penduduk sipil kos-kosan. Bahkan ada yang khusus menganggarkan untuk makan mi instan sekian hari sekali atau sekian kali sehari. Dengan begitu, anggaran makan bisa ditekan (tight money policy) dan penghematan yang dihasilkan dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih tidak berguna seperti membeli komik, traktir temen, dan nonton bioskop-untuk mempertahankan embel-embel "gaul" (yang fana).

Dengan membeli beberapa merek mi instan, menu yang didapat lebih variatif, hari ini makan soto daging, besok makan soto ayam, besonya lagi makan spageti, sate, dan rasa-rasa virtual lainnya. Apapun mereknya, yang penting mi instan, murah dan (apakah) sehat (?).

Temenku lebih parah, dia beli sekaligus satu dus mi instan untuk persediaan. Karena lingkungan kos-kosan yang tidak higienis dan tidak steril, masuklah semut dan teman-teman seperguruannya merampas harta rakyat. Karena sudah tidak perawan lagi, temenku yang satu ini merasa risih melihat tumpukan minya yang sudah ternoda. Karena sayang dibuang, akhirnya kebijakan ekstrim diambil, "Mi ini harus segera dihabiskan". Dengan semangat empat lima akhirnya dimulailah program "days with me mi". Pagi mi, siang mi, malam mi, oh....me mi again....

Dari hasil wawancara tidak resmi aka ngbrol ngalor-ngidul, salah satu oknum penghuni kos-kosan sempet keceplosan mengeluarkan pernyataan menghebohkan (yang mengilhami blog ini), "Tidak ada yang lebih instan daripada mi instan".

Kuliah In-STAN?

Pengen jadi pegawai negeri secara instan? Kuliah aja in STAN (cuma gaya aja dan tidak bermaksud promosi, padahal ada kuliah instan lainnya).

Tersebutlah sebuah kawah Candradimuka yang mampu mengubah (aka convert) seorang lulusan SMA jurusan IPA yang maniak rumus dan pikiran dipenuhi hal-hal yang eksak menjadi buruh rakyat yang bekerja dalam keadaan ekstrim harus mengubah Hukum Newton dan klasifikasi tumbuhan dengan Undang-undang dan Jenjang hirarki jabatan.

Asal lulus Ujian Saringan Masuk (USM), kuliah tiga tahun bisa dinikmati dengan hanya mengeluarkan uang yang tidak seberapa (hanya untuk kegiatan kemahasiswaan dan wisuda; frase "gratis biaya pendidikan" tidak merefer pada uang makan dan biaya kos) dibandingkan dengan biaya kuliah di universitas negeri dan swasta. Angin segar buat rakyat jelata bukan? Tetapi nyatanya banyak anak pejabat dan warga negara kelas menengah ke atas yang turut andil dalam USM yang diselenggarakan dan fairly (secara administrasi) berhasil lulus. Walaupun bersaing secara sportif tapi kan tidak adil secara finansial (orang kaya kok cari yang gratis). Lagi-lagi penonton rakyat dikecewakan.

Karena sistem penerimaan mahasiswa menggunakan saringan yang ketat, tentu saja mahasiswa yang tersaring pun memiliki kualitas yang tidak dapat diremehkan. Sebut sajalah 90% mahasiswa memiliki prestasi akademik di SMA dulu. Tetapi sayang sekali, mahasiswa-mahasiswa yang pernah kutemui 50%(atau mungkin lebih)-nya masuk yang 10% itu.

Kembali ke instan, setelah perjuangan penuh ketidakjelasan selama tiga tahun, begitu selesai yudisium, bebaslah kita dari segala beban. Benarkah begitu? Oh...tidak, Udah sekolah gratis main kabur aja. Ada yang namanya ikatan dinas (kerja paksa, tapi di bayar kok). Pake rumus lagi; 3n+1, dengan n adalah masa kuliah. Jadi, lulusan diploma III ijazahnya ditahan sepuluh tahun dulu (kacian...).

Yang namanya transkrip nilai pun belum pernah diperlihatkan. Setiap akhir semester hanya ada daftar IP yang ditempel di gedung perpustakaan. Selain itu ada juga daftar tumbal; orang yang tidak bisa mempertahankan prestasi kehadiran minimal 80% atau yang tidak beruntung gagal di salah satu mata kuliah. Sedih juga mengetahui temen kita tiba-tiba tidak kelihatan lagi di semester berikutnya. Lebih sedih lagi tentunya apabila kita mengalaminya sendiri.

Masuklah kita ke dalam kancah pertempuran ada yang masuk blok Depkeu, partai BPK, dan kafilah-kafilah lain di dunia persilatan. Saatnya menjadi investasi rakyat untuk
tentunya memberikan return yang lebih besar (?).

Kesimpulan kedua, instan itu settingnya tidak fleksibel. Contoh lain ada juga. Pernah buka rekening baru di sebuah bank. Sebut saja BNI, ada juga loh ATM instan yang jadinya just in time saat itu juga tapi nama kita tidak tercetak di kartu, kalo ilang ya ilang aja.

Begitulah dunia yang sudah mulai menginstan.... Kalo terlalu instan seru ga sih?

Senin, 05 November 2007

Sok Filosofis

Sesuai blueprint awal, sebenernya blog ini punya tujuan buat nulis (baca: menampung) hal-hal yang aku temui di kehidupan sehari-hari (jadi ingat gaya bahasa soal mata pelajaran PPKN di SD dulu) yang unik (atau dipaksakan unik) beserta pemikiran-pemikiran yang timbul di otak(kanan dan kiri)ku. Sedikit sok jadi pemikir gitu, tapi seringnya ide yang muncul menjadi terlalu khayal dan tidak aplikabel. Maaf aja kalo dalam perkembangannya, blog ini menjadi tidak konsisten, ngelantur, dan menuju ke arah narsisme yang tidak terkontrol.

Kembali ke awal kelahiran titikn0l, nama yang menurutku tidak keren dan norak tersebut muncul karena memang diriku yang mortal ini masih belum punya prestasi apa-apa bagi masyarakat sekitar, nusa, dan bangsa alias masih di posisi awal (nol).

Rancangan nama awal untuk blog ini adalah zer0point, sebuah istilah yang muncul begitu saja di benak. Filosofi yang terkandung di dalamnya tentunya muncul belakangan (ide muncul setelah bahan) Dalam perkembangan selanjutnya, khayalanku (setidaknya tidak 100% hanya memikirkan hal-hal cabul) berhasil menghasilkan logo untuk tema titikn0l yang juga lahir jauh sebelum titikn0l muncul di dunia persilatan.



Desainnya sederhana dengan tema (sok) gotik. Bila diperhatikan (semoga bisa terbaca), huruf "Z-E-R"-nya berbentuk ambigram yang diilhami novel Malaikat dan Iblis karya Dan Brown. Huruf "o" atau "0"-nya dibiarkan tetap bulet karena pikiranku sudah mentok ga bisa ngerubah ZER0 menjadi ambigram, jadilah logo semiambigram yang belum dipatenkan ini.

Dimulai dari coret-coretan ga jelas di kertas, perjuangan berlanjut di jendela Macromedia Freehand MX bajakan (Semoga dimaafkan, karena memakai bajakan tidak untuk komersil). Desain yang sederhana semata-mata karena keterbatasan ilmu ke-"freehand"-anku yang hanya diperoleh secara otodidak (seperti nasib Photoshop CS-ku yang juga bajakan dan otodidak-perpaduan yang menyedihkan). Tool yang powerful menjadi tumpul ditangan seorang amatir sepertiku sehingga hasilnya gitu-gitu aja. Pada akhirnya aku cukup (/harus) puas dengan hasilnya.

Agar lebih manusiawi (baca: hidup), aku tambahin sketsa buatanku sendiri. Dengan jurus kilat, akhirnya lahirlah avatarnya zer0.



Goresan yang kasar menunjukkan gambar ini dibuat secara darurat dengan mode fast yang tentunya menomorduakan kualitas (atau karena emang kemampuanku sudah mentok?)

Scaner kantor sudah cukup untuk mendigitalkannya. Dengan sedikit polesan aplikasi wajib para desainer, Mspaint, revert sama fill color sudah cukup untuk menyesuaikannya dengan tema yang diusung logo yang sudah ada sebelumnya. Tau ga, untuk menggabungkan avatar dan logonya digunakanlah Photoshop. Jadi, diperlukan tiga aplikasi untuk menghasilkan logo tak bermutu ini. Hattrick nih.

Begitulah sedikit sejarah titikn0l dan logonya yang belum resmi. Zer0point (baca: titikn0l) merupakan titik awal untuk menjadi hero. Semoga tidak hanya menjadi visi belaka.

n.b.
Barusan aku lihat iklan salah satu operator telepon seluler di sebuah surat kabar yang slogannya (kurang lebih) "Tong Kosong Berbunyi Nyaring. Hati-hati dengan Janji si-Nol!" Semoga iklan tersebut tidak merefer ke blog ini.

Nambah lagi, warna latar hitam ternyata bisa dihubungkan dengan semangat titikn0l karena kode heksadesimal untuk warna hitam adalah 000000 (nol-nol-nol-nol-nol-nol)(gitu yah?)

Sabtu, 03 November 2007

Berkhayal, Boleh Kan?

Beginilah kalo ga kesampean jadi desainer grafis, bakat yang terpendam disalurkan dalam hal-hal yang tidak berguna.



Kali ini saya mengambil tema Bleach, sebuah serial manga (baca: komik) yang lagi populer di negeri asalnya, Jepang dan negeri kita tercinta, Indonesia. Agar tidak menimbulkan fitnah dan kehebohan di dunia infotainmen, alih-alih menggunakan foto artis, saya menggunakan foto sendiri sekalian untuk menyalurkan hasrat narsis yang bergejolak (maklum anak muda).

Untuk mendramatisir senyum kemenangan dalam pose congkak saya, salah seorang tokoh dari serial Bleach "ditempelkan" untuk menambah kesan "aku memiliki semuanya, kekuatan dan wanita". Kenapa tidak harta-tahta-wanita? Karena di dunia komik harta dan tahta tidak pernah ditonjolkan, yang penting jadi terkuat dan mampu mengalahkan lawan dalam medan pertempuran.

Topeng setengah tengkorak yang dimaksudkan untuk menambah kesan sangar dan sadis (bukan untuk meniru Bang Napi) ternyata tidak sesuai harapan karena kontras dengan wajah "tokoh utama" yang "kurang seperti kriminal". Logo "bleach" ditambahkan agar orang awam menjadi "ngeh" dengan tema yang ditonjolkan.

Nih, gambar masternya.



Mau liat karya gagalku yang lain?, ni aku upload juga gambar yang menjijikan di bawah ini. Intepretasikan sendiri ya. Yang jelas, saya tidak bermaksud menjatuhkan nama baik seseorangpun.



Nih gambar masternya, sayang gambar Agnesnya sudah ilang ga tau ada di mana.



Jika disebar di internet pun, tidak akan ada yang percaya. Yap, ketidakasliannya begitu kentara, tidak perlu repot-repot menghubungi Roy Suryo untuk melihat kejanggalan perbedaan warna kulit (kalo ada yang tau caranya, tolong saya diajari ya). Maklum otodidak, namanya juga baru belajar (ide muncul setelah ada bahan, bukan ide duluan baru bahan). Saya tidak tahu ini termasuk melanggar hukum atau tidak, semoga Agnes Monica tidak perlu repot-repot menuntut.

Kamis, 01 November 2007

Autostereogram



Penasaran dengan gambar di atas?

Sedikit informasi dan cara lihat gambar tersembunyi di dalamnya klik di sini

Gambar-gambar sejenis dapat dengan mudah dicari dengan google dengan kata kunci stereogram atau stereograf atau stereograph.

Coba yang satu ini (dari wikipedia)


Atau yang ini (dari halaman wikipedia yang sama), jika dilihat dengan teknik yang sama, akan terlihat lebih "tiga dimensi"


Pertama kali lihat gambar sejenis bertahun-tahun yang lalu, pada sebuah kalender. Dengan berbekal keterangan singkat mengenai cara melihat di setiap bawah-kiri gambar, saya mencoba melihat gambar tiga dimensi yang tersembunyi dan akhirnya berhasil. Cukup mudah kok.

Minggu, 21 Oktober 2007

Calo Resmi

Lagi semangat cerita tentang calo nih. Kali ini pengalaman pertamaku pulang ke Pemalang dari terminal Pulogadung Jakarta. Setelah stres merasakan macetnya lalu lintas kota Jakarta di dalam sebuah bus kota, datanglah beberapa orang calo menyambut diriku turun menjejakkan kaki kali pertama di pelataran terminal Pulogadung.

Setelah sebelumnya mendengar banyak cerita kejamnya kota Jakarta, saya sudah memikirkan beberapa cara untuk menghindari calo jahat yang mungkin akan dihadapi.

Singkat cerita, dua orang calo berhasil menggandeng tanganku. Lolos tanpa perlawanan fisik adalah tidak mungkin karena mereka terlihat begitu menyeramkan. Seragam baju biru dan tanda pengenal tidak dapat menyembunyikan niat jahat mereka. Harga tiket minimal dua kali lipat sudah terbayang, sebuah harga yang mahal untuk seorang mahasiswa baru yang belum berpenghasilan.

Api dibalas dengan api, penipuan dibalas dengan muslihat, secara spontan saya menyebut kota Cirebon ketika ditanya tujuan saya.

Agak tenang setelah diantar ke loket tiket, saya terkejut karena petugas loket juga sekomplotan dengan mereka, menetapkan harga tiket dua kali lipat harga wajar, sesuai perkiraan. Dengan tiket Cirebon harga ganda, saya hanya membayar satu setengah kali harga tiket Pemalang. Kerugian berhasil dikurangi.

Jakarta memang lebih kejam daripada Solo.

Kejamnya Kota Solo

Untuk kesekian kalinya saya bertemu calo. Waktu itu saya berada di terminal Tirtonadi kota Solo hendak mencari bus yang lewat Pemalang, tempat tinggal saya. Begitu turun dari sebuah angkutan kota, seorang paruh baya menanyakan tujuan saya. Terpengaruh asumsi awal bahwa orang Solo itu ramah dan baik hati, singkat cerita saya termakan rayuan sang calo dan mendapatkan tiket yang lebih mahal dengan selisih tidak wajar dari harga tiket sebenarnya. Itupun setelah saya protes dengan nada keras padahal saya belum pernah membentak orang yang lebih tua apalagi di tempat umum.

Begitulah pengalaman pertama kali di terminal Solo, sial bertemu dengan kaum minoritas (mayoritasnya ramah dan baik hati).

Modus operandinya, calo mengatakan bahwa tiket sudah terjual habis dan bus segera berangkat sehingga korban menjadi terburu-buru dan tidak teliti. Untuk lebih meyakinkan, mereka memiliki seragam dan tanda pengenal.

Jika bertemu calo, mendingan menolak dengan seperlunya dan bila ada yang perlu ditanyakan bertanyalah pada petugas/pedagang yang tidak menyesatkan. Dan jangan lupa, belilah tiket pada loket resmi.

Selasa, 25 September 2007

Ke Luar Negeri


Akhirnya, untuk kali pertama saya pergi ke luar negeri juga.
Tapi kali ini tujuannya bukan buat sekolah, belanja, nikah sama bule, atau lainnya seperti kebayakan orang. Yap! cuma mampir di perbatasan timur Indonesia alias sedikit menjejakkan kaki di tanah Papua Nugini (PNG).

Sebenernya tidak ada yang menarik di sana, tanah penuh ilalang, pagar besi perbatasan, gapura selamat jalan-selamat datang, pasar tradisional orang PNG dan Papua, petugas bea cukai yang lumayan ramah, petugas perbatasan dari PNG yang tidak bisa berbahasa Indonesia, dan penduduk lokal kedua negara yang lalu lalang.

Lepas dari semua itu, jika ada yang bertanya apakah saya pernah ke luar negeri, saya jawab "Ya!" dengan mantap.

Rabu, 19 September 2007

Landing Mode

Pada suatu hari saya dimarahi oleh seorang pramugari karena menyalakan telepon genggam di dalam pesawat. Pada saat itu saya mengaktifkan fitur flight mode.

"Pada saat take off dan landing sama sekali tidak boleh menyalakan hape walaupun flight mode!" katanya.

Kenapa produsen hape tidak menciptakan take off mode dan landing mode, ya?

Selasa, 11 September 2007

Budaya Kebaratan

Beberapa hari yang lalu, di bandara, ketika saya sedang check in penerbangan ke Jayapura, saya melihat seorang calon penumpang bule mengucapkan salam terlebih dahulu kepada petugas bandara sebelum menyerahkan tiket dan tanda pengenal.

"Good morning, how are you today?" katanya.

Pertanyaan: kenapa saya lupa mempraktekkan budaya ketimuran itu, ya?

Rabu, 05 September 2007

Stunt City Is Real!

Mendaki gunung, paralayang, arung jeram, menyelam, panjat tebing, dan berkemah adalah beberapa contoh kegiatan yang menjadi sarana penyegar di tengah rutinitas kehidupan kerja/sekolah yang menjemukan (rutin = menjemukan).

Beberapa persamaan kegiatan-kegiatan tersebut adalah berbeda dari rutinitas sehari-hari, memiliki resiko, serta memerlukan persiapan dan biaya yang tidak sedikit. Dalam hal ini, resiko atau bahaya, dapat dikatakan menjadi tujuan utama karena bahaya yang terkandung (tersesat di gunung, jatuh dari ketinggian, tenggelam, dsb.) memicu adrenalin dan memberikan efek feel younger -tentunya bagi yang sudah tua.

Ternyata, ada sebagian masyarakat yang menjadikan resiko (dalam bentuk fisik seperti cidera, kecelakaan, dsb.) sebagai rutinitas. Yap, salah satu contohnya adalah para pengguna transportasi kereta api. Lebih spesifik lagi adalah pegawai, karyawan, dan pekerja yang sehari-hari menggunakan sarana transportasi kereta api dalam kota di Jakarta.

Penggunaan kereta api sebagai sarana berangkat-pulang ke dan dari tempat kerja banyak keuntungannya yaitu: terhindar dari macet, biaya transportasi lebih murah, dan jadwal teratur.

Sayangnya, menurut literatur kuliah dan kenyataan di lapangan, resiko berbanding terbalik dengan keuntungan. kelebihan di atas Ktentunya dilengkapi dengan kekurangannya yaitu: biaya murah = pelayanan kurang = fasilitas kurang = keamanan kurang. Kereta Rel Listrik (KRL) ekonomi dan "langsung sambung" (langsam) yang tersedia tidak dapat menampung banyaknya pengguna.

Alhasil, pemandangan yang terlihat di setiap stasiun kereta api adalah berebut "ruang kosong" kereta. Yang penting masuk dan sampai tujuan, kenyamanan dan keamanan dikesampingkan. Beberapa praktek keekstriman yang dilakukan para penumpang kereta di antaranya: naik di pintu karena dalam gerbong sudah penuh, bergelantungan di lokomotif, dan yang paling bahaya (dan berangin) adalah duduk di atap gerbong.

Sebenarnya ada kereta yang lebih nyaman yaitu kereta AC yang harga tiketnya lebih mahal yaitu 5-10 ribu untuk satu kali perjalanan. Sebuah angka yang menurut para buruh pabrikan, pegawai biasa, dan pedagang sayur di pasar tidak ekonomis hanya untuk sekadar transport (dibandingkan dengan penghasilan perhari mereka). Lebih irit lagi, dengan adanya kelemahan sistem pengendalian internal di stasiun-stasiun kecil, penumpang gelap dapat dengan mudah memanfaatkan fasilitas (yang minim tersebut) tanpa membayar tiket (seharga Rp1.500). Apabila ada pemeriksaan tiket oleh petugas, cukup membayar seribu (masih untung Rp500) sebagai "uang aman". Setelah turun dari kereta dan keluar stasiun, seringkali tidak ada pemeriksaan tiket. Kalaupun ada, karena banyaknya penumpang, banyak (hampir semua) yang lolos pemeriksaan.

Itulah, hanya dengan seribu lima ratus rupiah, rakyat kecil yang tidak sempat dan tidak mampu (secara finansial) menikmati pendakian gunung, paralayang, arung jeram, menyelam, panjat tebing, dan berkemah dapat juga menikmati wahana yang tidak kalah bahayanya.

Berhimpitan Di Dalam Gerbong

Panas, tidak nyaman, rawan pencopet, polusi rokok, rawan pelecehan seksual, dan sesak nafas.

Bergantung Di Pintu

Berangin, tangan pegal, jika lengah bisa jatuh, dilempari batu oleh anak kecil penghuni perumahan kumuh bantaran rel kereta yang iseng.

Bergantung Di Lokomotif

Berangin, kena debu, tangan kotor (banyak oli), kena asap, berisik suara mesin dan bel kereta, jatuh.

Duduk Di Atap Gerbong

Berangin, kena debu, tempat kotor, jatuh, disuruh turun petugas keamanan stasiun.

Tinggal pilih saja.

Senin, 03 September 2007

Pembajak

Hari ini saya berkesempatan mencoba alat pengganda CD. Tidak seperti PC biasa yang menggunakan perangkat lunak untuk membakar/menggandakan CD, alat ini tidak menggunakan perangkat lunak khusus dan memang dibuat khusus hanya untuk menggandakan CD.

Bentuknya sepintas seperti CPU sebuah PC, hanya semua bagian depannya terdiri dari sebuah sebuah DVD ROM, tujuh buah DVD RW, dan sebuah alat pengganda CD/DVD yang dimensinya sama dengan DVD/CD ROM. Semau perangkat tersebut disusun dalam sebuah rak seukuran casing tipe ATX. Sebuah DVD ROM yang letaknya paling atas berfungsi sebagai pembaca CD/DVD master.

Pengoperasiannya cukup mudah, masukkan tujuh buah CD/DVD kosong dalam DVD RW yang ada kemudian masukkan CD/DVD yang hendak digandakan ke dalam DVD ROM. Setelah itu, serahkan semua pada perangkat keras pengganda CD/DVD. Tidak lebih dari 3 menit, tujuh CD/DVD hasil penggandaan sudah dapat digunakan. Waktu tiga menit tersebut untuk CD, mungkin untuk DVD lebih lama.

Selanjutnya kita hitung, tujuh CD dalam waktu tiga menit, berarti sekitar 140 CD dalam waktu satu jam. Jika pelaku pembajakan CD bekerja selama enam jam sehari, dia dapat memproduksi 840 CD sehari. Belum lagi kalau dia mempunyai lebih dari satu alat.

Pantesan Glodok tak pernah sepi.

n.b.
Sayang sekali saya tidak bisa menampilkan fotonya.

Senyum

Beberapa waktu yang lalu (tidak lebih dari 24 jam yang lalu), saya mendapat sms dari teman saya seperti berikut:

"Aslm,yo opo kabare rek?suwe gak krungu kbre!wis podo mangkat rung?gek ndang do dadi bandit berkostum kiai!!ha3x.Pesen ku:tetap tersesat di jalan yang benar!!"

Artinya kurang lebih adalah:

"Aslm, apa kabarnya? Lama tidak mendengar kabarmu! Sudah berangkat belum (ke tempat kerja yang baru; Kantor Perwakilan BPK Di Jambi)? Cepat-cepat jadi bandit berkostum kiai!!ha3x.Pasanku:tetaplah tersesat di jalan yang benar!!"

Mendapat sms tersebut, dalam hati saya hanya tersenyum karena tidak yakin dia serius. Sebuah say hi yang aneh bagi seorang kawan yang beberapa waktu (beberapa minggu) tidak bertukar kabar.

Sampai sekarang saya belum mengirim balasan.

Kamis, 23 Agustus 2007

Kenapa Makan Tiga Kali Sehari?

Tiba-tiba muncul di benak saya, kenapa kita harus makan tiga kali sehari? Kenapa tidak dua kali sehari saja tetapi jumlah total makanan yang dikonsumsi per hari sama. Kenapa tidak empat kali sehari?
Saya pernah mendengar, ada ahli gizi atau dokter atau siapalah yang katanya ahli di bidang diet mengatakan bahwa lebih baik makan beberapa kali tetapi jumlah makanan yang dimakan sedikit. Namun, tampaknya tidak ada yang mendukung pendapat tersebut bahkan gerakan makan tiga kali sehari didukung dengan aturan kedinasan atau perkantoran atau ketenagakerjaan atau apalah yang intinya memberikan waktu istirahat dan makan cuma sekali sehari (dengan asumsi sarapan dan makan malam di rumah).
Yang saya dengar, di luar negeripun orang makan tiga kali sehari. hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan tersebut sudah sangat mendunia dan menjadi kesepakatan bersama. Untungnya, tidak ada sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar konsensus tersebut.
Pada prakteknya, makan tiga kali sehari tidak saya praktekkan sepenuhnya. Pada saat masih kuliah, kadang saya mempraktekkan makan dua kali sehari (di luar bulan puasa ya). Jadi, sarapan sekaligus makan siang dijadwalkan pukul sebelas siang dan makan malam dilakukan sekitar pukul tujuh malam. Ternyata, praktek yang tidak lazim ini menjadi lazim di kalangan mahasiswa. Entah kenapa, beberapa (yang jumlahnya banyak) mahasiswa (terutama anak kos), tanpa ada yang mengampanyekan, mengikuti tren tersebut.
Dari berbagai sumber (gaya banget...), diketahui bahwa alasan utama tren ini berkembang di kalangan mahasiswa adalah untuk mengurangi pengeluaran mengingat kebanyakan mahasiswa belum mempunyai penghasilan yang mencukupi.
Kembali ke judul, kenapa harus tiga kali?

Senin, 20 Agustus 2007

Diakui : Kerugian Rp2000

Suatu hari di sebuah terminal bis.
Aktor 1 : "Pak, Kompas."
Seorang pedagang koran asongan mendekat. Dia terlihat tua dan renta, tubuh dan pakaian tidak terurus.
Aktor 1 : "Berapa, Pak."
Pedagang : "Tiga ribu."
Transaksipun terjadi.
Aktor 2 (teman Aktor 1) : "Setelah jam 12 harga Kompas kan seribu."
Aktor 1 : "Dua ribu untuk anak dan istrinya. Kamu enggak mikir sampai ke situ, kan?"

Minggu, 19 Agustus 2007

Tur Empat Kota

Ini posting pertama saya. Untuk menulis posting ini saya menggunakan telepon genggam.

Kamis, 16 Agustus 2007 : di Jakarta.
Jumat, 17 Agustus 2007 : upacara bendera di kantor.
Malam : naik bis pulang ke Pemalang, sampai pukul 23.45.
Sabtu malam, 18 Agustus 2007 : berangkat ke Yogyakarta naik travel, sampai pukul 23.45, menginap di kosan Irul.
Minggu, 19 Agustus 2007 : menghadiri resepsi pernikahan Yudis-Andri, kemudian berangkat ke Semarang, sampai pukul 18.00. Pukul 22.30 membuat blog ini.
Rencana besok : berangkat ke Jakarta.

Konten Lainnya