Penelusuran google

Jumat, 26 September 2008

Metal Bending

Itu yang bikin judul ngawur aja... *memukul-mukul kepala;frustasi* ... akibat dari kejar tayang redaktur blog (gayax ajax....).

Ya, kejadiannya kan pas bulan puasa jadi tidak punya banyak waktu untuk ngenet, lebih untuk kegiatan ibadah (tidur, buka bersama, ...) dan kerja (baca: datang agak telat, duduk diam, buka internet, ngegosip, ngerapel absen, pulang lebih awal).

Seperti kali ini, ada acara buka puasa bersama yang diadakan kantor. Yap, kantor, yang artinya pake duit kantor yang diambil dari anggaran negara dan bersumber dari pajak dari rakyat. Makan uang rakyat dong..., ya iya lah kan "dari rakyat(jelata) - oleh rakyat (yang jadi PNS rendahan) - untuk rakyat (yang jadi penjahat pejabat)"

Maafkan diriku wahai rakyat Indonesia (terutama yang bayar pajak), aktivis kampus, dan Kang Iwan Fals, memang beginilah Indonesia kita, masih promitif, masih pakai hukum rimba, yang kuat lobi dan jabatannya yang menang.

Kita tidak akan membicarakan politik, terlalu kahyangan buat makhluk bumi sepertiku. Kita bicara soal buka puasa bersama saja dan tentu saja kejadian yang menimpa belalang tempurku.

Detik-detik adzan maghrib semakin dekat, langit sudah mulai gelap, diriku masih berada dirumah (kost sweet home). Dengan persiapan seadanya, topeng pejabat penting dan artis terkenal kutinggalkan di kotak make up, cukup pake muka sendiri.

Jalan-jalan Kota Jambi kulalui dengan kecepatan yang tidak beretika. Maafkan diriku pak Polisi, para pengguna jalan (terutama yang bayar pajak), dan aktivis antiglobal warming (kan motornya bikin polusi).

Setengah jalan pertama, ruas-ruas jalan kulalui dengan mulus tanpa terdengar umpatan sedikitpun, dalam hal ini helm sangat membantu. Kejadian naas itupun terjadi setelah mencapai 2/3 perjalanan. Oknum pengemudi motor masuk pertigaan dari ruas jalan sebelah kiri dengan kecepatan yang tidak kalah ugal-ugalannya. Selama beberapa puluh ribu nanodetik sebelum tumbukan, saya berhasil membelokkan arah kemudi beberapa derajat untuk menghindari tumbukan, lawan main juga melakukan hal yang sama. Beruntung tumbukan tidak terjadi sehingga rumus hukum kekekalan momentum tidak dapat digunakan, cukup pake rumus gaya gesek untuk menghitung kerusakan yang terjadi akibat serempetan (Bahasa indonesianya apa ya?).

Teringat Kstaria Baja Hitam yang untuk selanjutnya disebut KBH RX ketika melawan lawannya (ya iya lah..., kalo sama teman namanya berteman) yang sama-sama berkendara motor. Kedua-dua selalu menyerang dengan motor melayang dan berserempetan di udara. Ya, serempetan, tidak pernah terjadi tumbukan, hanya serempetan, tentu saja disertai efek percikan api agar lebih mantap. Kali ini tidak ada percikan api dan tidak ada motor melayang tapi beruntung di antara kami tidak ada yang terjatuh.

Kerugian yang tercatat adalah bengkoknya step (baca: pijakan kaki) dan beberapa cc adrenalin yang muncrat sia-sia. Jadi bukan karena ada pengendali tanah dari Negara Tanah yang membengkokkan step belalang tempur saya. Untuk meluruskan kembali cukup dengan sentuhan pemilik bengkel terdekat, ya pasti bayar lah.





Malam itu, Senin tanggal 22 September 2008 saya berhasil menghadiri buka puasa bersama dengan selamat. Makanya jangan terburu-buru kalo ada barang gratisan....

Selasa, 16 September 2008

Inisiasi

Hari ini, 13 September 2008,....

I'll Be Allrightnya Anggun berdering dari hapeku. Pagi-pagi puasa sudah ada yang telepon.
Rupanya Abang Ferhad (AF), "Zhar, aku sudah di depan rumah," katanya. Dengan tenaga yang ada diriku segera bangkit menyambut tamu spesial dan segera bertolak ke Mendalo di Filipina di Muara Jambi sana.

Sehari yang lalu, Jumat, 12 September 2008,....

"asmkm, zhar, bsok brkt jam brapa?," sms dari AF kuterima. "Kalo bs pagi sblm jam7.poto dah dicetak ni," balesku.

Beberapa saat sebelumnya....

"Mbak, minta cetak masing-masing 2x3 sepuluh kali sama 3x4 sepuluh kali," pintaku (cieeh, diksinya) sambil menyerahkan flashdisk.
ABG-lumayan-cakep-penjaga-konter-hape-sekaligus-cetak-foto-digital: "...."

"Mbak, minta cetak masing-masing 2x3 sepuluh kali sama 3x4 sepuluh kali," kataku, copy-paste dari kalimat di atas.

ABG-lumayan-cakep-penjaga-konter-hape-sekaligus-cetak-foto-digital: "Apa, Bang?"
"Mbak, minta cetak masing-masing 2x3 sepuluh kali sama 3x4 sepuluh kali," menekan ctrl+v untuk kedua kalinya, "ini cetak sepuluh...."

ABG-lumayan-cakep-penjaga-konter-hape-sekaligus-cetak-foto-digital: "Ooh... sepuluh lembar?"

"Ya...," mulutku, "cakep-cakep kok tulalit," otakku.

Sinetron ini dilanjutkan dengan adegan tidak penting di mana ABG-lumayan-cakep-penjaga-konter-hape-sekaligus-cetak-foto-digital tersebut rupanya kurang mumpuni menangani Adobe Photoshop yang memang didesain untuk profesional dan kemudian diriku berpindah konter dengan penjaga yang lumayan cakep juga tetapi sudah agak dewasa. Sedikit pelajaran hari ini, ternyata ada korelasi antara kedewasaan dan kemampuan menggunakan perangkat lunak... (ga penting ya....)

Lima hari yang lalu, Senin, 8 September 2008,....

"Kurang ajar," Aji melepaskan kekesalannya dengan diksi yang salah, "Masa aku coba transfer di BRI kota sini kata tellernya nama pemilik rekeningnya salah. Berarti pemilik rekening-rekening itu bukan Rektor dan Dekan Universitas Jambi (untuk selanjutnya disebut Unja), dong. Unja memang licik."

"Jadi harus transfer di BRI deket kampus Unja sana, dong. Sekalian aku nitip transfer ya...."

Rabu
, 10 September 2008, sore hari,....


Aji Melapor. Rupanya, BRI di kampus Unja belum online jadi tidak ketahuan pemilik rekening sebenarnya yang mengaku sebagai dekan/rektor tersebut. Bisa saja Mbah Marijan, Al Amin Nasution, Dewi Perssik, atau artis-artis lainnya. Setiap slip transfer hanya dicap dan tanda tangan petugas bank. Sungguh dosa besar dalam dunia Sistem Pengendalian Intern.

Dengan demikian secara resmi saya sudah membayar uang pembangunan, uang kemahasiswaan, dan apapun itu sebagai mahasiswa baru Program Ekstensi Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, akreditasi N/A (terpaksa tidak ada yang lebih bermutu di Kota Jambi ini).

Sabtu, 13 September 2008, hari terakhir batas waktu registrasi mahasiswa baru...

Semua terlihat normal dan terrencana, berkas-berkas telah disiapkan. Pengambilan formulir registrasi tidaklah terlalu bermasalah. Dalam hal ini pungli Rp1.000,00 perorang tidak dipermasalahkan. Pelayanan satu pintu sangat diagungkan, semua mahasiswa berjubel di satu loket, sungguh pemandangan yang tidak luar biasa di Indonesia. Banyak yang tidak membawa persyaratan lengkap karena minimnya informasi. Dalam pengumuman disebutkan cukup membawa slip transfer untuk mengambil formulir registrasi ternyata harus membawa foto kopi ijazah dan pas foto 3x4 dua lembar. Diriku aman, semua sudah disiapkan berkat info yang akurat dari Riski, teman kantor yang lebih dahulu sudah melakukan registrasi.

Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengisi formulir. Rupanya ada empat lembar formulir yang harus diisi, dan tiga di anataranya harus ditempel pas foto beralmamater Unja. Masalah almamater ini sudah diselesaikan secara jantan.

Kamis, 11 September 2008

Berdasarkan informasi dari Riski, untuk mengambil jaket almamater Unja, diperlukan bukti pengambilan registrasi DAN HASIL TES URINE. Persyaratan yang kedua menjadi masalah karena tidak pernah disosialisasikan sejak awal dan tidak ada dasar hukum yang jelas apakah itu Undang-undang Dasar, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, ataupun Keputusan Rektor atau Dekan, atau apapun yang bisa dijadikan dasar. Tanpa adanya hasil tes urine jaket almamater tidak dapat diambil. Tanpa Jaket almamater tidak bisa foto dengan menggunakan jaket almamater. Tanpa pas foto berjaket almamater tidak dapat mengisi formulir registrasi. Jadi ingat rantai makanan....

Riski dengan sedikit usaha dapat meminjam jaket almamater kepada Pipit, oknum mahasiswa baru yang dengan patuhnya menjalankan tes urine. Lebih tidak bermoralmodal lagi, diriku bersama dua oknum lainnya menempuh jalur lebih singkat. Dalam hal ini Photoshop bajakan sangatlah berguna, cukup menindih kepala Riski dengan kepala kami, jadilah foto kami beralmamater, tinggal dicetak massal.

Kembali ke hari ini, 13 September 2008,....

Pengisian formulir registrasi berlangsung efisien, pensil 2B pinjam, lem minta, sungguh irit. Pengisian biodata tidak seifisien yang diperkirakan, ada formulir yang manual dan ada formulir yang menggunakan pensil 2B, merepotkan. Total pas foto yang harus ditempelkan sudah tidak terhitung lagi (hiperbolik banget). Tetapi semua dapat diatasi, semua disatukan dan dimasukkan dalam map.

Loket sudah semakin padat, absurd, tidak ada yang mengatur antrian sehingga tentu saja alih-alih terdapat antrian yang ada adalah kerubutan (turut berduka cita atas kejadian pembagian zakat di Pasuruan). Dengan gerakan yang efisien diriku berhasil meletakkan map punya saya di mulut loket, licik yah. Licik itu relatif, jika semua melakukan hal yang sama berarti cukup adil.

Map masuk ke dalam dan melewati proses yang panjang dan melelahkan di tangan petugas. Formulir yang di rapihkan kemudian dipisahkan mana yang untuk kampus mana yang untuk bank kemudian salah satu bagian dikembalikan sebagai kartu mahasiswa sementara. Ternyata map punya saya tidak melewati proses yang semestinya karena kurang satu dokumen yaitu foto kopi ijazah. Ya ampuun, sudah berapa kali diriku menyerahkan ijazah ke mereka? Sekali ketika pendaftaran awal sebelum matrikulasi, kedua hari ini saat pengambilan formulir registrasi, dan masih harus menyerahkan untuk ketiga kalinya, hattrick dong.

Hal ini menjadi sangat bermasalah karena:

1. Saya tidak menyimpan ijazah asli. Ijazah asli masih tersimpan di suatu ruangan di STAN sana. Maklum, ikatan dinas, jadi biar tidak kabur ijazah ditahan dulu dan hanya diberi tiga foto kopian yang sudah dilegalisasi.

2. Dari tiga lembar foto kopi ijazah dua lembar di antaranya sudah berpindah tangan ke Unja,

3. Foto kopi ijazah terakhir saya simpan di filling kabinet di kantor dan dikunci.

4. Kunci filing kabinet saya simpan di rumah.

5. Posisi saya sekarang adalah di kampus Unja.

Dengan gerakan a la Valentino Rossi yang kebelet pipis, saya segera melakukan tindakan semestinya. Singkat kata singkat cerita, foto kopi ijazah sudah di tangan. Untuk antisipasi apabila suatu hari saya memerlukan ijazah saya, saya harus menyimpan salinannya. Saya memutuskan untuk melakukan pemindaian.

Permasalahan selanjutnya:
1. Scanner berada di ruang Subbagian Hukum dan Humas yang dikunci,

2. Kunci ruangan dipegang satpam;

3. Satpam yang bersangkutan yang seharusnya standby ternyata tidak di tempat dan beredar entah ke mana, terpaksa harus mencari kunci ruangan di meja satpam,

4. Jumlah kunci ruangan sangat banyak dan semuanya berbentuk sama, harus dicoba satu persatu.

Akhirnya perjuanganpun dimulai. Dengan kemampuan supranatural saya yang memang tidak natural saya mencoba menebak kunci mana yang digunakan untuk membuka ruangan. Berhasil! Berhasil saudara-saudara, setelah percobaan kesembilan saya berhasil menebak kunci yang benar. Adegan selanjutnya sama sekali tidak memiliki unsur mistis, ijazah yang sudah berbentuk kopian saya scan dan disimpan dalam harddisk.

Pikiran jahat saya:

Jika suatu saat saya memerlukan ijazah saya, misalnya seorang penjual nasi uduk tidak percaya saya berhasil luluslolos STAN dan saya harus menunjukkan foto kopi ijazah yang sudah dilegalisasi, atau sekadar pamer kepada calon mertua, saya harus mencetak ijazah saya dengan printer warna sehingga stempel "sesuai dengan aslinya" terlihat berwarna biru dan terkesan stempel asli.

Setelah melaksanakan apa yang diperlukan, dengan semangat a la Valentino Rossi saya memacu motor Yamaha saya. Kali ini Bang Rossi kebelet boker dan satu-satunya WC yang terdekat adalah di kampus Unja.

Setelah berfikir 999 kali, saya berfikir sekali lagi dan memutuskan untuk tetap menyimpan foto kopi ijazah dengan stempel legalisasi asli dan menyerahkan ijazah hasil cetakan yang mirip dengan foto kopi ijazah dengan stempel legalisasi asli.

Dengan banyaknya mahasiswa baru yang melakukan registrasi, map saya berhasil lolos dan dikembalikan dengan form Kartu Rencana Studi beserta Kartu Mahasiswa Sementara. Hari ini cukup sekian, pengurusan KRS dimulai tanggal 19 September 2008 nanti.

Dosa saya hari ini:

1. Mengata-ngatai Unja yang lambat dan semrawut (ups, saya melakukannya lagi);

2. Memalsukan legalisasi salinan ijazah (bukan memalsukan ijazah atau jangan-jangan sebenarnya tidak ada ijazah yang asli dan saya tidak mengetahuinya). Ijazah asli saja bisa dipalsukan apalgi sekadar salinannya. Tanggal kadaluarsa saja bisa diganti, makanan sisa saja bisa diolah kembali, anggaran negara saja bisa dinego, nomor urut caleg saja bisa dipesan, bla...bla...bla....

3. Menggunakan nama Valentino Rossi tanpa membayar royalti;

4. Tidak mendukung Gerakan Disiplin Nasional dengan menyerobot menjejalkan map di mulut loket (sekali lagi, licik itu relatif);

5. Dengan sengaja tidak melakukan tes bebas narkoba, menghemat Rp120.000,00 tetapi rugi lebih besar karena tidak dapat mengambil jaket almamater yang sudah saya bayar sejak awal. Walaupun tidak dapat dijerat secara hukum tetapi dengan demikian saya tidak menunjukkan itikad baik.

Minggu, 07 September 2008

Krisis Privasi

Belalang tempurku melaju dengan kecepatan yang masih wajar (emang bisa melaju dengan kecepatan cahaya...?). Sejenak menoleh ke arah kanan jalan, Hau's Tea, salah satu restoran semi modern di Jambi, menjadi pusat perhatianku walau untuk sesaat.

Puasa-puasa begini memang penuh godaan, makanan misalnya (namanya juga puasa). Namun, godaan terhadap makanan tidaklah fatal karena seekstrim apapun dirimu membayangkan makanan dalam otakmu sampai air liur memuncratpun tidak akan membatalkan puasa. Coba godaan yang lain, menggunjing, berkata bohong, berpikir mesum, misalnya, susah dihindari dan kadang secara tidak sadar (baca: naluriah; reflek) kita melakukannya. Walaupun officially tidak membatalkan puasa, perbuatan-perbuatan remeh tersebut dapat menghilangkan makna dan pahala puasa. Kok jadi sok religius begini yah....

Sebenarnya yang menjadi perhatian utama sepersekian detik tersebut adalah tirai penutup jendela yang menghalangi akses orang di luar untuk melihat oknum-oknum yang sedang menikmati makanan di saat orang lain berpuasa. Menurut saya, tujuan utama pemasangan tirai tersebut menjadi bias antara sebagai bentuk toleransi terhadap orang yang berpuasa dan sebagai perlindungan terhadap identitas muslim yang meninggalkan kewajiban berpuasa. Lebih lagi, orang yang secara legal tidak berpuasa (orang yang beragama selain islam, maksudnya) akan merasa tidak nyaman dengan kondisi rumah makan/restoran yang tertutup.

Mbok yo jangan cuma rumah makan yang ditutup-tutupi, paha-paha dan aurat lainnya juga harus disembunyikan, they're bothering me.....


Met puasa ya....

Konten Lainnya