Penelusuran google

Rabu, 17 Maret 2010

Martabak-Sality-Modem atau Modem-Sality-Martabak

Martabak-Sality-Modem atau Modem-Sality-Martabak

MSM atau MSM, sama sajalah urutannya.
Modem Gawe Mendem

Zaman sekarang serasa jadi orang gua bila tidak bisa online setiap saat. Bisa lewat ponsel atau laptop (yang sekarang semakin ringan-kecil-murah saja), fesbukan atau twiteran tidak pernah alpa dari jadwal harian, e-mail selalu di-push, dan koran kertas diganti dengan berita online.

Malang nasibku, suatu hari (tepatnya dua hari yang lalu)saya tidak bisa berhubungan lagi sama mbak maya (dunia maya maksudnya). Awalnya saya mengira ada gangguan sinyal yang kadang terjadi tetapi teman sekantor saya yang menggunakan kartu yang sama dapat dengan cukup nyaman berselancar. Berarti masalah terletak di laptop atau modem saya, masalah user saya abaikan.

Beberapa jurus yang sudah saya tempuh adalah sebagai berikut:

1. Cabut dan colok modem lagi = gagal;
2. Restart laptop = tidak ngaruh;
3. Reinstall driver modem = sama saja;
4. Ganti browser = fail;
5. Matikan firewall = tetap;
6. uninstall aplikasi yang dicurigai tidak akur = sia-sia;
7. Scan virus = pepesan kosong;
8. Restore Windows = gagal maning.

Bahkan Restore Windows pun gagal dilakukan, entah laptop ini kena tenung apa. Perasaan laptop selalu saya awasi sehingga tidak ada kesempatan untuk memperdayai anak gadis orang yang kemudian berbuntut balas dendam secara mistis.

Masa, gara-gara modem ngambek harus instal ulang windows....tidaaak....!

*gawe mendem = membuat mabuk

Sality Brought Insanity

Pernah kena virus komputer? Pengalaman ini memang wajib bagi setiap pengguna komputer. Berbagai varian virus dari seluruh dunia setiap saat mengancam baik secara online maupun offline.

Beberapa virus menyebabkan kerusakan yang tidak fatal, hanya membludaknya isi hardisk karena aktivitas penggandaan diri yang bersidat sporadis, sebagian virus lain membawa cacat permanen yang tidak bisa disembuhkan kecuali dengan instal ulang.

Suatu hari, laptop saya tertular virus yang cukup mengganggu. Dia (virus itu) entah bagaimana caranya sudah bersarang dalam hardisk laptop saya. Dugaan pertama karena laptop saya suka mainan air dan tanah kotor sehingga larva cacing bisa masuk melewati pori-pori kulit kaki dan akhirnya berdiam di pembuluh darah.

Dugaan kedua adalah karena laptop saya terlalu banyak dicolok tanpa pengaman. Memang flashdisk menjadi perantara penularan virus yang paling banyak karena sifatnya yang portabel, mudah colok sana-sini. Tambah lagi laptop lambat saya tidak saya amankan dengan antivirus (tidak hanya tidak up to date, saya bahkan tidak menginstal antivirus sama sekali). Tanpa antivirus memang membuat kerja prosesor menjadi ringan tetapi sangat beresiko, makanya saya sangat tidak merekomendasikan komputer tanpa antivirus dan firewall.

Penyamaran virus tersebut terkuak setelah saya mencoba sebuah antivirus lokal yang tidak perlu diinstal. Ratusan file telah terinfeksi.

Tidak seperti virus cemen yang hanya membuat salinan dirinya dengan nama file-file dengan ekstensi .doc atau .xls, serta menyembunyikan file aslinya dengan atribut hidden dan system, virus sality ini menginfeksi file berkstensi .exe.

Alhasil mungkin karena antivirus yang saya gunakan kurang mutakhir, semua file yang terinfeksi DIHAPUS sehingga banyak aplikasi yang harus saya instal kembali. Sialnya, file instalasi yang saya simpan di hardisk juga ikut terhapus.

Bisa gila saya...!

Kini laptop saya karier virus, cacat, dan dikucilkan teman sekelasnya.

Sengsara Martabak Membawa Nikmat Sengsara

Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan mencoba sebuah warung mertabak yang cukup terkenal di metropolitan Jambi. Lokasinya tidak memang sestrategis kerajaan Samudera Pasai tetapi banyaknya kendaraan yang memenuhi lapangan parkir menunjukkan pengunjungnya berasal dari seantero wilayah kerajaan. Warung Manggis namanya, entah dari mana asal inspirasi nama tersebut.

Sebenarnya saya bukan penggemar apalagi maniak martabak. Kali ini saya hanya ingin coba-coba saja melihat banyaknya rakyat Jambi yang menggandrungi. Sebagai sampel saya pesen tiga martabak yang berbeda. Bukannya saya berniat makan tiga porsi sekaligus tetapi memang waktu itu saya bersama istri dan seorang teman. Satu orang satu porsi, cukup normal, bukan?

"Menunggu bukanlah cita-citaku", itulah tulisan pada kaos murahan yang saya beli beberapa tahun lalu di Pasar Pagi di Pemalang. Muka kami semelas ilustrasi kartun dalam kaos saya itu, seakan menunggu harapan yang tak pasti padahal kami hanya menunggu beberapa porsi martabak. Masalahnya, jam makan sudah lewat membuat kami memiliki resiko terkena maag yang lebih besar.

Seperti para pemborong yang mendapat kabar bahwa uang proyek sudah ditransfer, kami bersorak ketika satu persatu menu yang dipesan sudah diantar ke meja kami. Dua porsi dari tiga yang kami pesan sudah datang, jadi tingkat penyelesaian pekerjaan adalah 66,67%. Dengan optimis saya menunggu kedatangan 33,36% terakhir.

Seiring dengan naiknya kadar asam dalam lambung, naik pula temperamen saya. Sehubungan dengan alpanya Aura Kasih, saya bertekad menuntut ganti rugi sebesar Rp2 M satu porsi martabak yang tidak kunjung muncul batang hidungnya, saya mengajukan protes ke meja kasir.

"Mbak, meja tiga kurang satu!" tanda seru untuk menunjukkan emosi saya. Emosi boleh emosi, gaya tetap putri solo, lembek seperti biasa.

"Kurang satu, yo bang," jawaban sementara dari pihak manajemen.

Beberapa saat kemudian seorang wanita muncul di depan meja kami.

"Pesanannya kurang satu, ya."

Dengan gaya bakul beras dia mencocokkan catatan di purchase order dengan jumlah piring di meja kami. Kedua piring di meja hampir bersih disapu trio macan kelaparan. Sangat birokratif untuk sebuah warung martabak dan sangat sibuk sampai tidak sempat meminta maaf.

Setelah rekonsiliasi data selesai, kami kembali menunggu untuk pesanan terakhir. Saya yakin setiap orang yang pernah melakukan kesalahan pantas untuk diberi kesempatan sekali lagi untuk memperbaikinya.

Setelah ditunggu cukup lama, martabak yang jadi asal muasal permasalahan tidak kunjung diantar membuat kami semakin tidak sabar. Setelah merasa sakit hati dengan warung martabak (sok) terkenal yang wanprestasi, kami pun hengkang dari TKP dengan perasaan dongkol. Tentu saja kami bayar dua porsi saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulislah apa yang ingin ditulis dan dan klik "Poskan Komentar" bila Anda sudah siap.

Konten Lainnya