Penelusuran google

Rabu, 05 Desember 2007

Back Too Nature

Setelah sekian lama menghirup polusi kota Jakarta, akhirnya saya berkesempatan untuk sejenak istirahat di habitat yang tenang dan asri. Yap, setelah setahunan terkatung-katung di kantor pusat tanpa dalil yang jelas, beberapa hari yang lalu surat ketetapan yang memberikan kekuatan hukum bagi saya dan teman-teman seperjuangan untuk menempati pos masing-masing telah diterima di tangan.

Dengan semangat membara saya membakar sate berangkat meninggalkan Pulau Jawa tercinta menuju tanah Andalas yang penuh sawit. Berikut sedikit yang dapat saya laporkan dengan ngawur.

<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>

Ladies and Gentlemen, Please Welcome, Perwakilan Jambi

<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>

Ayo Menghabiskan (Sebagian) Uang Detasering

Perjalanan di pesawat begitu singkat, tidak sebanding dengan penantian yang lama dan tidak nyaman di bandara. Yap, jarak Soekarno-Hatta dengan Sultan Thaha hanyalah sekitar satu jam, kurang sebanding untuk datang lebih awal guna memenuhi kewajiban check in yang harus "pagi-pagi".

Menapakkan kaki kali pertama di Jambi, para penumpang pesawat disambut udara lembab-panas khas tropis yang tidak jauh berbeda dengan kondisi cuaca Jakarta dan sekitarnya. Namun jika diteliti lebih lanjut, kadar polusi dan aura kebisingan sangatlah jauh berbeda. Yeah, feel free to breath.

Perjalanan menuju tempat kerja baru memberi kesan yang mendalam, bukan karena keindahan kotanya tetapi karena memang ini adalah first time experience(paling ntar juga bosen). Suasana kota cukup rame dan hidup, fasilitas standar perkotaan (kecuali gramedia) sudah cukup tersedia, perempatan dan persimpangan memberi warna tata kota berbeda dibandingkan Jayapura yang dulu pernah kukunjungi, not bad-lah sebagai ibu kota provinsi.

Suasana perkotaan yang menenangkan hati tidaklah selama jangka waktu penempatan yang hendak dijalani. Setengah jam perjalanan dari bandara rombongan sudah sampai ke "Bekasi"-nya Jambi, welcome to sub-urban.

"Kata ganti "Bekasi" kuranglah tepat," kata penyunting sambil menjejalkan kata "daerah pengungsian" ke tengah paragraf.

Jalan Lingkar Barat I No. 78, itulah alamat yang hendak dituju, sebuah frase yang sangat dekat dengan "pinggiran kota", "sepi", "ndeso", .... Datz right my brother, entah bagaimana Tuhan mentakdirkan orang-orang BPK (Di Jambi) jauh dari gemerlap mall-mall dan tuentiwan. (Penyunting baru ingat, seharusnya frase "dan tuentiwan" ditambahkan setelah kata Gramedia pada paragraf kedua). Tidak cukup siksaan yang dijatuhkan, "tidak ada angkot yang lewat" diselipkan dalam list.

"Bagaimana kalian hidup?" tanya pembaca yang kurang ajar sabar.

Begitulah, somehow kami dapat bertahan sampai saat blog ini dimuat.

===========

"Jadi kapan pak, postingan ini bakal di muat di stanbpk.wordpress.com yang termasyhur itu?" Si Kancil memohon dengan wajah memelas kepada Si Buaya sebagai Kuasa Pengguna URL.

"Segera," jawab sang eselon sambil memainkan jenggotnya.

Akhirnya si kancil yang sudah tidak sabar ng-on-line-kan masterpisnya memilih menggunakan blog sendiri yang memiliki tampilan bersahaja. Tidak ada akar, rafiah pun jadi, yang penting kemuat, ada/ga ada yang baca yang penting hati senang.

[Tentu saja adegan ini fiktif belaka, untuk mengilustrasikan salah satu obrolan di suatu instansi pemerintah]

===========

Bertahan Hidup

Dengan semangat "senasib-sepenanggungan", beberapa pegawai yang belum memiliki kebebasan finansial (?) terpaksa menjadi tanggungan negara dengan menempati mes-mes kantor yang jumlahnya terbatas. Akses (cuma dan hanya cuma) ke kantor sangatlah mudah karena memang mes tersebut terletak satu komplek dengan eksbangunan milik DLLAJR setempat yang kini disulap jadi markas besar Pemeriksaan Keuangan Negara wilayah Jambi. Lumayan lah, bisa menjauhkan papan (untuk sementara) dari sandang dan pangan, saudara dekatnya (gratis bo).

Seleksi alam dilakukan untuk memilih siapa yang pantas untuk menjabat sebagai penghuni sementara dan hasilnya, kami, sebagai kelompok pasal 34 ("Fakir miskol dan pegawai terlempar dipelihara oleh negara rakyat"), dengan leluasa memenangkan tender. Manusia yang lebih bermartabatduit (Sang Penyunting mulai bersemangat untuk main coret sana coret sini) tentu lebih memilih hijrah ke kontrakan yang lebih "kota".

Ibarat bayi baru lahir, kantor kami ini juga belum memiliki SDM (dengan kuantitas) yang cukup. Terpaksa, auditor-auditorpemeriksa-pemeriksa yang powerfull harus mengerjakan sesuatu yang fully clerical di UPT jangkung (supporting unit). Beruntung Yang Maha Kuasa masih menempatkan kami di Subbagian Keuangan yang masih serumpun dengan Akuntansi (latar belakang pendidikan kami) dan Pemeriksaan. Istirja' juga, karena keuangan itu penuh dengan seni-seni birokratis yang menggiurkan.

Ayo Belajar

Bernostalgia, membayangkan saat-saat indah di STAN dulu, kuliah Keuangan Negara, Hukum Administrasi Keuangan Negara, dan Pengantar Perbendaharaan, sangatlah memberi kedamaian (sampai tidur) di kelas. Sayup-sayup nama Espe-em, yang katanya merupakan tokoh terkenal di dunia perbendaharaan negara, disebut-sebut oleh sang dosen. Sekarang nama Espe-em bukanlah buaian semata, itz real babeh (apa maksudny)! Mau-tak-mau harus belajar dengan SPM (yang tadinya disebut Espe-em) dan kroni-kroninya seperti SPP,SP2D, ringkasan kontrak, SPP, dan SSBP. Hal paling mendasar yang harus dikuasai sebagai staf keuangan adalah mengetahui lokasi KPPN dan bank. Kedua, membaca DIPA, SE DJPb, dan KMK adalah penting (beda dengan kuliah: lebih penting menguasai tool copy dan paste untuk bisa lolos kuliah). Ketiga, dalam pengajuan SPM ke KPPN, jangan lupa membawa softcopy SPM dalam flashdisk (buang jauh-jauh 3 1/2" floppy yang sudah jadul),tidak perlu membawa laptop keuangan karena akan mencoreng nama baik angkatan.

============

Aldre : "Zhar, kau berhasil membuat orang-orang panik, mereka kira laptopnya ilang."

============

Bu Meida (Kasubbag Keuangan) : "Kalo ke KPPN, tidak perlu bawa laptopnya, cukup pake flashdisk aja."

Azhar (mencari alasan) : "Saya ragu-ragu softcopynya, Bu."

============

Sarana dan Prasarana

"Salah satu unsur dalam Reformasi Birokrasi adalah peningkatan sarana dan prasarana," kata salah seorang pembicara dalam sosialisasi reformasi birokrasi dan kode etik di sebuah kantor BPK.

"Kapan renumerasinya, Pak," gerutu seorang peserta sosialisasi dalam hati. (Penyunting sudah mulai bosen membaca, kata remunerasi yang salah ketik terlewatkan).

Gedung : sewa dari DLLAJR Kota Jambi. (Beliin dong,Pung)

Internet : via Fleksi,harus jadi Kalan atau staf Kalan dulu biar bisa termanjakan dengan akses internet yang lambat. Staf lain harus hanya untuk keperluan kantor dan gantian kalo ada yang mau pake telepon. (Alhamdulilah, aku hidup di zaman GPRS sudah lahir)

Listrik : memakai tenaga gelombang laut kali yah, sangat bergelombang, stabiliser Subbag Keuangan aja sampai meledak. Itulah kenapa penyelundupan laptop dari ruangan keuangan sangat dilarang.

Air : menyejukkan, lancar bo.

Beli makan : setiap hari dipilih Duta Makan Siang dan Duta Makan Malam sebagai utusan rakyat.

Lapangan bola : luas bo, bisa sampai ke bukit-bukit sebelah.

Telepon : Merek Fleksi sudah di sebut dua kali ini,gantian sama yang mau kirim email. (email resmi kantor: bpk-jambi@plasa.com dan perwakilan.jambi@yahoo.com >>> Cipta aja punya cipta_xxxxxx@bpk.go.id)

Overall

Perwakilan BPK Ri Di Jambi, cocok untuk individu yang menyukai ketenangan dan kedamaian.

Cocok untuk yang suka menabung karena jauh dari mesin-mesin penyedot uang, tapi begitu berangkat ke bank (yang terletak di tengah kota), tergiur untuk mampir di Jambi Prima Mall, ga jadi ke bank dong.

Sesuai untuk yang suka joging, 2,5 km dari jalur angkot terdekat bo.

Tidak cocok untuk maniak internet, GPRS sebagai harapan hidup terakhir juga suka ngadat.

Cocok untuk cowok jomblo, banyak pegawai cewek (tapi ga tau status kejombloannya).

Tidak cocok untuk yang suka make up menor, AC-nya tidak sedingin gedung utama, bedaknya bisa luntur.

.... (Isi sendiri setelah survei ke sini).


<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>
<><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>

Penulis meminta maaf karena banyaknya roaming yang terjadi, untuk pencerahan, silahkan baca penjelasan berikut:

Kalan : Kepala Perwakilan, si Bos.

Cipta : salah satu pegawai BPK, temen seangkatan.

UPT Jangkung :Unit Pelaksana Tugas Penunjang dan Pendukung, dapurnya kantor lah.

SPM : Surat Perintah Membayar, digunakan untuk "memerintahkan" Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai kasirnya negara untuk memerintahkan bank persepsi menggunakan Surat Perintah Pencairan Dana untuk mentransfer sejumlah uang dari rekening punya negara ke rekening instansi untuk membayar pengeluaran operasional instansi pembuat SPM tersebut (coba jelaskan subjek, predikat, dan objeknya).

Contoh, kalo mau bikin jalan, Pemerintah Daerah (Pemda) melelangkan proyek tersebut ke kontraktor-kontraktor. KOntraktor yang memenuhi syarat akan memenangkan tender dan dapat mengikat kontrak dengan Pemda untuk menjalankan proyek yang diinginkan Pemda. Setelah jalan jadi, kontraktor nagih uang yang telah dikeluarkan kepada Pemda. Untuk memenuhi tagihan dari kontraktor, Pemda menerbitkan SPM, KPPN menerbitkan SP2D, dan alhasil uang negara ditransfer ke rekening kontraktor sejumlah kontrak dikurangi pajak.

Mengerti kan? Kenapa kuliah itu begitu membosankan. Kalo sudah bangun, lanjutin bacanya ya.

Kemudian datanglah oknum BPK di akhir tahun. Dengan payung sebuah surat tugas, mereka dapat berkuasa mengobok-obok pelaksanaan proyek tersebut. Segala kecurangan ditelajangi dan dilaporkan ke negara. Hasil pekerjaan tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak, telat mengerjakan, mark up harga, proyek fiktif, ... babat habis, kembalikan uang negara rakyat ke rekening
negara!

Begitulah kondisi idealnya.

DIPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, berisi kegiatan yang direncanakan akan dilaksanakan selama setahun ke depan termasuk jumlah maksimal dana yang dapat digunakan. Dibuat pada akhir tahun anggaran sebelumnya dengan prosedur yang rumit dan membosankan untuk dijelaskan dipasukan dengan mekanisme tawar-menawar antara pelayan rakyat (instansi pemerintah) dengan wakil rakyat (DPR). Kalo bisa nawar,bisa dapet uang gede.

SE DJPb : Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan, berisi penjelasan (sangat) teknis dari produk hukum yang levelnya lebih tinggi, biasanya KMK.

KMK : Keputusan Menteri Keuangan, produk hukum yang ditandatangani oleh BU Sri Mulyani

Males ngejelasinnya, coba cari tahu mengenai mekanisme pengeluaran anggaran di www.perbendaharaan.go.id saja. Sekali-kali liat situsnya pemerintah yah. Atau bisa juga nanya-nanya ke pegawai negeri terdekat yang berkecimpung di keuangan.

1 komentar:

  1. enak juga yah di jambi
    di jakrta ni menyebalkan
    duit cepet abis
    polusi
    macet

    enakan jadi bolang
    dan menyaksikan eksotisme indonesia seutuhnya..

    BalasHapus

Tulislah apa yang ingin ditulis dan dan klik "Poskan Komentar" bila Anda sudah siap.

Konten Lainnya